Pencarian terhadap kedalaman spiritual dan keinginan untuk memahami realitas di luar dimensi fisik telah menjadi perjalanan abadi bagi manusia. Dalam tradisi spiritual Islam, kemampuan ini seringkali disebut sebagai 'Mata Batin', 'Basirah', atau 'Indra Keenam'. Ini bukanlah kemampuan sihir atau mistik yang dicari melalui persekutuan dengan entitas lain, melainkan sebuah pencerahan hati dan kejernihan jiwa yang didapatkan melalui pendekatan murni kepada Sang Pencipta.
Salah satu kunci paling kuat dan murni yang dapat digunakan untuk membuka gerbang kesadaran spiritual ini adalah Surah Al Ikhlas. Surah pendek yang luar biasa ini, yang sering disebut sebagai sepertiga Al-Qur'an, adalah deklarasi Tauhid (Keesaan Allah) yang paling esensial. Metode yang akan diuraikan dalam artikel ini menekankan pada praktik yang etis, berdasarkan prinsip penyucian diri (Tazkiyatun Nafs), ketekunan, dan yang paling utama, niat yang tulus semata-mata karena Allah SWT.
Gambar 1: Visualisasi Ahad (Keesaan) sebagai fokus pembukaan mata batin.
Membuka mata batin bukan berarti menambah jumlah indra, melainkan menyingkirkan tirai-tirai tebal yang menutupi hati (qalbu) akibat dosa, kelalaian, dan kecintaan berlebihan terhadap dunia. Surah Al Ikhlas, dengan penekanannya pada keesaan, kemandirian, dan ketidakperluan Allah terhadap segala sesuatu (As-Samad), berfungsi sebagai pembersih spiritual yang menghilangkan syirik tersembunyi, yang merupakan penghalang utama penglihatan spiritual.
Artikel yang komprehensif ini akan memandu Anda melalui persiapan mental dan fisik, mendalami makna teologis Surah Al Ikhlas, menguraikan tata cara wirid dan riyadhah yang disarankan, serta membahas etika dan bahaya yang harus dihindari selama perjalanan spiritual ini. Keseluruhan proses ini membutuhkan ketekunan, keikhlasan, dan yang terpenting, pemahaman mendalam bahwa tujuan utama dari mata batin bukanlah kesaktian, tetapi kedekatan dan Ma'rifatullah (mengenal Allah).
Untuk mencapai kedalaman pemahaman yang diperlukan dalam praktik ini, kita harus terlebih dahulu memastikan bahwa fondasi akidah kita kokoh. Keyakinan bahwa segala kekuatan dan kemampuan berasal dari sumber tunggal—Allah SWT—harus tertanam kuat. Surah Al Ikhlas secara eksplisit menolak dualitas, perantara yang setara, atau ketergantungan Allah pada makhluk-Nya. Ketika hati seseorang benar-benar mencerminkan Tauhid murni ini, tirai yang menghalangi pandangan batin mulai menipis secara alami. Ini adalah proses rohani yang membutuhkan disiplin diri yang tinggi dan pemutusan keterikatan hati dari selain Allah. Kita akan membahas detail riyadhah spiritual yang harus dilakukan, termasuk jumlah hitungan wirid yang berbeda, waktu terbaik untuk pelaksanaan, dan bagaimana menjaga konsistensi wirid tersebut meskipun tantangan hidup sehari-hari terus menghadang.
Surah Al Ikhlas (Qul Huwallahu Ahad) adalah manifesto paling agung dalam Islam. Ia bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah energi spiritual yang memfokuskan seluruh kesadaran kita pada inti eksistensi: Keesaan (Al-Ahad). Pengamalan surah ini untuk tujuan spiritual harus dimulai dengan perenungan mendalam terhadap maknanya.
