Ilustrasi: Fokus pada Ayat Ke-8 Surat At Tin
Surat At Tin, surat ke-95 dalam Al-Qur'an, dikenal dengan sumpah Allah SWT pada berbagai ciptaan-Nya yang agung. Surat ini membuka dengan menyebutkan buah tin dan zaitun, kemudian Gunung Sinai, dan kota Mekkah yang aman. Semua ini adalah penekanan betapa berharganya sebuah tempat atau objek ketika digunakan dalam sumpah Ilahi. Namun, ayat yang paling sering menjadi bahan perenungan dan kajian mendalam adalah ayat ke-8, yang menjadi penutup surat ini. Ayat tersebut berbunyi:
Terjemahan dari ayat ini adalah: ""Bukankah Allah adalah hakim yang paling adil?""
Pertanyaan retoris ini memiliki bobot makna yang luar biasa. Setelah Allah SWT menegaskan penciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian diturunkan ke derajat yang serendah-rendahnya (kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh yang akan mendapatkan pahala yang tiada putus-putusnya), ayat terakhir ini menegaskan kembali kemahakuasaan dan keadilan-Nya. Mari kita bedah lebih dalam arti dari ayat ke-8 Surat At Tin ini.
Inti dari pertanyaan "Bukankah Allah adalah hakim yang paling adil?" adalah sebuah penegasan. Allah SWT tidak sedang bertanya untuk mendapatkan jawaban, melainkan untuk menanamkan keyakinan yang teguh di hati setiap hamba-Nya. Keadilan Allah SWT bersifat mutlak, sempurna, dan tidak terbatas. Berbeda dengan keadilan manusia yang seringkali dipengaruhi oleh berbagai faktor, keadilan Allah tidak pernah goyah.
Dalam konteks surat ini, setelah Allah menjelaskan tentang penciptaan manusia yang begitu indah, bahkan yang tadinya diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian dapat jatuh ke derajat yang paling rendah jika menolak kebenaran, maka pertanyaannya adalah: bukankah segala ketetapan dan keputusan-Nya adalah adil? Ya, tentu saja. Allah SWT menetapkan hukum-hukum-Nya, memberikan balasan atas setiap perbuatan, dan mengatur segala urusan alam semesta ini dengan keadilan yang sempurna.
Bagi orang yang beriman dan beramal saleh, ayat ini menjadi sumber ketenangan. Mereka yakin bahwa setiap kebaikan sekecil apapun akan dibalas dengan balasan yang setimpal, bahkan berlipat ganda. Kesabaran dalam menghadapi cobaan juga akan mendatangkan pahala yang tak terhingga. Sebaliknya, bagi orang yang ingkar dan berbuat kejahatan, mereka juga akan mendapatkan balasan setimpal dari Hakim Yang Maha Adil. Keyakinan ini membantu seorang mukmin untuk senantiasa berpegang teguh pada kebenaran dan menjauhi kemaksiatan.
Ayat ini juga mengingatkan kita akan adanya pertanggungjawaban. Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalannya. Ada yang memilih jalan kebenaran yang diridhai Allah, dan ada pula yang memilih jalan kesesatan. Allah SWT, sebagai Hakim yang paling adil, akan menilai setiap pilihan dan perbuatan tersebut.
Penegasan bahwa Allah adalah hakim yang paling adil memberikan jaminan bahwa tidak ada satu pun perbuatan baik yang terabaikan, dan tidak ada satu pun kejahatan yang luput dari perhitungan-Nya. Ini menjadi pengingat kuat bagi kita untuk senantiasa berhati-hati dalam setiap langkah, ucapan, dan tindakan. Kita harus selalu berusaha untuk berbuat baik, menjaga lisan, dan bertindak sesuai dengan tuntunan agama.
Dalam kehidupan dunia, terkadang kita menyaksikan ketidakadilan merajalela. Orang baik tertindas, sementara orang jahat bisa saja bergelimang harta dan kekuasaan. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di hati, namun ayat ke-8 Surat At Tin memberikan jawaban yang menenteramkan. Semua akan diperhitungkan di hadapan Allah SWT. Kehidupan dunia hanyalah sementara, dan pertanggungjawaban sesungguhnya akan terjadi di akhirat kelak, di hadapan Pengadilan Yang Paling Adil.
Memahami arti ayat ke-8 Surat At Tin tidak lepas dari korelasi dengan ayat-ayat sebelumnya. Allah SWT berfirman tentang penciptaan manusia dalam bentuk terbaik, lalu dikembalikan ke derajat serendah-rendahnya kecuali orang yang beriman dan beramal saleh. Frasa "kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh" adalah kunci penting.
Keimanan dan amal saleh adalah dua komponen yang tak terpisahkan untuk selamat dari kehinaan dan meraih derajat kemuliaan. Iman yang benar akan memotivasi seseorang untuk beramal saleh, dan amal saleh yang ikhlas akan memperkuat keimanan. Kedua hal inilah yang menjadi penentu nasib seseorang di sisi Allah.
Ketika Allah bertanya, "Bukankah Allah adalah hakim yang paling adil?", ini menyiratkan bahwa balasan yang akan diterima oleh orang yang beriman dan beramal saleh adalah balasan yang sesuai dengan keadilan-Nya yang sempurna. Begitu pula, siksaan bagi orang yang ingkar dan berbuat zalim juga merupakan manifestasi dari keadilan-Nya.
Ayat ke-8 Surat At Tin, "Bukankah Allah adalah hakim yang paling adil?", adalah sebuah pengingat yang sangat penting bagi seluruh umat manusia. Ayat ini menegaskan kemutlakan keadilan Allah SWT dalam setiap ketetapan dan keputusan-Nya. Bagi orang beriman, ayat ini adalah sumber ketenangan, harapan, dan motivasi untuk terus berbuat kebaikan dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Bagi kita yang membaca dan merenungkan ayat ini, hendaknya senantiasa menanamkan keyakinan yang kuat akan adanya pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Jaga setiap lisan, perbuatan, dan niat kita agar selalu selaras dengan kehendak-Nya. Karena hanya dengan keimanan yang teguh dan amal saleh yang tulus, kita dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan abadi di sisi Hakim Yang Maha Adil.