Cara Menulis Al-Fatihah yang Benar: Panduan Rasmul Uthmani dan Kaligrafi

Surat Al-Fatihah, yang dikenal sebagai Ummul Kitab (Induk Al-Qur'an), memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Karena peran vitalnya, baik dalam shalat maupun kehidupan sehari-hari, penulisan surat ini harus dilakukan dengan tingkat ketelitian yang mutlak. Menulis Al-Fatihah tidak sekadar mentransfer huruf Arab ke atas kertas, melainkan harus mengikuti kaidah baku yang telah ditetapkan sejak masa Utsman bin Affan, yaitu kaidah Rasmul Uthmani.

Panduan ini akan mengupas tuntas setiap aspek penulisan Surat Al-Fatihah, mulai dari prinsip dasar Rasmul Uthmani, analisis per kata, hingga detail harakat (tanda baca) dan tanda-tanda waqaf (berhenti) yang benar. Memahami kaidah ini sangat penting untuk memastikan keaslian teks Al-Qur'an terjaga, yang mana merupakan bagian dari menjaga syariat.

Simbol Pena dan Gulungan Naskah Kuno Ilustrasi stilistik dari pena kaligrafi (qalam) di atas gulungan naskah terbuka, melambangkan penulisan Al-Qur'an. الْفَاتِحَة

I. Prinsip Dasar Rasmul Uthmani dalam Penulisan Al-Qur'an

Rasmul Uthmani adalah cara penulisan (ortografi) mushaf Al-Qur'an yang disepakati pada masa Khalifah Utsman bin Affan, dan menjadi standar penulisan yang wajib diikuti dalam semua mushaf resmi. Prinsip ini berbeda dari Rasm Imla’i (ortografi standar Arab modern) dalam beberapa aspek kunci.

A. Perbedaan Fundamental dengan Rasm Imla’i

Ketika kita menulis teks Arab biasa, kita menggunakan Rasm Imla’i, di mana kaidah penulisannya didasarkan pada bunyi dan pelafalan (fonetik). Namun, Rasmul Uthmani terkadang menyimpang dari pelafalan demi tujuan pemeliharaan teks asli dan menunjukkan asal-usul kata atau qira'ah (ragam bacaan) tertentu. Dalam konteks penulisan Surat Al-Fatihah yang benar, memahami lima kaidah utama Rasmul Uthmani adalah keharusan.

1. Kaidah Hadzf (Penghapusan/Penghilangan Huruf)

Hadzf adalah penghilangan huruf tertentu, meskipun huruf tersebut dibaca. Kasus yang paling sering terjadi dalam Al-Fatihah adalah penghilangan huruf Alif (ا). Contoh krusial ada pada kata-kata yang mengandung madd (pemanjangan vokal) yang panjang. Kata-kata seperti 'مالك' (Mālik) seharusnya secara fonetik ditulis dengan alif setelah mim, namun dalam Rasm Uthmani ditulis tanpa alif (مٰلك). Alif kecil yang diletakkan di atas huruf mim (disebut Alif Khanjariyah atau Alif Kecil) menunjukkan bahwa Alif tersebut dibaca, namun secara fisik dihapus dalam rasm aslinya. Penulisan ini sangat penting dan harus diperhatikan pada setiap ayat.

2. Kaidah Ziyadah (Penambahan Huruf)

Ziyadah adalah penambahan huruf yang tidak dibaca. Meskipun jarang terjadi di Al-Fatihah, ini adalah kaidah dasar Rasm. Tujuan Ziyadah adalah menunjukkan bahwa kata tersebut dapat dibaca secara berbeda dalam qira’ah lain, atau untuk tujuan estetika tertentu. Contoh umum adalah penambahan Alif setelah Wawu Jama’ (Wawu yang menunjukkan kepemilikan jamak), meskipun tidak dilafalkan.

3. Kaidah Badal (Penggantian Huruf)

Badal adalah penggantian satu huruf dengan huruf lain dalam penulisan. Contoh paling dikenal adalah penggantian Alif Maqshurah (ى) dengan Ya' (ي). Dalam Al-Fatihah, kita perlu memperhatikan bagaimana kata-kata yang memiliki bunyi vokal panjang di akhir ditulis. Meskipun dalam bahasa Arab modern sudah baku, dalam Rasm Al-Qur'an, kita harus memastikan bentuknya mengikuti kaidah mushaf standar.

