Dalam berbagai ajaran agama, perbuatan durhaka kepada orang tua merupakan salah satu dosa besar yang sangat dilarang. Istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan perbuatan ini bervariasi, namun maknanya merujuk pada pembangkangan, penolakan, atau tindakan yang menyakiti hati orang tua, baik secara fisik maupun mental. Frasa "durhaka kepada orang tua" secara umum mencakup segala bentuk ketidakpatuhan yang melanggar batas-batas kesopanan, kewajiban, dan cinta kasih yang seharusnya diberikan kepada mereka yang telah melahirkan, merawat, dan membesarkan kita.
Setiap agama memiliki pandangan dan penekanan tersendiri mengenai kewajiban anak terhadap orang tua. Namun, benang merahnya adalah penghargaan, penghormatan, dan pelayanan yang tulus. Durhaka diartikan sebagai kebalikan dari hal-hal tersebut. Dalam ajaran Islam, misalnya, durhaka kepada orang tua sering disebut sebagai 'Uquq al-Walidayn (عقوق الوالدين). Istilah ini merujuk pada pembangkangan dan pengingkaran terhadap hak-hak orang tua, yang merupakan salah satu dosa terbesar setelah syirik (menyekutukan Allah). Al-Qur'an dan Hadits banyak menjelaskan tentang pentingnya berbakti kepada orang tua dan ancaman bagi mereka yang durhaka.
Di agama Kristen, meskipun tidak ada satu istilah spesifik seperti dalam Islam, perintah untuk menghormati orang tua ditegaskan dalam Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:12): "Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu." Menentang atau tidak menghormati orang tua dianggap sebagai pelanggaran terhadap perintah ilahi ini. Perilaku yang tidak sopan, kasar, atau mengecewakan orang tua dapat dikategorikan sebagai bentuk ketidakpatuhan.
Dalam ajaran Hindu, konsep Pitru Bhakti menekankan kewajiban berbakti kepada leluhur, termasuk orang tua. Durhaka kepada orang tua dipandang sebagai perbuatan yang sangat tercela dan dapat membawa karma buruk. Teks-teks suci seperti Weda dan Upanishad menegaskan pentingnya menghormati dan melayani orang tua sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan.
Bagi umat Buddha, prinsip metta (kasih sayang) dan karuna (belas kasih) juga berlaku untuk hubungan dengan orang tua. Menyakiti atau tidak menghormati orang tua bertentangan dengan ajaran Buddha yang mengutamakan harmoni dan keseimbangan. Ajaran moral Budhha menekankan pentingnya membalas budi kepada orang tua atas segala pengorbanan mereka.
Durhaka kepada orang tua bisa terwujud dalam berbagai bentuk, mulai dari tindakan kecil hingga yang lebih serius. Beberapa contohnya meliputi:
Dalam ajaran agama, konsekuensi dari durhaka kepada orang tua sangatlah berat. Di dunia, pelakunya dapat mengalami berbagai kesulitan, kesialan, dan kehilangan keberkahan dalam hidupnya. Hubungan sosialnya bisa menjadi buruk, dan ia mungkin tidak mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Selain itu, perbuatan ini dapat mendatangkan doa buruk dari orang tua yang terluka, yang diyakini sangat mustajab.
Di akhirat kelak, ancamannya jauh lebih mengerikan. Banyak ajaran agama menyebutkan bahwa pelakunya akan mendapatkan siksaan di neraka. Hal ini mencerminkan betapa agungnya kedudukan orang tua dan betapa seriusnya pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Menghormati dan berbakti kepada orang tua adalah jalan yang dijanjikan penuh keberkahan, kebahagiaan, dan ridha Tuhan.
Oleh karena itu, memahami apa yang dimaksud dengan durhaka kepada orang tua dalam perspektif agama adalah sebuah keharusan bagi setiap individu yang beriman. Menjaga hubungan baik, menunjukkan kasih sayang, dan selalu berusaha membahagiakan orang tua adalah salah satu amal shaleh terbesar yang dapat mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat.