Ayat Kedua Surat Al Bayyinah Berbunyi

Surat Al Bayyinah, surat ke-98 dalam Al-Qur'an, merupakan salah satu surat Madaniyah yang turun di Madinah. Surat ini memiliki kedalaman makna yang luar biasa, mengupas tentang hakikat keimanan, kekafiran, dan perpecahan yang terjadi di kalangan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik. Di antara ayat-ayatnya yang sarat hikmah, ayat kedua surat Al Bayyinah memiliki posisi yang sangat penting dalam menjelaskan esensi keimanan yang sejati.

“… ayat kedua surat Al Bayyinah berbunyi: “Seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al-Qur’an),”

Ayat ini menekankan peran sentral Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa wahyu dari Allah SWT. Kata "rasul" secara harfiah berarti utusan. Allah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya untuk menyampaikan risalah kebenaran kepada seluruh umat manusia. Tugas utama beliau adalah membacakan "lembaran-lembaran yang disucikan", yang merujuk pada ayat-ayat suci Al-Qur'an.

Penyebutan "lembaran-lembaran yang disucikan" memberikan penekanan pada kemuliaan dan kesucian wahyu yang dibawa oleh Rasulullah. Al-Qur'an bukanlah sekadar buku biasa, melainkan kalam ilahi yang murni, bebas dari keraguan dan kepalsuan. Kesucian ini menuntut umat manusia untuk memperlakukannya dengan penuh hormat, mengkajinya, memahaminya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Makna mendalam dari ayat ini juga mengindikasikan bahwa keimanan yang hakiki tidak cukup hanya di hati, tetapi harus dibuktikan melalui penerimaan terhadap apa yang dibawa oleh utusan Allah. Penerimaan ini tercermin dalam mendengarkan, memahami, dan mengikuti petunjuk yang terkandung dalam bacaan wahyu tersebut. Ayah-ayah selanjutnya dalam surat Al Bayyinah akan menjelaskan lebih lanjut tentang kontras antara orang-orang yang menerima risalah ini dengan penuh keimanan dan orang-orang yang menolaknya.

Pesan yang terkandung dalam ayat kedua surat Al Bayyinah ini adalah ajakan untuk merenungkan kembali hubungan kita dengan Al-Qur'an. Apakah kita telah memperlakukannya sebagai lembaran yang disucikan, yang harus dibaca, dipelajari, dan diamalkan? Ataukah kita hanya menjadikannya pajangan atau bacaan formal tanpa menginternalisasi maknanya?

Dalam konteks sejarah, ayat ini juga mengingatkan kita bahwa Nabi Muhammad SAW membawa ajaran yang berbeda dari apa yang telah dirusak oleh sebagian Ahli Kitab. Para rasul sebelum beliau juga membawa risalah ilahi, namun seiring waktu, kitab-kitab suci mereka mengalami perubahan dan penyimpangan. Allah kemudian mengutus Nabi Muhammad SAW dengan Al-Qur'an sebagai penutup dan penyempurna risalah-risalah sebelumnya, serta sebagai bukti kenabian beliau yang otentik.

Oleh karena itu, memahami ayat kedua surat Al Bayyinah secara mendalam adalah langkah awal untuk meraih keimanan yang benar. Ini adalah panggilan untuk kembali kepada sumber ajaran Islam yang murni, Al-Qur'an, dan meneladani Rasulullah SAW dalam setiap aspek kehidupan. Dengan memahami dan mengamalkan isi Al-Qur'an, kita telah memenuhi hakikat menjadi seorang mukmin sejati yang berpegang teguh pada petunjuk ilahi. Keimanan yang teguh inilah yang akan membedakan kita dari orang-orang yang ingkar dan sesat.

Ilustrasi simbol Al-Qur'an

Merenungkan ayat ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya sumber ilmu. Dalam urusan agama, sumber utama yang harus dirujuk adalah Al-Qur'an yang dibacakan oleh Rasulullah SAW. Hal ini menjadi pengingat agar kita tidak mudah terombang-ambing oleh informasi yang tidak jelas sumbernya atau ajaran-ajaran yang menyimpang. Keimanan yang kokoh dibangun di atas dasar wahyu yang suci dan otentik.

🏠 Homepage