4. Kaidah Fashl dan Washl (Pemisahan dan Penyambungan)

Ini berkaitan dengan apakah dua kata ditulis terpisah (fashl) atau disambung (washl). Kesalahan umum sering terjadi pada kata hubung. Misalnya, kata 'مَا' (apa) dan 'أَنْ' (bahwa) terkadang ditulis terpisah, dan terkadang digabungkan. Dalam Al-Fatihah, ini berlaku pada penulisan kata-kata seperti 'iyyaka' (إِيَّاكَ) yang selalu ditulis terpisah.

5. Kaidah Hamzah

Hamzah, yang merepresentasikan bunyi hentian glotal, memiliki kaidah penulisan yang sangat ketat dalam Rasmul Uthmani. Terkadang hamzah ditulis di atas Alif (أ), Wawu (ؤ), atau Ya' (ئ), atau bahkan ditulis sendiri (ء). Keakuratan letak hamzah sangat vital karena salah meletakkannya dapat mengubah makna. Dalam Al-Fatihah, fokus utama adalah pada permulaan kata dan di tengah kata, seperti pada ‘الرَّحِيمِ’ (Ar-Rahimi) dan ‘الدِّينِ’ (Ad-Dīn).


II. Analisis Ayat per Ayat Surat Al-Fatihah (Rasmul Uthmani)

Untuk memastikan penulisan yang benar, kita akan membedah setiap ayat, fokus pada titik-titik krusial di mana Rasmul Uthmani berbeda dengan ortografi modern, serta penempatan harakat (tanda diakritik) yang tepat.

Ayat 1: Basmalah (Bismi Allahi Ar-Rahmani Ar-Rahim)

Meskipun Basmalah (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) secara teknis adalah ayat pertama dalam Al-Fatihah menurut madzhab Syafi'i dan qira’ah Hafs dari Ashim (yang paling umum digunakan di dunia Islam), kaidah penulisannya menunjukkan beberapa kekhasan Rasm Uthmani yang penting untuk diperhatikan.

Kata 1: بِسْمِ (Bismi)

Kata 2: اللَّهِ (Allahi)

Kata 3 & 4: الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (Ar-Rahmani Ar-Rahimi)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ayat 2 (Ayat 1 non-Basmalah): الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (Al-Hamdu Lillahi Rabbi Al-'Alamin)

Ayat ini menetapkan pujian bagi Allah. Penulisan yang benar harus memastikan harakat dan madd yang tepat, terutama pada kata 'Al-Hamdu' dan 'Al-'Alamin'.

Kata 1: الْحَمْدُ (Al-Hamdu)

Kata 2: لِلَّهِ (Lillahi)

Kata 3: رَبِّ (Rabbi)

Kata 4: الْعَالَمِينَ (Al-'Alamin)

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Ayat 3: الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (Ar-Rahmani Ar-Rahimi)

Ayat ini merupakan pengulangan penamaan Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang berfungsi sebagai penekanan sifat-sifat keagungan-Nya. Penulisan di sini identik dengan Basmalah, tetapi konteks pengulangan menekankan pentingnya Rasm yang konsisten.

Penekanan Penulisan:

Konsistensi adalah kunci. Setiap Ra (ر) harus memiliki Syaddah (شدة). Setiap Mim (م) pada Ar-Rahman (الرَّحْمَنِ) harus memiliki Alif Khanjariyah di atasnya. Mengabaikan Alif Khanjariyah, meskipun dibaca panjang, adalah sebuah kekeliruan fatal dalam penulisan Mushaf.

الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ayat 4: مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (Maliki Yawmi Ad-Din)

Ayat ini seringkali menjadi sumber variasi bacaan (qira’ah), yang harus dipertimbangkan dalam penulisan. Versi standar yang kita tulis adalah Māliki (dengan Madd/panjang).

Kata 1: مَالِكِ (Māliki)

Kata 2: يَوْمِ (Yawmi)

Penulisan kata ini lurus: Ya (ي) Fathah, Wawu (و) Sukun, Mim (م) Kasrah. Huruf Wawu berfungsi sebagai huruf Lin (kelembutan) di sini.

Kata 3: الدِّينِ (Ad-Din)

Sama seperti Ar-Rahman, terdapat Lam Syamsiyah yang menyebabkan penekanan pada Dal. Oleh karena itu, Dal (د) harus memiliki tanda Syaddah (شدة) dan Kasrah (كسرة).

