Simbol yang melambangkan hukum dan kepemimpinan.
Agama yang dibawa oleh Nabi Musa AS merupakan salah satu pilar penting dalam sejarah keagamaan dunia, terutama dalam tradisi agama-agama samawi. Ajaran-ajarannya meletakkan dasar bagi perkembangan monoteisme dan memberikan pedoman moral serta hukum yang mendalam bagi umatnya. Nabi Musa, seorang rasul ulul azmi, diutus oleh Allah SWT kepada Bani Israil di Mesir pada masa kekuasaan Firaun yang zalim. Perjalanan hidupnya penuh dengan ujian, mukjizat, dan perjuangan gigih untuk membebaskan kaumnya dari perbudakan dan menuntun mereka kepada jalan yang benar.
Kisah Nabi Musa dimulai dari kelahirannya yang penuh ancaman. Atas perintah Firaun yang bermimpi akan kehancuran kerajaannya oleh seorang bayi dari kalangan Bani Israil, bayi laki-laki dari kaum tersebut diperintahkan untuk dibunuh. Namun, atas izin Allah, ibu Musa menaruh bayinya di peti dan menghanyutkannya di Sungai Nil. Peti tersebut ditemukan oleh istri Firaun, dan Musa dibesarkan di lingkungan istana tanpa mengetahui asal-usulnya. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana Allah melindungi para nabi-Nya bahkan dari ancaman yang paling mengerikan sekalipun.
Setelah dewasa, Musa menyadari penderitaan bangsanya dan merasakan panggilan kenabian. Puncak dari kenabiannya adalah ketika ia menerima wahyu dari Allah di Gunung Sinai (Thursina). Di sana, Allah berfirman kepadanya dan memberinya tugas untuk memimpin Bani Israil keluar dari Mesir dan kembali ke tanah yang dijanjikan. Mukjizat-mukjizat besar dianugerahkan kepada Musa, yang paling terkenal adalah terbelahnya Laut Merah saat dikejar oleh Firaun dan bala tentaranya, yang kemudian ditenggelamkan oleh Allah.
Selama masa pengembaraan di padang gurun setelah keluar dari Mesir, Nabi Musa menerima Kitab Taurat dari Allah. Taurat berisi hukum-hukum, perintah, dan larangan yang menjadi pedoman hidup bagi Bani Israil. Kitab ini menegaskan kembali prinsip-prinsip monoteisme, yaitu keesaan Allah, dan memberikan seperangkat aturan sosial, moral, dan ritual yang komprehensif. Taurat menjadi fondasi bagi agama Yahudi dan juga diakui sebagai kitab suci oleh agama Kristen dan Islam.
Agama yang dibawa oleh Nabi Musa berpusat pada keyakinan murni kepada satu Tuhan (Allah) yang Maha Esa. Konsep tauhid ini merupakan inti dari ajaran Musa, yang menentang segala bentuk penyembahan berhala atau tandingan bagi Allah. Perintah pertama yang diterima Musa dari Allah adalah perintah untuk menyembah-Nya semata.
Salah satu aspek terpenting dari ajaran Musa adalah penetapan hukum dan moral. Sepuluh Perintah Allah (The Ten Commandments) yang tercantum dalam Taurat menjadi dasar etika dan hukum bagi Bani Israil, dan banyak di antaranya masih relevan hingga kini. Perintah-perintah ini mencakup kewajiban untuk mencintai Allah, menghormati orang tua, larangan membunuh, mencuri, berzina, bersaksi palsu, dan mengingini milik orang lain. Perintah-perintah ini menunjukkan perhatian agama Musa terhadap keadilan, kejujuran, dan keharmonisan dalam kehidupan sosial.
Selain itu, agama Musa juga menekankan pentingnya ketaatan pada syariat dan ritual. Hukum-hukum yang terperinci mengenai makanan halal dan haram, perayaan hari raya keagamaan, serta aturan tentang kesucian dan kebersihan menjadi bagian integral dari praktik keagamaan Bani Israil. Perayaan seperti Paskah (Pesach) dan Hari Pendamaian (Yom Kippur) memiliki makna spiritual yang mendalam dan mengingatkan umat pada peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka serta kewajiban untuk berintrospeksi diri.
Agama Nabi Musa memiliki pengaruh yang sangat luas dan abadi. Kitab Taurat menjadi sumber utama bagi hukum dan teologi Yahudi. Kemudian, ajaran monoteisme yang diperjuangkan oleh Musa menjadi fondasi bagi agama Kristen, yang memandang Yesus sebagai Mesias yang dinubuatkan dalam tradisi Yahudi, dan juga Islam, yang mengakui Musa sebagai salah satu nabi terpenting dan Taurat sebagai kitab suci yang diturunkan Allah.
Warisan Nabi Musa tidak hanya terbatas pada ajaran agama, tetapi juga pada perjuangannya melawan penindasan dan upayanya untuk menegakkan keadilan. Kisahnya menginspirasi banyak orang untuk memperjuangkan kebebasan dan kebenaran. Konsep tentang perjanjian antara Allah dan umat-Nya, yang pertama kali ditekankan melalui Nabi Musa, menjadi tema sentral dalam teologi Yahudi dan memiliki resonansi dalam agama-agama lain.
Dengan demikian, agama yang dibawa oleh Nabi Musa AS merupakan tonggak penting dalam evolusi spiritualitas manusia, meletakkan dasar bagi pemahaman tentang Tuhan yang satu, dan memberikan kerangka moral serta hukum yang membimbing kehidupan umat manusia selama berabad-abad. Ajaran dan kisahnya terus relevan dan memberikan pelajaran berharga bagi kita hingga saat ini.