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ
اللّٰهُ الصَّمَدُ
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ
وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
Kata Ahad (Yang Tunggal) bukan hanya berarti satu, melainkan mencakup pengertian kemutlakan yang tidak dapat dibagi, tidak memiliki tandingan, dan merupakan sumber dari segala sesuatu. Ketika seorang salik (penempuh jalan spiritual) mengulang kata ini dalam wiridnya, ia sedang memprogram ulang jiwanya untuk hanya mengakui satu realitas, satu daya, dan satu kehendak. Mata batin terhalang oleh kemusyrikan tersembunyi (syirik khafi), yaitu ketergantungan hati pada sebab-akibat duniawi atau kekhawatiran yang berlebihan terhadap makhluk. Pembacaan Al Ikhlas secara berulang dengan khusyuk berfungsi membakar habis segala bentuk keterikatan ini. Semakin murni Tauhid dalam hati, semakin jernih pandangan batinnya.
Perenungan terhadap konsep Al-Ahad ini harus dilakukan secara terus-menerus. Bukan hanya saat wirid, tetapi dalam setiap aktivitas. Ketika Anda menghadapi masalah, Anda kembalikan sepenuhnya kepada Al-Ahad. Ketika Anda mendapatkan kenikmatan, Anda sandarkan sepenuhnya kepada Al-Ahad. Proses penyandaran mutlak ini adalah inti dari Tazkiyatun Nafs, dan ia secara langsung membersihkan Qalbu (hati) dari 'karat' duniawi. Karat inilah yang merupakan tirai penghalang utama antara manusia dan realitas spiritual yang lebih tinggi. Surah ini memaksa kita untuk melihat semua fenomena melalui lensa tunggal Allah.
As-Samad (Yang Maha Dibutuhkan, yang tidak membutuhkan apa pun). Ini adalah konsep kedua yang sangat penting. Ketika kita merenungkan As-Samad, kita mengakui bahwa seluruh eksistensi, baik yang tampak maupun yang gaib, bergantung sepenuhnya pada-Nya, sementara Dia berdiri bebas dari segala ketergantungan. Dalam konteks membuka mata batin, pemahaman As-Samad mengajarkan kita untuk melepaskan ketergantungan emosional dan spiritual pada hasil dari wirid itu sendiri.
Jika kita wirid Surah Al Ikhlas karena kita ingin melihat jin, ingin kaya, atau ingin populer, maka kita telah gagal memahami As-Samad. Niat kita telah menjadi musyrik. Mata batin yang dibuka dengan dasar kepentingan duniawi biasanya tidak bersifat langgeng dan berpotensi menarik energi negatif. Mata batin sejati adalah anugerah dari As-Samad yang diberikan kepada hamba yang telah menempatkan diri mereka dalam posisi 'mutlak membutuhkan' Allah dan 'mutlak melepaskan' keinginan terhadap makhluk. Ketidakbutuhan Allah (As-Samad) mengajarkan kita untuk mencari kebebasan batin dari hasrat duniawi, yang mana kebebasan ini merupakan prasyarat mutlak bagi kejernihan spiritual.
Dua ayat berikutnya—Lam Yalid Walam Yuulad (Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan)—menutup pintu bagi segala bentuk persekutuan atau analogi fisik terhadap Tuhan. Dalam praktik membuka mata batin, banyak metode yang jatuh ke dalam perangkap syirik karena melibatkan entitas perantara, jin, atau bahkan leluhur. Surah Al Ikhlas menyediakan perlindungan spiritual total dari jebakan-jebakan tersebut. Dengan membaca dan menghayati ayat ini, kita secara otomatis menolak keterlibatan energi selain Allah.
Ayat ini menegaskan bahwa sumber energi spiritual yang Anda cari adalah Allah sendiri, dan tidak ada rantai perantara yang memiliki kuasa independen. Ini adalah jaminan keamanan spiritual; Anda tidak akan 'tersesat' atau 'disesatkan' oleh energi rendah jika fokus Anda tetap pada kemurnian yang diajarkan oleh Surah Al Ikhlas. Proses ini adalah proses Takhalli (pengosongan diri dari sifat buruk) dan Tahalli (penghiasan diri dengan sifat mulia), di mana Al Ikhlas menjadi alat pengosong yang paling ampuh. Hanya hati yang telah dikosongkan dari ilusi dan dualitas yang mampu menerima cahaya Basirah.