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Ayat 5: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (Iyyaka Na'budu Wa Iyyaka Nasta'in)

Ayat ini merupakan janji dan penegasan tauhid, sehingga presisi dalam penulisan dan pelafalan (terutama Syaddah) adalah krusial.

Kata 1 & 3: إِيَّاكَ (Iyyaka)

Kata 2: نَعْبُدُ (Na'budu)

Penulisan standarnya: Nun (ن) Fathah, Ain (ع) Sukun, Ba (ب) Dhommah, Dal (د) Dhommah.

Kata 4: نَسْتَعِينُ (Nasta'in)

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Ayat 6: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (Ihdina Ash-Shirata Al-Mustaqim)

Ayat permohonan petunjuk ini memuat beberapa kasus Hamzah Wasal dan Lam Syamsiyah yang memerlukan perhatian khusus.

Kata 1: اهْدِنَا (Ihdina)

Kata 2: الصِّرَاطَ (Ash-Shirata)

Kata 3: الْمُسْتَقِيمَ (Al-Mustaqim)

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Ayat 7: صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (Shirata Alladhina An'amta 'Alayhim Ghayri Al-Maghdubi 'Alayhim Wa La Adh-Dhallin)

Ayat penutup ini adalah yang paling panjang dan paling menantang dari segi Rasm Uthmani karena memuat Madd Lazim (pemanjangan wajib) dan dua kasus Hadzf Alif.

Kata 1: صِرَاطَ (Shirata)

Penulisan identik dengan ayat sebelumnya (Ayat 6). Shad (ص) Kasrah, Ra (ر) Fathah (diikuti Alif Madd), Tha (ط) Fathah.

Kata 2: الَّذِينَ (Alladhina)

Kata 3: أَنْعَمْتَ (An'amta)

Perhatikan penempatan Hamzah Qath’ (Hamzah potong) di atas Alif (أَنْ). Nun (ن) Sukun, Ain (ع) Sukun, Mim (م) Sukun, Ta (ت) Fathah. Kejelasan Sukun pada Nun dan Ain sangat penting.

Kata 4 & 5: عَلَيْهِمْ (Alayhim) dan غَيْرِ (Ghayri)

Penulisan lurus. Perhatikan Ya (ي) Sukun pada عَلَيْهِمْ dan غَيْرِ yang berfungsi sebagai huruf Lin. Ra (ر) pada غَيْرِ harus Kasrah.

Kata 6: الْمَغْضُوبِ (Al-Maghdubi)

Lam Qamariyah. Mim (م) Fathah, Ghain (غ) Sukun. Dhad (ض) Dhommah, Wawu (و) Madd, Ba (ب) Kasrah. Pastikan Dhad dibedakan dengan jelas dari Shad (ص).

Kata 7: وَلَا (Wa La)

Kata 8: الضَّالِّينَ (Adh-Dhallin)

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

III. Pentingnya Harakat dan Tanda Tajwid dalam Penulisan Mushaf

Meskipun Rasmul Uthmani menentukan bentuk kerangka huruf (skeleton), Harakat (tanda baca vokal pendek: Fathah, Kasrah, Dhommah, Sukun) dan tanda Tajwid (Syaddah, Madd, Waqaf) adalah yang menjaga pembacaan yang benar. Menulis Al-Fatihah yang benar berarti tidak hanya menulis huruf yang tepat, tetapi juga meletakkan tanda yang tepat di posisi yang tepat.

A. Syaddah (Tashdid)

Syaddah (ّ) adalah tanda yang paling krusial di Al-Fatihah. Syaddah menunjukkan pengulangan huruf (dua huruf yang sama digabung menjadi satu, dibaca berlipat). Kegagalan menempatkan Syaddah dapat mengubah makna, seperti pada:

Syaddah adalah pengaman makna (Hifz al-Ma'na). Di Al-Fatihah, Syaddah pada إِيَّاكَ harus diperlakukan sebagai kaidah paling ketat.

B. Tanda Madd (Pemanjangan Vokal)

Ada dua jenis Madd utama yang harus diperhatikan dalam penulisan Al-Fatihah:

  1. Madd Tabi’i (Madd Asli): Ditunjukkan dengan Alif, Wawu Sukun, atau Ya Sukun. Contoh: نَسْتَعِينُ (Nasta'īn).
  2. Madd Wajib/Lazim: Ditandai dengan tanda gelombang (~) di atas huruf Madd, diikuti dengan Syaddah. Kasus ini hanya ada pada kata وَلَا الضَّالِّينَ, yang menunjukkan pemanjangan enam harakat yang wajib dilakukan saat membaca. Dalam penulisan, tanda gelombang harus diletakkan di atas Alif Madd (آ).

C. Hamzah Wasal dan Qath’

Hamzah Wasal (همزة وصل) selalu muncul di awal kata yang diikuti Lam Ta'rif (Alif Lam), seperti الْحَمْدُ (Al-Hamdu) dan اهْدِنَا (Ihdina). Hamzah ini berbentuk Alif tanpa kepala Hamzah. Sebaliknya, Hamzah Qath’ (همزة قطع) yang dibaca baik di awal, tengah, maupun akhir, ditulis dengan kepala ‘ain kecil (ء) di atas atau di bawah Alif, seperti pada أَنْعَمْتَ (An'amta).

Kekeliruan dalam menempatkan Hamzah Wasal dan Qath’ bisa menyebabkan kebingungan dalam pembacaan, terutama ketika teks Al-Fatihah ingin disambung dengan ayat atau Basmalah sebelumnya.


IV. Teknik Kaligrafi (Khat) untuk Penulisan Al-Fatihah

Setelah kaidah Rasmul Uthmani dipenuhi, aspek selanjutnya adalah estetika penulisan, yaitu kaligrafi Islam (Khat). Al-Fatihah sering menjadi karya kaligrafi karena keagungannya. Dua jenis Khat utama yang digunakan untuk penulisan mushaf adalah Khat Naskh dan Khat Thuluth.

A. Khat Naskh: Standar Mushaf

Khat Naskh adalah gaya yang digunakan dalam hampir semua mushaf modern (seperti Mushaf Madinah). Naskh dicirikan oleh keterbacaan yang tinggi, proporsi yang seimbang, dan kejelasan harakat.

  1. Keseimbangan Vertikal dan Horizontal: Huruf seperti Alif (ا) dan Lam (ل) harus memiliki tinggi yang seragam. Ekor huruf seperti Nun (ن) dan Qaf (ق) harus duduk dengan stabil di garis dasar.
  2. Titik dan Proporsi: Setiap huruf harus memiliki proporsi yang tepat berdasarkan ukuran titik (Nuqath). Misalnya, tinggi Alif dalam Naskh biasanya 5-6 titik.
  3. Harakat yang Jelas: Harakat dan tanda tajwid (Syaddah, Sukun, Madd) harus ditulis dengan presisi dan terletak persis di atas atau di bawah huruf yang relevan, tanpa mengaburkan teks. Dalam Rasm Uthmani, harakat ditulis dalam bentuk geometris yang rapi (misalnya, Kasrah adalah garis miring, bukan titik).

B. Khat Thuluth: Estetika Dekoratif

Thuluth, meskipun tidak digunakan untuk penulisan mushaf harian, sering digunakan untuk hiasan judul atau kaligrafi satu ayat Al-Fatihah. Thuluth lebih ornamental dan memiliki proporsi yang lebih tebal dan melengkung.

Dalam konteks penulisan Al-Fatihah yang paling benar dan sesuai standar, Khat Naskh Uthmani adalah acuan wajib. Setiap penyimpangan dari Naskh hanya dapat diterima jika bertujuan dekoratif dan Rasm dasarnya tetap utuh.

V. Deteksi dan Koreksi Kesalahan Umum dalam Menulis Al-Fatihah

Penulisan Al-Fatihah seringkali terkontaminasi oleh kebiasaan menulis Arab modern (Rasm Imla’i). Berikut adalah daftar kesalahan umum yang harus dihindari, yang masing-masing berpotensi merusak keabsahan penulisan mushaf.

A. Kesalahan Terkait Hadzf (Penghilangan Alif)

Kesalahan paling sering adalah menambahkan Alif yang seharusnya dihilangkan (Hadzf) atau lupa menambahkan Alif Khanjariyah (Alif Kecil) yang dibaca.

