Al Baqarah Ayat 187-190: Hikmah di Balik Larangan dan Keindahan Malam
Dalam lembaran-lembaran Al-Qur'an yang penuh hikmah, terdapat ayat-ayat yang memberikan petunjuk mendalam bagi kehidupan umat manusia. Di antara ayat-ayat tersebut, QS. Al Baqarah ayat 187 hingga 190 menawarkan refleksi penting mengenai berbagai aspek kehidupan, mulai dari interaksi sosial, tuntunan ibadah, hingga penerimaan terhadap karunia dan ujian dari Allah SWT. Ayat-ayat ini membentangkan sebuah narasi yang saling terkait, menguatkan fondasi moral dan spiritual seorang Muslim.
Larangan Menyelisihi Perintah dan Keindahan Malam
Ayat 187 dari Surah Al Baqarah memaparkan sebuah aturan penting terkait dengan hubungan suami istri, khususnya pada malam hari di bulan Ramadhan. Ayat ini secara tegas menyatakan larangan bagi seorang suami untuk berhubungan badan dengan istrinya, lalu mendiamkan (melanjutkan hubungan badan tersebut) hingga malam berlalu. Allah SWT berfirman:
"Dihalalkan bagimu pada malam bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan hawa nafsumu dari sebagian diri istrimu, maka Allah menerima taubatmu dan memaafkanmu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam (fajar), kemudian sempurnakanlah puasa sampai (masuk) malam. Dan janganlah kamu campur (ba'asyar) mereka, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa." (QS. Al Baqarah: 187)
Ayat ini memiliki makna yang mendalam. Frasa "mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka" mengindikasikan kedekatan, keintiman, dan saling menutupi aib satu sama lain. Larangan untuk melanjutkan hubungan badan setelah terlarangnya adalah penegasan kembali akan batas waktu ibadah puasa yang dimulai sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Selain itu, ayat ini juga menyinggung mengenai iktikaf di masjid, di mana selama masa iktikaf, hubungan badan dengan istri sangat dilarang untuk menjaga kekhusyukan ibadah. Allah SWT menunjukkan kasih sayang-Nya dengan menerima taubat dan memaafkan, namun tetap memberikan batasan yang jelas agar hamba-Nya dapat mencapai derajat ketakwaan.
Beranjak ke ayat 188, Allah SWT memberikan peringatan keras terhadap praktik memakan harta orang lain secara batil atau haram:
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan sebahagian yang lain dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa urusan pengadilan kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan dosa, sedang kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah: 188)
Ayat ini melarang segala bentuk pengambilan harta secara tidak sah, seperti mencuri, merampok, menipu, suap, atau manipulasi dalam transaksi. Penggunaan kata "batil" mencakup segala sesuatu yang tidak benar dan tidak dibenarkan oleh syariat. Menyeret masalah ke pengadilan dengan tujuan mengambil hak orang lain secara tidak adil juga termasuk perbuatan dosa. Peringatan ini sangat penting untuk menjaga keharmonisan sosial dan mencegah terjadinya perselisihan serta permusuhan akibat keserakahan.
Pertempuran dan Dukungan dari Allah
Selanjutnya, ayat 189 Surah Al Baqarah berbicara mengenai perang dan peperangan. Allah SWT menegaskan bahwa bukanlah suatu kebaikan jika seseorang memasuki rumah dari belakangnya, melainkan kebaikan itu adalah bagi orang yang bertakwa. Dan masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: 'Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi) ibadat haji'. Dan bukanlah mengerjakan rumah dari belakangnya (masuk dari atap atau lubang) itu suatu kebajikan, akan tetapi kebajikan itu adalah (melakukan) kebajikan, dan baikilah rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah, agar kamu beruntung." (QS. Al Baqarah: 189)
Meskipun ayat ini seringkali ditafsirkan dalam konteks yang lebih luas tentang beribadah dan berbuat baik, ada juga penafsiran yang mengaitkannya dengan etika dalam berinteraksi dan melakukan perjalanan. Konteks sebelum dan sesudahnya mengarah pada pentingnya mengikuti syariat dan cara yang benar. Dalam konteks perang, menghindari taktik-taktik licik atau curang juga tercakup dalam makna ini. Mengikuti aturan dan adab yang telah ditetapkan, baik dalam urusan duniawi maupun akhirat, adalah kunci keberuntungan dan ketakwaan.
Menjelang akhir rangkaian ayat ini, QS. Al Baqarah ayat 190 mengingatkan tentang kewajiban untuk berjihad di jalan Allah, namun dengan batasan yang jelas:
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al Baqarah: 190)
Ayat ini memberikan izin untuk berperang hanya kepada mereka yang diserang, sebagai bentuk pertahanan diri atau pembelaan terhadap kezaliman. Namun, Allah SWT memberikan peringatan tegas agar tidak melampaui batas dalam peperangan. Ini berarti tidak boleh membunuh wanita, anak-anak, orang tua renta, atau mereka yang tidak ikut berperang, serta tidak boleh merusak fasilitas ibadah atau menebang pohon buah-buahan yang tidak perlu. Prinsip keadilan dan kemanusiaan harus tetap dijunjung tinggi, bahkan di medan perang.
Keempat ayat ini secara kolektif mengajarkan pentingnya mematuhi aturan ilahi, menjaga kehormatan diri dan orang lain, berbuat adil dalam muamalah, serta menjalankan ibadah dan jihad dengan penuh kesadaran dan batasan. Keindahan malam yang disebutkan di awal ayat 187, menjadi pengingat akan waktu-waktu ketenangan dan kedekatan dengan Sang Pencipta, di mana kita dapat merenungkan perintah-Nya dan memohon ampunan-Nya.