Pemahaman mendalam ini harus terus diperbarui, diperkuat melalui tafakur dan muraqabah. Bukan hanya menghafal terjemahan, tetapi merasakan getaran makna tersebut meresap ke dalam sumsum tulang. Kesempurnaan tauhid adalah kunci yang tidak dapat digantikan. Tanpa fondasi tauhid yang murni, usaha membuka mata batin hanya akan menghasilkan ilusi atau, lebih buruk lagi, terbukanya hijab yang tidak sah yang dapat mengganggu kestabilan mental dan spiritual.
Mata batin bukanlah tombol yang dapat dihidupkan seketika; ia adalah hasil dari penempaan spiritual yang konsisten. Sebelum memulai wirid harian dengan jumlah yang signifikan, persiapan diri adalah segalanya. Keadaan spiritual seseorang adalah wadah tempat cahaya batin akan dicurahkan. Jika wadahnya kotor atau retak, cahaya akan terdistorsi atau hilang. Persiapan ini dikenal sebagai Riyadhah (latihan spiritual) dan Mujahadah (perjuangan melawan hawa nafsu).
Langkah pertama adalah pembersihan batin secara total. Surah Al Ikhlas adalah murni, dan ia hanya akan bekerja maksimal jika hati yang membacanya juga diusahakan menjadi murni. Proses ini meliputi:
Penyucian jiwa ini adalah riyadhah yang paling berat dan paling lama. Tanpa kejernihan batin, jika mata batin terbuka, ia cenderung melihat manifestasi jin atau ilusi (khayalan) bukan Basirah sejati yang membawa hikmah dan kedekatan dengan Allah. Konsistensi dalam menjaga hati dari penyakit-penyakit batin seperti riya (pamer), ujub (kagum pada diri sendiri), dan hasad (iri) adalah perjuangan seumur hidup yang menjadi harga pembukaan mata batin sejati.
Wirid harus dilakukan dalam kondisi terbaik dan di waktu-waktu yang paling mustajab:
Pengaturan waktu ini bukan sekadar rutinitas, melainkan upaya untuk menyelaraskan ritme batin dengan ritme kosmik yang paling mendekatkan diri kepada Allah. Praktik yang dilakukan secara teratur, meskipun dengan jumlah yang sedikit, jauh lebih berharga daripada praktik intensif yang hanya dilakukan sesekali. Kesabaran dan konsistensi adalah dua pilar utama dalam riyadhah ini.
Penting untuk dicatat bahwa dalam fase persiapan ini, aspek istiqamah (konsistensi) memainkan peran yang jauh lebih besar daripada jumlah hitungan yang besar. Seorang yang secara istiqamah membaca Al Ikhlas 11 kali setelah setiap shalat fardhu dengan penghayatan penuh, memiliki potensi pencerahan yang lebih besar daripada mereka yang membaca 1000 kali dalam semalam namun melakukannya sekali sebulan dan dengan hati yang lalai. Ini karena Mata Batin adalah hasil dari akumulasi kejernihan, bukan ledakan energi sesaat. Fokuskan pada kualitas pengucapan (tajwid), penghayatan makna (tadabbur), dan kehadiran hati (khusyuk).
Setelah persiapan spiritual selesai, kita beralih ke praktik inti wirid (dzikir berulang) Surah Al Ikhlas. Berbagai tradisi sufi dan ulama memberikan jumlah hitungan yang berbeda, namun semua sepakat bahwa yang terpenting adalah keikhlasan dan konsentrasi (khusyuk).
Sebelum memulai wirid dalam jumlah besar, tegakkan niat yang kuat. Niat harus murni: "Ya Allah, aku berwirid dengan Surah Al Ikhlas ini semata-mata mencari ridha-Mu, mendekatkan diri pada-Mu, dan memohon agar Engkau membersihkan hatiku dari segala tirai agar aku dapat mengenal-Mu dengan Basirah yang benar." Jangan sekali-kali menyebutkan niat untuk 'membuka mata batin' demi melihat makhluk gaib atau mencari kesaktian, karena ini akan mengotori wirid Anda dan menarik gangguan.