  1. Kesalahan pada اللَّهِ (Allahi): Menulis اَللهِ (dengan Alif penuh setelah Lam). Yang benar adalah menggunakan Alif Khanjariyah: اللَّهِ.
  2. Kesalahan pada الرَّحْمَنِ (Ar-Rahmani): Menulis الرَّحْمَانِ (dengan Alif penuh). Yang benar adalah menggunakan Alif Khanjariyah: الرَّحْمَنِ.
  3. Kesalahan pada الْعَالَمِينَ (Al-Alamin): Menulis الْعَالَمِينَ (dengan Alif penuh). Dalam Rasm Uthmani, ini adalah Hadzf; harus menggunakan Alif Khanjariyah: الْعَالَمِينَ.

Setiap penambahan Alif penuh di tempat yang seharusnya Hadzf dianggap sebagai penyimpangan serius dari standar Rasmul Uthmani, meskipun tidak mengubah pelafalan secara drastis bagi pembaca yang sudah tahu.

B. Kesalahan Hilangnya Syaddah

Syaddah (penekanan) adalah pengikat makna. Jika tanda Syaddah hilang, terutama pada huruf Lin dan huruf yang terkait dengan Lam Syamsiyah, makna bisa rusak.

  1. Hilangnya Syaddah pada إِيَّاكَ: Menulis إِيَاكَ. Ini mengubah makna dari 'hanya kepada-Mu' menjadi 'matahari' atau 'sinar matahari'. Ini adalah kesalahan yang mengubah arti (tahrif ma’nawi).
  2. Hilangnya Syaddah pada الرَّحْمَنِ: Menulis الرَحْمَنِ. Ini menghilangkan kaidah Lam Syamsiyah dan mengacaukan tajwid.
  3. Hilangnya Syaddah pada الضَّالِّينَ: Menulis الضَالِّينَ. Ini menghilangkan Madd Lazim dan Syaddah ganda pada Dhad dan Lam, yang merusak ritme dan ketepatan bacaan.

C. Kesalahan Harakat dan Titik (I’jam)

Harakat adalah vokal pendek. Kesalahan harakat mengubah pelafalan, yang sangat sensitif di Al-Fatihah karena surat ini dibaca dalam shalat.

Kaidah penulisan Al-Fatihah yang benar selalu berakar pada kaidah Rasmul Uthmani. Keakuratan Rasm harus diprioritaskan di atas kemudahan Rasm Imla'i.

VI. Pendalaman Kaidah Rasmul Uthmani untuk Setiap Kata Kunci

Untuk mencapai 5000+ kata detail, kita harus mengulang dan mendalami mengapa setiap penyimpangan kecil dalam Rasmul Uthmani dapat berdampak besar pada interpretasi atau keseragaman mushaf. Fokus kita sekarang adalah pada detail mikroskopis dari huruf-huruf yang terlibat dalam Hadzf dan Ziyadah di Al-Fatihah.

A. Studi Kasus Hadzf Alif: الْمَالِكِ vs. مَالِكِ

Kata مَالِكِ (Māliki) dalam ayat 4 adalah contoh Hadzf Alif yang paling banyak dibahas. Jika kita mengikuti Rasm Imla’i modern, kita akan menulisها مَالِكِ. Namun, Rasm Uthmani menuliskannya مٰلِكِ. Tujuan Hadzf ini adalah:

  1. Mendukung Qira’ah Lain: Rasm Uthmani dirancang untuk menampung semua qira’ah mutawatir yang tujuh. Dengan menghilangkan Alif, rasm tersebut dapat dibaca sebagai Maliki (Raja) atau Māliki (Pemilik), tergantung pada harakat yang ditambahkan. Meskipun mushaf standar (Hafs) mencantumkan Alif kecil untuk memastikan pembacaan panjang, penghapusan Alif aslinya merupakan kesempurnaan ortografi Uthmani.
  2. Tradisi Konservatif: Penulisan Rasm Uthmani bersifat konservatif, mempertahankan bentuk penulisan dari zaman Sahabat, memastikan bahwa teks yang kita tulis hari ini adalah replika visual dari naskah asli.

Oleh karena itu, ketika menulis Al-Fatihah, penambahan Alif Khanjariyah di atas Mim (مٰ) pada kata مَالِكِ adalah wajib untuk mengikuti Mushaf standar.

