Ilustrasi Konseptual: Kekuasaan dan Keadilan Ilahi
Surah At-Tin, salah satu permata dalam Al-Qur'an, memaparkan ayat-ayat yang kaya makna dan penuh hikmah. Di antara ayat-ayatnya, perhatian khusus patut diberikan pada At Tin ayat 8. Ayat ini merupakan penutup surah yang memuat kesimpulan agung, menegaskan kembali esensi keilahian dan ketundukan manusia.
Sebelum menyelami makna mendalamnya, mari kita lihat bunyi At Tin ayat 8 dalam bahasa Arab dan terjemahannya: "أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ" (Alaisallahu bi-ahkamil haakimiin). Terjemahan harfiahnya adalah: "Bukankah Allah adalah Hakim yang paling adil?" Pertanyaan retoris ini memiliki bobot yang sangat besar, mengundang refleksi dan pengakuan.
Ayat ini menutup surah yang dimulai dengan sumpah Allah Swt. atas buah tin dan zaitun, gunung Sinai, dan negeri Makkah yang aman. Sumpah-sumpah ini seringkali dihubungkan dengan tempat-tempat suci dan penting dalam sejarah para nabi, serta potensi kebaikan yang terkandung di dalamnya. Setelah menyebutkan penciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, serta potensi kemerosotan derajatnya jika mengingkari nikmat Allah, maka sampailah pada kesimpulan yang tegas dan tak terbantahkan di At Tin ayat 8.
At Tin ayat 8 secara tegas menegaskan sifat Allah sebagai Al-Hakam (Yang Maha Menetapkan Hukum) dan Al-Adl (Yang Maha Adil). Keadilan Allah bukan sekadar konsep abstrak, melainkan fondasi dari segala ciptaan dan pengaturan alam semesta. Allah tidak pernah berbuat zalim sedikit pun kepada hamba-Nya. Setiap ketetapan, setiap cobaan, setiap anugerah, semuanya berada dalam bingkai keadilan-Nya yang sempurna.
Dalam konteks surah ini, pertanyaan retoris "Bukankah Allah adalah Hakim yang paling adil?" berfungsi untuk memperkuat argumen. Setelah mengingatkan manusia tentang kesempurnaan penciptaan-Nya dan potensi mereka untuk tersesat, ayat ini seolah berkata: "Jika demikian, apakah ada hakim lain yang lebih adil dari-Nya yang dapat menilai perbuatanmu? Tidakkah kamu mengakui bahwa Dia adalah sebaik-baik penentu keputusan dan penimbang segala perkara?"
Pemahaman mendalam tentang At Tin ayat 8 memiliki implikasi signifikan bagi cara kita menjalani hidup. Pertama, ayat ini menumbuhkan keyakinan yang teguh kepada Allah. Mengetahui bahwa Allah adalah Hakim yang Maha Adil memberikan ketenangan hati di tengah ketidakpastian dunia. Ketika menghadapi kesulitan, musibah, atau ketidakadilan dari sesama manusia, seorang mukmin diingatkan bahwa ada pertanggungjawaban terakhir di hadapan Hakim Yang Maha Adil.
Kedua, ayat ini mendorong kita untuk senantiasa berlaku adil dalam segala aspek kehidupan. Meneladani sifat keadilan Allah dalam skala kemampuan manusia adalah sebuah keharusan. Berbuat adil kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat, bahkan kepada musuh sekalipun, adalah bentuk pengakuan kita terhadap keadilan ilahi. Kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menzalimi atau merugikan pihak lain, karena setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban.
Ketiga, At Tin ayat 8 mengingatkan kita tentang akhir kehidupan. Seluruh perjalanan hidup manusia adalah ujian yang akan dinilai oleh Allah Swt. Keputusan-keputusan-Nya bersifat final dan tidak dapat dibantah. Oleh karena itu, kita dituntut untuk selalu memperbaiki diri, memohon ampunan atas kesalahan, dan berlomba-lomba dalam kebaikan, semata-mata mengharapkan ridha dan penilaian adil dari-Nya.
Pertanyaan di At Tin ayat 8 bukanlah pertanyaan yang memerlukan jawaban lisan, melainkan sebuah ajakan untuk refleksi batin dan pengakuan yang tulus. Ia adalah penegasan bahwa kekuasaan tertinggi dan kebijaksanaan mutlak berada di tangan Allah. Mengingkari hal ini berarti menolak kebenaran yang paling fundamental.
Dengan memahami dan merenungkan At Tin ayat 8, seorang mukmin akan semakin terdorong untuk taat kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ia akan sadar bahwa setiap detik kehidupan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Keadilan Allah adalah jaminan bahwa tidak ada kebaikan sekecil apa pun yang akan terlewatkan, dan tidak ada keburukan yang akan dibiarkan begitu saja tanpa konsekuensi yang setimpal.
Pada akhirnya, surah At-Tin yang diakhiri dengan penegasan keadilan Allah ini mengajarkan kita untuk selalu berpegang teguh pada ajaran-Nya, berbuat baik, dan meyakini bahwa setiap langkah kita akan sampai pada keputusan Sang Hakim Yang Maha Adil, yaitu Allah Swt. Ini adalah inti dari keimanan dan kunci kebahagiaan dunia serta akhirat.
"Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-A'raf: 128)