Urutan memulai wirid yang disarankan:
Langkah-langkah ini berfungsi membersihkan aura, memohon rahmat, dan menyiapkan koneksi spiritual sebelum memasuki inti wirid. Ini adalah langkah wajib yang menunjukkan adab kita kepada Allah dan Rasul-Nya sebelum meminta karunia Basirah.
Terdapat beberapa tingkatan wirid Surah Al Ikhlas. Pilihlah yang paling realistis untuk Anda mulai, dan tingkatkan secara bertahap seiring dengan meningkatnya kapasitas spiritual Anda:
Ini adalah jumlah minimal yang disarankan untuk mempertahankan kejernihan hati. Lakukan setelah shalat Subuh atau Tahajjud. Pembacaan 100 kali ini harus dilakukan dalam satu sesi tanpa terputus oleh pembicaraan duniawi. Fokuskan pada arti "Ahad" pada setiap pengucapan. Praktik ini berfungsi sebagai pelindung harian dari energi negatif dan sebagai pupuk bagi Basirah yang telah ada.
Untuk niat membuka Basirah secara lebih intensif, 1000 kali pembacaan adalah angka yang sering digunakan dalam riyadhah. Ini idealnya dilakukan pada sepertiga malam terakhir. Pengamalan ini biasanya membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua jam, tergantung kecepatan bacaan. Tantangan terbesar dalam sesi 1000 kali adalah menjaga khusyuk. Jika hati lalai, hitungan tersebut tidak akan dihitung secara spiritual. Metode ini harus dipertahankan selama minimal 7 hari berturut-turut, atau bahkan 40 hari (seperti periode khalwat atau uzlah), jika memungkinkan.
Angka ini biasanya dilakukan dalam periode riyadhah yang sangat ketat (misalnya, puasa mutih atau puasa Daud). Praktik ini membutuhkan bimbingan seorang mursyid yang mumpuni. Tujuannya adalah mencapai titik fana' (peleburan diri) dalam Tauhid, di mana Surah Al Ikhlas tidak lagi hanya dibaca oleh lisan, tetapi menjadi dzikir yang mengalir dari setiap pori-pori dan detak jantung. Pembacaan puluhan ribu kali ini sangat berat dan hanya disarankan bagi mereka yang telah memiliki fondasi spiritual yang sangat kokoh. Kesalahan dalam praktik intensif ini dapat menyebabkan guncangan jiwa.
Tips Kunci dalam Wirid: Gunakan tasbih digital atau manual untuk menjaga hitungan, tetapi jangan biarkan perhatian Anda terpaku pada angka. Biarkan hitungan menjadi latar belakang bagi fokus batin Anda pada maknanya. Setiap kali Anda merasa lalai, tarik napas dalam-dalam, ucapkan Istighfar, dan kembali fokus pada "Allahu Ahad."
Wirid tanpa tafakkur (perenungan) hanyalah gerakan bibir. Inti dari praktik ini adalah Muraqabah (pengawasan diri dan koneksi). Setelah selesai membaca, jangan langsung beranjak. Luangkan waktu 15-30 menit untuk duduk diam, merenungkan:
Fase tafakkur ini adalah jembatan antara dzikir lisan dan dzikir hati (dzikir qalbi). Jika berhasil, Anda mungkin merasakan kedamaian mendalam, kejernihan pikiran, atau bahkan getaran ringan di area jantung. Ini adalah tanda-tanda awal bahwa hati mulai peka.
Proses Muraqabah harus dilakukan dengan ketenangan yang paripurna. Setelah energi wirid yang intensif, tubuh dan pikiran mungkin terasa lelah, namun hati harus tenang. Duduklah dalam posisi yang nyaman, menutup mata, dan 'dengarkan' hati Anda. Jangan mencari suara, jangan mencari gambaran. Hanya mencari kehadiran Ilahi. Basirah (mata batin) adalah pandangan hati. Ia muncul ketika semua hiruk pikuk akal dan nafsu mereda, dan hanya Tauhid yang tersisa. Ini adalah tujuan puncak dari riyadhah Surah Al Ikhlas, yakni mencapai kondisi di mana jiwa terasa ringan, bebas dari beban dualitas dan harapan makhluk.
Beberapa praktisi spiritual menekankan pentingnya visualisasi dalam Muraqabah, namun dalam kerangka Islam murni, visualisasi tidak boleh mengarah pada penggambaran fisik Tuhan. Sebaliknya, visualisasi harus berfokus pada sifat-sifat-Nya yang agung. Ketika menyebut As-Samad, rasakan diri Anda kosong dari kebutuhan dan dipenuhi oleh kekuatan Allah. Ketika menyebut Lam Yalid wa Lam Yuulad, rasakan diri Anda terbebas dari rantai sebab-akibat duniawi. Kekuatan imajinasi yang dikendalikan oleh Tauhid ini adalah alat yang sangat kuat untuk membongkar tirai-tirai yang menghalangi Basirah.
Perjalanan membuka mata batin melalui jalur Surah Al Ikhlas adalah perjalanan yang aman karena ia berlandaskan Tauhid, namun bukan berarti tanpa tantangan dan bahaya yang harus dihindari. Etika spiritual adalah hal yang membedakan seorang salik (penempuh jalan Tuhan) dari sekadar pemburu kemampuan.
Hambatan terbesar datang dari diri sendiri. Selama riyadhah, Anda mungkin menghadapi:
Basirah (pandangan batin) sejati yang lahir dari Surah Al Ikhlas akan selalu membawa ketenangan, hikmah, dan peningkatan rasa takut serta cinta kepada Allah. Basirah sejati tidak pernah mendorong kepada kemaksiatan atau kesombongan.
Ciri-ciri hasil yang benar:
Sebaliknya, jika yang muncul adalah rasa sombong, dorongan untuk meramal, atau melihat hal-hal gaib tanpa disertai peningkatan akhlak dan ibadah, itu besar kemungkinan adalah hasil dari bisikan nafsu atau gangguan jin yang mencoba mengelabui Anda, bukan Basirah sejati. Dalam kasus ini, Anda harus segera menghentikan wirid intensif, beristighfar, dan kembali ke fondasi dasar ibadah wajib.
Perluasan penjelasan tentang gangguan: Dalam banyak kasus, ketika seseorang melakukan riyadhah spiritual yang intensif, terjadi penipisan hijab (tirai) yang normalnya melindungi kesadaran kita dari alam gaib. Apabila hati belum sepenuhnya dibersihkan—masih ada sisa-sisa keinginan duniawi atau sedikit syirik khafi—maka yang pertama kali muncul dan terlihat bukanlah cahaya Basirah, melainkan entitas-entitas dari alam jin yang memang berada di lapisan terluar dari hijab tersebut. Mereka mencoba menampakkan diri, menawarkan janji-janji palsu, atau bahkan memberikan "informasi" yang seolah-olah berasal dari sumber suci. Jika Anda merasa mendapatkan informasi yang membuat Anda merasa istimewa, mulailah curiga. Informasi sejati dari Basirah adalah informasi tentang diri Anda sendiri, tentang hakikat Tauhid, dan bukan rahasia masa depan orang lain.
Untuk mengamankan diri dari gangguan, selain Surah Al Ikhlas itu sendiri, perkuat dengan wirid Surah Al Falaq dan An Nas (Muawwidzatain). Surah Al Ikhlas membersihkan hati dari dalam, sementara Muawwidzatain melindungi dari gangguan luar. Jaga tiga surah ini sebagai benteng spiritual Anda selama dan setelah periode riyadhah intensif. Praktisi yang bijak tahu bahwa kekuatan sejati terletak pada pengendalian diri dan kesadaran bahwa Mata Batin adalah alat, bukan tujuan akhir.
Pembukaan mata batin adalah sebuah permulaan, bukan akhir. Setelah periode riyadhah yang intensif, fase yang paling krusial adalah menjaga hasil tersebut. Mata batin yang telah terbuka karena Al Ikhlas dapat tertutup kembali jika konsistensi spiritual melemah atau jika hati kembali dipenuhi oleh kecintaan pada dunia.