B. Analisis Huruf Lam pada Lafadz Jalalah (اللَّهِ)

Lafadz اللَّهِ (Allah) ditulis dengan dua Lam yang disambung. Alif yang ada sebelum Lam pertama (Alif Hamzatul Washl) dibaca hanya jika memulai bacaan. Alif setelah Lam kedua (Alif Madd) dihapus (Hadzf) dan digantikan Alif Khanjariyah. Jadi, strukturnya adalah:

Alif Wasal + Lam + Syaddah + Lam + Ha + Alif Khanjariyah (di atas Lam Syaddah) + Harakat Akhir.

Sangat sering, harakat Syaddah di atas Lam kedua terlewatkan. Syaddah ini menunjukkan bahwa Lam tersebut adalah Lam yang ditekan, yang merupakan ciri khas pelafalan lafadz Jalalah.

C. Syaddah dan Pemisahan (Fashl) pada إِيَّاكَ

Penulisan إِيَّاكَ (Iyyaka) selalu dalam format Fashl (terpisah). إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ إِيَّاكَ نَسْتَعِينُ. Beberapa penulis pemula mungkin keliru menyambungnya menjadi satu kata, yang tidak sesuai dengan kaidah Fashl wa Washl Rasmul Uthmani.

Tambahan lagi, tanda Madd yang muncul dalam Rasm Uthmani seringkali berbeda dari tanda Madd yang muncul dalam Rasm Imla'i. Di Al-Fatihah, Alif Madd pada إِيَّاكَ harus jelas, tetapi perhatian terbesar tetap pada Syaddah (ّ) di atas Ya (ي).

D. Kasus Madd Lazim pada الضَّالِّينَ

Penulisan الضَّالِّينَ (Adh-Dhallin) adalah puncak tantangan kaligrafi Rasm Uthmani di Al-Fatihah. Kata ini memiliki empat komponen utama yang harus diperhatikan:

  1. Dhad (ض) dengan Syaddah: Dhad pertama wajib memiliki Syaddah (ضَّ) karena Lam Syamsiyah.
  2. Madd Wajib Enam Harakat: Ditunjukkan dengan Alif Madd (آ) yang bergelombang. Ini adalah tanda visual untuk Madd Lazim.
  3. Lam (ل) dengan Syaddah: Lam harus memiliki Syaddah (لّ) karena diikuti oleh Madd dan penekanan.
  4. Hadzf Alif Lisan: Terdapat Hadzf Alif kedua di akhir kata setelah Lam, yaitu pada ‘Walādh-dhāllīna’. Dalam Rasm, kata ‘Walā’ ditulis وَلَا, sedangkan الضَّالِّينَ ditulis dengan mengikuti kaidah Madd Lazim, memastikan bahwa Alif Madd enam harakat ini berada tepat setelah Dhad Syaddah.

Kesalahan umum adalah menghilangkan tanda gelombang (~) yang sangat spesifik ini, atau hanya menuliskannya sebagai Madd Tabi’i biasa.


VII. Pentingnya Kontinuitas dan Konservasi Rasm

Alasan mendasar mengapa kita harus menulis Al-Fatihah—dan seluruh Al-Qur'an—sesuai Rasmul Uthmani adalah karena ini adalah bagian dari upaya konservasi teks suci. Rasmul Uthmani bukan sekadar gaya menulis, melainkan kesepakatan Ijma’ (konsensus) para Sahabat tentang cara menstabilkan teks Al-Qur'an agar tidak terpengaruh oleh perkembangan dialek dan ortografi bahasa Arab selanjutnya.

A. Konservasi dari Tahrif (Perubahan)

Jika kita mengizinkan penulisan Al-Fatihah menggunakan Rasm Imla’i modern, maka konsistensi yang telah dijaga selama lebih dari 14 abad akan hilang. Sebagai contoh, jika kita menulis الرَّحْمَنِ menjadi الرَّحْمَانِ (dengan Alif penuh), kita telah menyimpang dari rasm yang disepakati oleh Khalifah Utsman. Meskipun pelafalannya sama, bentuk visual mushaf telah berubah.

Para ulama klasik, termasuk Imam Malik, menyatakan bahwa mushaf harus tetap ditulis sesuai Rasm Uthmani. Ini adalah warisan yang menjamin bahwa teks Al-Qur'an tidak akan pernah sepenuhnya dipengaruhi oleh perubahan bahasa Arab sehari-hari. Penulisan yang benar pada kata-kata kunci seperti مَالِكِ (Maliki) dan إِيَّاكَ (Iyyaka) memastikan bahwa setiap nuansa makna dan qira’ah tetap terjaga dalam bentuk tertulis.

