Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat, banyak budaya tradisional yang terancam luntur eksistensinya. Namun, semangat untuk melestarikan warisan nenek moyang terus membara di berbagai penjuru nusantara. Salah satu kekayaan budaya yang kini semakin mendapatkan perhatian adalah Aksara Sunda Pegon. Lebih dari sekadar sistem penulisan kuno, Aksara Sunda Pegon merupakan cerminan identitas, sejarah, dan kekayaan intelektual masyarakat Sunda.
Aksara Sunda Pegon memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Istilah "Pegon" sendiri merujuk pada adaptasi aksara Arab agar bisa digunakan untuk menuliskan bunyi-bunyi bahasa Sunda. Ini bukan sesuatu yang unik bagi Sunda, sebab aksara Pegon juga berkembang di Jawa (dengan sebutan Aksara Jawi) dan daerah lainnya yang memiliki tradisi Islam kuat. Perkembangan ini terjadi sebagai bagian dari upaya para ulama dan cendekiawan Muslim di Nusantara untuk mendakwahkan ajaran Islam sekaligus melestarikan kearifan lokal melalui tulisan.
Pada masa kejayaannya, Aksara Sunda Pegon banyak digunakan dalam berbagai naskah keagamaan, sastra, dan catatan sejarah. Kitab-kitab salaf yang berisi ajaran Islam seringkali ditransliterasikan ke dalam Aksara Sunda Pegon agar mudah dibaca oleh masyarakat Sunda. Selain itu, karya sastra seperti babad, wawacan, dan dongeng juga banyak yang ditulis menggunakan aksara ini. Keberadaannya menjadi jembatan antara dunia Islam yang berasal dari Arab dan kearifan lokal Sunda, menciptakan identitas budaya yang unik.
Salah satu keistimewaan utama Aksara Sunda Pegon terletak pada fleksibilitasnya dalam merepresentasikan fonem bahasa Sunda. Meskipun berakar pada aksara Arab, penambahan diakritik (harakat dan tanda baca khusus) serta modifikasi beberapa huruf memungkinkan Aksara Sunda Pegon untuk menangkap nuansa bunyi yang khas dalam bahasa Sunda, yang mungkin tidak sepenuhnya terwakili dalam bahasa Arab standar.
Penggunaan Aksara Sunda Pegon juga mencerminkan kedalaman pemahaman para penulisnya terhadap bahasa dan budaya mereka. Mereka tidak hanya mengadopsi sistem penulisan asing, tetapi juga mengadaptasinya dengan cerdas untuk melayani kebutuhan ekspresi budaya mereka sendiri. Ini menunjukkan betapa dinamisnya interaksi budaya di Nusantara pada masa lalu.
Seiring berjalannya waktu, munculnya aksara Latin yang lebih mudah dipelajari dan digunakan dalam komunikasi massa perlahan-lahan menggeser dominasi Aksara Sunda Pegon. Banyak naskah kuno yang ditulis dalam aksara ini kemudian hanya tersimpan di perpustakaan atau menjadi koleksi pribadi, tersembunyi dari pandangan publik.
Namun, semangat pelestarian budaya terus tumbuh. Berbagai komunitas, akademisi, dan pegiat budaya di Jawa Barat kini aktif dalam upaya menghidupkan kembali Aksara Sunda Pegon. Pelatihan menulis dan membaca, digitalisasi naskah-naskah kuno, serta penggunaan aksara ini dalam media publikasi modern menjadi langkah-langkah strategis untuk mengenalkannya kembali kepada generasi muda. Ada kesadaran bahwa melestarikan Aksara Sunda Pegon berarti menjaga akar sejarah dan jati diri budaya Sunda.
Aksara Sunda Pegon bukan hanya relic masa lalu yang perlu dilupakan. Ia adalah jendela untuk memahami pemikiran, nilai-nilai, dan sejarah masyarakat Sunda di masa lalu. Dengan mempelajari dan melestarikannya, kita tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memperkaya pemahaman kita tentang kompleksitas sejarah dan identitas Indonesia.
Lebih dari itu, Aksara Sunda Pegon dapat menjadi alat untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya lokal di kalangan generasi muda. Dalam dunia yang semakin terhubung, memiliki kekayaan budaya yang unik seperti Aksara Sunda Pegon dapat menjadi pembeda yang berharga. Upaya-upaya pelestarian ini diharapkan dapat terus berlanjut, memastikan bahwa Aksara Sunda Pegon tidak hanya dikenang, tetapi juga terus hidup dan relevan bagi masyarakat Sunda dan Indonesia.