Agar Basirah tetap aktif dan jernih, Surah Al Ikhlas harus diintegrasikan ke dalam seluruh aspek kehidupan, tidak hanya saat wirid. Setiap tindakan, setiap ucapan, dan setiap keputusan harus dicerminkan dengan Tauhid murni:
Inilah yang dimaksud dengan istiqamah sejati—keteguhan hati dalam Tauhid yang menjadi perisai dan penopang Basirah Anda. Tanpa istiqamah, karunia mata batin hanyalah bunga api yang cepat padam.
Bagi salik yang menempuh jalan Al Ikhlas, manifestasi terbukanya mata batin mungkin tidak berupa penampakan visual spektakuler. Seringkali, manifestasi tersebut jauh lebih halus dan mendalam:
Ingatlah, karunia ini bersifat pribadi dan harus dijaga kerahasiaannya. Jika Anda menggunakannya untuk tujuan pamer atau kepentingan diri sendiri, Anda berisiko kehilangan karunia tersebut dan jatuh dalam jebakan spiritual yang disebut istidraj (pemberian kemampuan padahal dalam keadaan durhaka).
Meskipun Surah Al Ikhlas adalah jalan yang murni dan lurus, melakukan riyadhah intensif tanpa bimbingan dapat berbahaya. Seorang mursyid atau guru spiritual yang kompeten akan membantu Anda:
Jika guru fisik tidak tersedia, jadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai guru utama Anda, dan Surah Al Ikhlas sebagai pemandu batin yang menuntun Anda kepada Tauhid sejati. Jalan ini adalah jalan yang murni, terhindar dari persekutuan dan energi rendah. Seluruh proses ini adalah pengembalian kepada fitrah, di mana hati manusia secara alami dapat melihat kebenaran ketika tidak terhalang oleh fatamorgana dunia.
Penekanan pada bimbingan seorang Mursyid adalah untuk menghindari penyimpangan filosofis. Ketika mencapai tahapan tertentu dalam wirid Al Ikhlas, seseorang mungkin mulai mengalami sensasi atau pemikiran yang radikal tentang eksistensi, seperti rasa bahwa 'dirinya lenyap' atau 'bersatu dengan alam semesta'. Interpretasi yang salah terhadap pengalaman ini bisa menjerumuskan seseorang pada paham hulul (penitisan) atau ittihad (penyatuan), yang bertentangan dengan Tauhid murni. Mursyid yang benar adalah orang yang telah melewati fase-fase tersebut dan mampu menjaga muridnya tetap berada dalam koridor syariat dan keyakinan Ahlussunnah Wal Jamaah, memastikan bahwa setiap pengalaman spiritual diinterpretasikan sebagai refleksi dari keagungan Allah, bukan sebagai klaim ketuhanan diri sendiri.
Oleh karena itu, sebelum memulai riyadhah yang melibatkan pembacaan Surah Al Ikhlas ribuan kali, pastikan Anda telah memperdalam ilmu fiqih dan tauhid Anda. Ilmu adalah cahaya yang menjaga Anda dari kegelapan kebodohan spiritual. Mata batin tidak akan terbuka sempurna jika fondasi keilmuan agama Anda rapuh. Kekuatan Surah Al Ikhlas terletak pada ilmu yang dikandungnya, dan hanya dengan pemahaman ilmulah, energi spiritual tersebut dapat diserap dengan benar.
Terakhir, proses ini memerlukan kesabaran yang luar biasa. Allah berfirman: "Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat." (QS Al Baqarah: 45). Sabar di sini mencakup ketekunan dalam wirid harian, kesabaran dalam menghadapi godaan, dan kesabaran dalam menanti hasil. Mata batin adalah hadiah, bukan hak. Ia mungkin terbuka setelah tujuh hari, 40 hari, atau bahkan setelah bertahun-tahun konsistensi. Kunci keberhasilan terletak pada pelepasan ekspektasi waktu dan penyerahan total pada kehendak Al-Ahad, yang Maha Mengetahui waktu terbaik bagi hamba-Nya untuk menerima karunia Basirah.