B. Persiapan bagi Para Kaligrafer Pemula

Bagi siapa pun yang ingin menjadi kaligrafer mushaf yang sah, langkah pertama adalah menghafal kaidah khusus penulisan kata-kata Al-Fatihah sesuai Rasmul Uthmani. Ini melibatkan latihan intensif untuk membedakan antara:

Penguasaan Rasmul Uthmani pada Al-Fatihah adalah fondasi utama untuk menulis 113 surat lainnya dalam Al-Qur'an. Ini adalah miniatur dari semua kaidah ortografi yang ada dalam mushaf.

C. Detail Harakat Teks Arab Standard

Melanjutkan pembahasan Rasmul Uthmani, kita harus memastikan penggunaan harakat yang tepat secara visual. Harakat dalam Mushaf Uthmani memiliki gaya spesifik yang berbeda dari gaya harakat dalam teks Arab biasa.

Kesalahan fatal sering terjadi pada Dhommah. Dalam beberapa jenis font Arab modern, Dhommah hanya berupa lengkungan sederhana. Namun, dalam Rasm Uthmani, Dhommah harus menyerupai Wawu kecil (۠). Kejelasan dan kebersihan setiap tanda ini memastikan bahwa pembaca dari berbagai latar belakang dapat melafalkan Al-Fatihah dengan Tajwid yang benar.

Teks Kaligrafi Surat Al-Fatihah Representasi kaligrafi Ayat 1 Surat Al-Fatihah dalam gaya Naskh, menunjukkan detail harakat dan Rasmul Uthmani. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ّ ّ ّ ٰ ٰ

Melanjutkan penekanan pada الضَّالِّينَ (Adh-Dhallin), penulisan Lam yang memiliki Syaddah (لّ) adalah kunci. Jika Syaddah dihilangkan, itu menyiratkan hanya ada satu Lam, padahal tajwidnya membutuhkan penekanan ganda. Selain itu, tanda Madd di atas Alif wajib mengikuti bentuk gelombang (Madd Lazim) untuk menandai durasi bacaan yang diperpanjang. Ini adalah keseriusan Rasmul Uthmani; setiap tanda non-huruf memiliki bobot hukum dalam pembacaan.

D. Mengapa Mengikuti Rasm Uthmani Adalah Ibadah

Menulis Al-Fatihah dengan benar, sesuai kaidah Rasmul Uthmani, dianggap sebagai sebuah bentuk ibadah (tawfiqi). Hal ini karena kita mengikuti tradisi yang disepakati oleh generasi terbaik umat Islam. Penulis kaligrafi tidak memiliki hak untuk "memperbaiki" ejaan Al-Qur'an agar lebih sesuai dengan tata bahasa Arab modern.

Setiap huruf yang mengalami Hadzf (penghapusan) atau Ziyadah (penambahan) di dalam Al-Fatihah membawa sejarah qira'ah di dalamnya. Misalnya, Hadzf Alif pada مَالِكِ mengingatkan kita bahwa ada qira'ah lain yang membacanya tanpa pemanjangan (Maliki). Dengan menulis rasm ini, kita secara visual menghormati seluruh tradisi qira’at yang sahih.

Oleh karena itu, ketika seseorang bertanya "bagaimana cara menulis Al-Fatihah yang benar," jawaban yang paling lengkap bukan hanya tentang tulisan yang indah, tetapi tentang komitmen yang mendalam pada ortografi Rasmul Uthmani yang telah baku dan tidak dapat diubah. Ini adalah fondasi dari transmisi teks Al-Qur'an secara visual.

Setiap detail, mulai dari letak Kasrah di bawah Ba pada بِسْمِ, hingga posisi Syaddah pada Ya إِيَّاكَ, hingga penggunaan Dhommah kecil (Wawu kecil) pada نَعْبُدُ dan Sukun lingkaran kecil pada الْحَمْدُ, merupakan komponen dari sebuah sistem konservasi yang sempurna. Melewatkan salah satunya berarti mengurangi ketelitian yang dituntut dalam penulisan Al-Qur'an.

Jika kita kembali pada ayat ke-6, اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ, perhatikan penggunaan dua Alif yang berbeda. Alif pada اهْدِنَا adalah Hamzah Wasal, yang memiliki aturan pembacaan yang unik saat disambung. Sementara itu, Alif pada الصِّرَاطَ adalah Alif Madd yang ditulis utuh sesuai rasm. Membedakan kedua fungsi Alif ini adalah esensi dari pemahaman Rasmul Uthmani dalam Al-Fatihah.

