Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, identitas budaya seringkali tergerus oleh pengaruh asing. Namun, di tanah Jawa, sebuah warisan berharga terus berupaya dijaga kelestariannya: Aksara Jawa. Lebih dari sekadar alat tulis, aksara ini merupakan jendela menuju sejarah, filosofi, dan kekayaan kearifan lokal masyarakat Jawa yang telah ada sejak berabad-abad lalu. Menjaga aksara Jawa lestari bukan hanya kewajiban generasi sekarang, tetapi juga investasi berharga untuk keberlangsungan budaya bangsa.
Aksara Jawa, yang juga dikenal sebagai Hanacaraka atau Carakan, memiliki sejarah panjang yang terjalin erat dengan perkembangan peradaban di Nusantara. Catatan sejarah menunjukkan bahwa aksara ini telah digunakan sejak masa Kerajaan Mataram Kuno, bahkan diperkirakan memiliki akar dari aksara Pallawa dari India Selatan. Bentuknya yang unik, elegan, dan penuh makna filosofis, mencerminkan kehalusan budi pekerti dan cara pandang orang Jawa terhadap alam semesta dan kehidupan.
Setiap karakter dalam aksara Jawa memiliki cerita dan pengucapan tersendiri. Terdapat 20 aksara dasar (wyanjana) yang kemudian dapat dimodifikasi dengan menambahkan tanda baca (sandhangan) untuk mengubah vokal, mengapit konsonan, atau mengubah bunyi. Kombinasi inilah yang menciptakan kekayaan bunyi dan kemampuan ekspresi yang luar biasa. Dari aksara nglegena yang berdiri sendiri, hingga pasangan dan aksara murda untuk huruf kapital, semuanya memiliki fungsi dan keindahan tersendiri.
Sayangnya, di era digital ini, penggunaan aksara Jawa semakin memprihatinkan. Generasi muda lebih akrab dengan aksara Latin yang sudah mendunia, sementara pengetahuan tentang aksara Jawa semakin memudar. Faktor-faktor seperti kurangnya materi pembelajaran yang menarik, minimnya kesempatan praktik dalam kehidupan sehari-hari, dan dominasi bahasa serta media global menjadi tantangan serius. Jika tidak ada upaya serius untuk melestarikannya, dikhawatirkan aksara Jawa hanya akan menjadi artefak sejarah yang terlupakan.
Beberapa penelitian dan survei menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam kemampuan membaca dan menulis aksara Jawa di kalangan pelajar. Padahal, aksara Jawa tidak hanya penting dari sisi linguistik dan sejarah, tetapi juga sebagai penanda identitas budaya yang kuat. Kehilangan aksara berarti kehilangan sebagian dari akar budaya itu sendiri. Upaya revitalisasi dan sosialisasi aksara Jawa menjadi krusial untuk mengatasi ancaman kepunahan.
Menjaga kelestarian aksara Jawa membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Pertama, integrasi aksara Jawa ke dalam kurikulum pendidikan formal perlu diperkuat. Bukan hanya sebagai mata pelajaran tambahan, tetapi diintegrasikan secara kreatif agar siswa tidak merasa terbebani, melainkan tertarik untuk mempelajarinya. Penggunaan metode pengajaran yang interaktif dan visual, seperti permainan, animasi, atau aplikasi digital, dapat menjadi solusi efektif.
Kedua, pemanfaatan teknologi digital adalah kunci utama di era modern ini. Pengembangan aplikasi belajar aksara Jawa yang interaktif, situs web edukatif, atau bahkan fitur keyboard aksara Jawa untuk perangkat seluler dapat mempermudah akses dan pembelajaran. Platform media sosial juga bisa menjadi sarana yang efektif untuk menyebarkan informasi dan konten menarik seputar aksara Jawa, seperti kuis, tantangan menulis, atau berbagi karya seni aksara Jawa.
Ketiga, peran serta masyarakat luas sangatlah vital. Acara-acara budaya yang menampilkan aksara Jawa, seperti lomba menulis dan membaca aksara, pameran kaligrafi aksara Jawa, atau workshop menulis aksara, perlu digalakkan. Selain itu, tokoh masyarakat, seniman, budayawan, dan pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam mempromosikan dan mengadvokasi pentingnya pelestarian aksara Jawa. Slogan-slogan dalam aksara Jawa yang dipasang di tempat umum, penamaan jalan atau bangunan, serta penggunaan dalam berbagai produk lokal juga dapat meningkatkan familiaritas masyarakat.
Keempat, mendokumentasikan karya-karya sastra, naskah kuno, dan tradisi lisan yang menggunakan aksara Jawa sangatlah penting. Pengarsipan digital yang baik akan memastikan kekayaan intelektual dan budaya ini dapat diakses oleh generasi mendatang. Upaya penerjemahan naskah kuno ke dalam bahasa modern juga perlu dilakukan agar isinya dapat dipahami oleh khalayak yang lebih luas.
Menjaga aksara Jawa lestari bukan sekadar melestarikan sebuah sistem penulisan, melainkan menjaga keutuhan peradaban, kekayaan filosofi, dan identitas budaya masyarakat Jawa. Ini adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan kepedulian, kreativitas, dan aksi nyata dari semua pihak. Dengan semangat "sareh, srawung, sedulur," mari kita bergandengan tangan untuk memastikan bahwa aksara Jawa terus bersinar dan menjadi kebanggaan bangsa di masa depan.
Aksara Jawa lestari, budaya takkan mati!