Membuka mata batin dengan Surah Al Ikhlas adalah jalan suci menuju kejernihan hati, yang berakar pada Tauhid yang kokoh. Ini adalah jalan yang menolak campur tangan selain Allah, dan karenanya merupakan jalur spiritual yang paling aman dan paling tinggi nilainya. Ingatlah bahwa kekuatan Surah Al Ikhlas bukanlah mantra, melainkan refleksi dari keesaan Ilahi. Ketika hati Anda selaras dengan Keesaan ini, realitas di balik tabir akan tampak jernih.
Lanjutkan praktik Anda dengan penuh cinta, ketekunan, dan keikhlasan. Biarkan Basirah menjadi hadiah yang memperdalam ibadah Anda, bukan ambisi yang membelokkan fokus Anda dari tujuan akhir: Ridha Allah SWT. Surah Al Ikhlas adalah warisan Nabi, kunci kesucian, dan jalan pintas menuju Ma'rifatullah.
Konsistensi dan integritas spiritual setelah terbukanya mata batin adalah ujian yang lebih besar daripada proses pembukaannya itu sendiri. Jangan pernah menghentikan wirid harian Anda. Bahkan setelah merasa telah mencapai pencerahan, Surah Al Ikhlas harus tetap menjadi dzikir harian Anda. Lisan dan hati harus terus mengucapkan "Qul Huwallahu Ahad" untuk menjaga hati tetap berjarak dari ilusi dunia. Inilah yang dimaksud dengan kehidupan yang murni dan sejati: hidup dalam kesadaran Tauhid, di mana setiap momen adalah ibadah, dan setiap pandangan adalah Basirah.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk menempuh jalan yang murni ini, dan menganugerahi kita Basirah yang membawa kita semakin dekat kepada-Nya.
Jalan spiritual yang dipilih melalui Surah Al Ikhlas ini membedakan dirinya dari praktik-praktik mistik lain yang mungkin menggunakan jampi-jampi atau perjanjian dengan entitas gaib. Surah Al Ikhlas adalah anti-syirik; ia adalah penetralisir total dari energi-energi yang bertentangan dengan Tauhid. Dengan berpegang teguh pada surah ini, kita memastikan bahwa segala bentuk pembukaan spiritual yang terjadi adalah murni karunia (fadhilah) dari Allah, dan bukan hasil dari pertukaran atau kontrak spiritual yang merugikan. Ini memberikan ketenangan batin karena kita tahu bahwa energi yang kita tarik adalah energi rahmaniyah, bukan energi rendah yang membutuhkan tumbal atau pengorbanan non-etis.
Pada akhirnya, kesuksesan dalam membuka mata batin bukanlah tentang 'melihat' sesuatu secara visual, melainkan tentang 'merasa' kehadiran Ilahi secara mendalam. Mata batin yang sesungguhnya adalah peningkatan kualitas hati yang memungkinkan seseorang untuk merasakan kedekatan Allah (muraqabah) di setiap detik kehidupannya. Ini adalah keadaan di mana Anda melihat keburukan dan segera menghindar, melihat kebaikan dan segera mengejar, bukan karena takut hukuman, tetapi karena cinta yang mendalam terhadap Al-Ahad. Ini adalah tujuan akhir dari riyadhah Al Ikhlas: mencapai tingkatan Ihsan, yaitu menyembah Allah seolah-olah Anda melihat-Nya, dan jika Anda tidak melihat-Nya, Dia pasti melihat Anda.
Latihan konsentrasi harian, meskipun hanya sepuluh menit, untuk merenungkan bahwa "Hanya Dia yang Ada," akan menghasilkan perubahan batin yang kumulatif. Perubahan batin inilah yang secara perlahan mengikis tirai. Surah Al Ikhlas adalah kunci pembebasan dari penjara ego dan ilusi materi. Ketika ego telah dileburkan oleh panasnya Tauhid, Basirah akan muncul sebagai cermin jernih yang memantulkan kebenaran absolut. Mulailah hari ini, dengan niat yang murni dan istiqamah yang tak tergoyahkan. Setiap hitungan adalah langkah menuju kebebasan sejati.