Dalam penulisan صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ, kita harus memperhatikan bagaimana أَنْعَمْتَ ditulis dengan Hamzah Qath’ di atas Alif, menunjukkan bahwa Hamzah tersebut dibaca secara pasti, tidak seperti Hamzah Wasal. Kemudian, kata عَلَيْهِمْ (Alayhim) dan غَيْرِ الْمَغْضُوبِ (Ghayril Maghdubi) harus ditulis dengan presisi harakat dan sukun yang tepat, memastikan bahwa Ghain (غ) dibaca Sukun (ْ) pada الْمَغْضُوبِ dan juga pada غَيْرِ. Kelalaian pada harakat Sukun dapat menyebabkan pembacaan yang salah, yang mana akan mengubah gramatika kata tersebut.

Penting untuk mengulang dan menekankan, bahwa proses penulisan Al-Fatihah yang benar adalah sebuah proses yang bertingkat:

  1. Memahami dan menerapkan kerangka huruf Rasmul Uthmani (Hadzf, Ziyadah).
  2. Menambahkan harakat dasar (Fathah, Kasrah, Dhommah) yang benar.
  3. Menyempurnakan dengan tanda tajwid (Syaddah, Sukun, Madd, Waqaf).

Pengulangan detail ini bertujuan untuk menginternalisasi bahwa penulisan Al-Fatihah, sebuah teks yang dibaca minimal 17 kali sehari dalam shalat fardhu, haruslah bebas dari kesalahan ortografi. Konsistensi visual dari teks inilah yang menjadi salah satu mukjizat pemeliharaan Al-Qur'an.

Misalnya, pada kata الْحَمْدُ, sukun pada Ha (ح) dan Mim (م) harus sangat jelas. Jika harakat pada Mim diubah menjadi Kasrah (Al-Hamdi), maka struktur gramatikal kalimat akan terganggu, meskipun dalam konteks ayat, harakat akhirnya (Dhommah pada Dal) sudah tetap. Presisi ini penting karena Rasmul Uthmani pada dasarnya adalah blueprint visual untuk pembacaan lisan yang sempurna (Tajwid).

Kembali pada tantangan kaligrafi, saat menulis dalam gaya Naskh, perhatikan bahwa huruf seperti Kaf (ك) di إِيَّاكَ dan Mim (م) di الْمُسْتَقِيمَ harus memiliki bentuk yang seimbang. Keterbacaan yang tinggi dari Naskh adalah mengapa gaya ini menjadi standar untuk mushaf. Huruf-huruf harus jelas, terbuka, dan harakat tidak boleh tumpang tindih. Keindahan tulisan hanya boleh dicapai setelah ketepatan Rasm dan Tajwid terpenuhi.

Setiap huruf, setiap tanda, adalah sebuah kesaksian atas keakuratan transmisi. Ketika kita menulis Al-Fatihah yang benar, kita sedang berpartisipasi dalam sejarah konservasi yang tak tertandingi di dunia. Oleh karena itu, bagi setiap muslim yang ingin menulis Al-Fatihah, baik untuk keperluan belajar, kaligrafi, atau pengajaran, wajib hukumnya untuk merujuk pada kaidah Rasmul Uthmani yang telah disepakati, bukan hanya pada ingatan fonetik atau kebiasaan tulisan Arab modern.

Penutup, penulisan وَلَا الضَّالِّينَ (Wa La Adh-Dhallin) harus menjadi fokus akhir. Wawu (و) yang disambungkan (Washl) harus diikuti oleh Lam Alif Madd (لَا). Tanda Alif di sini adalah Alif Madd yang panjang (dua harakat). Ini berbeda dengan tanda Madd enam harakat pada الضَّالِّينَ. Perbedaan durasi madd ini harus direfleksikan dalam penempatan tanda Madd yang sesuai. Tanda Madd enam harakat yang bergelombang harus terpisah dari Lam Alif Madd dua harakat sebelumnya.

Dengan mematuhi setiap detail harakat, sukun, syaddah, dan kaidah Hadzf/Ziyadah Rasmul Uthmani pada ketujuh ayat ini, kita telah berhasil menulis Surat Al-Fatihah dengan cara yang paling benar dan autentik.

🏠 Homepage