Simbolisasi kedalaman makna dan penanda ilahi.
Surah Al-Baqarah, sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat akan petunjuk dan hikmah bagi umat manusia. Di dalamnya terdapat berbagai ayat yang menjadi fondasi pemahaman keislaman. Salah satu ayat yang memiliki kedalaman makna luar biasa adalah ayat ketujuh, yang seringkali direnungkan oleh para ulama dan penafsir.
Ayat ini berbunyi:
خَتَمَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰٓ أَبْصَٰرِهِمْ غِشَٰوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: "Allah telah mengunci hati mereka dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka adalah siksa yang berat."
Ayat ini menggambarkan kondisi sebagian orang yang menolak kebenaran atau memiliki kekerasan hati. Frasa "Allah telah mengunci hati mereka" menunjukkan bahwa hati mereka telah tertutup rapat terhadap hidayah dan kebenaran yang dibawa oleh Allah melalui para rasul-Nya. Kunci yang ditanamkan bukanlah kunci fisik, melainkan kunci metafisik yang mencegah masuknya cahaya ilahi.
Selanjutnya, disebutkan bahwa "dan pendengaran mereka". Ini mengisyaratkan bahwa telinga mereka, meskipun secara fisik berfungsi, tidak lagi mampu menangkap atau meresapi peringatan dan nasihat yang membawa kebaikan. Mereka mendengar, tetapi tidak memahami esensi atau tidak terpengaruh olehnya. Sebaliknya, apa yang mereka dengar mungkin justru semakin memperkuat keraguan atau penolakan mereka.
Kemudian, ayat ini menjelaskan, "dan penglihatan mereka ditutup" (غِشَٰوَةٌ - ghisyawah). Kata "ghisyawah" di sini merujuk pada selaput atau penutup yang menghalangi pandangan. Ini bukan berarti mata mereka buta secara fisik, melainkan pandangan hati mereka telah terhalang. Mereka tidak mampu melihat tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta, tidak mampu melihat keindahan ajaran agama, dan tidak mampu melihat kebenaran dalam seruan para nabi.
Akibat dari penutupan hati, pendengaran, dan penglihatan ini, Allah menegaskan, "Dan bagi mereka adalah siksa yang berat." Siksa ini bisa berupa siksa duniawi, seperti kesesatan, kehinaan, dan kesulitan hidup, maupun siksa akhirat yang jauh lebih pedih. Ini adalah konsekuensi logis dari penolakan yang disengaja dan penolakan yang terus-menerus terhadap seruan kebaikan dan kebenaran.
Ayat 7 Surah Al-Baqarah memberikan beberapa pelajaran penting:
Para mufassir (ahli tafsir) memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai makna dan konteks ayat ini. Beberapa menekankan bahwa ayat ini berbicara tentang kaum munafik yang menampakkan keislaman namun hatinya menyimpan kebencian dan penolakan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Tanda-tanda yang mereka tunjukkan adalah kebingungan, keraguan, dan tidak adanya dampak positif dari seruan dakwah.
Ada pula yang melihatnya sebagai gambaran umum bagi siapa saja yang secara sengaja dan terus-menerus menolak kebenaran meskipun telah diperjelas dengan berbagai bukti. Ini adalah peringatan bagi seluruh umat manusia agar senantiasa menjaga hati dan pikiran tetap terbuka terhadap petunjuk ilahi.
Penting untuk dipahami bahwa Al-Qur'an tidak pernah mendzalimi hamba-Nya. Penutupan hati ini terjadi setelah seseorang berulang kali menolak kebenaran, meremehkan peringatan, dan bahkan mempermainkan ayat-ayat Allah. Seolah-olah, pilihan untuk tidak mau mendengar dan melihat kebenaran itu sendiri yang akhirnya menjadikan organ-organ tersebut tidak lagi efektif dalam menerima hidayah.
Ayat 7 Surah Al-Baqarah adalah pengingat yang kuat akan pentingnya menjaga hati agar tetap hidup dan responsif terhadap kebenaran. Ia mengajarkan kita untuk bersikap rendah hati, terbuka, dan selalu merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah agar tidak terperosok ke dalam jurang kekerasan hati dan kesesatan. Dengan hati yang bersih dan pikiran yang terbuka, kita dapat lebih mudah menerima petunjuk-Nya dan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.