Surah Al Insyirah, atau yang juga dikenal dengan nama Surah Alam Nasyrah, adalah mutiara ke-94 dalam Al-Qur'an. Ia diturunkan di Makkah (Makkiyah) dan membawa pesan yang paling universal serta abadi bagi jiwa manusia: pesan harapan. Surah ini hadir di tengah masa-masa sulit yang dialami oleh Nabi Muhammad ﷺ, memberikan janji ilahi bahwa setelah setiap kesulitan, pasti ada kemudahan. Bagi umat Islam di seluruh zaman, Surah Al Insyirah bukan sekadar rangkaian ayat, melainkan peta jalan menuju ketenangan hati, mekanisme pertolongan Allah (Inayah), dan sumber kekuatan spiritual yang tak terhingga.
Eksplorasi mendalam terhadap surah yang hanya terdiri dari delapan ayat pendek ini mengungkap dimensi spiritual dan praktis yang luar biasa. Fadhilah (keutamaan) Surah Al Insyirah tidak hanya terbatas pada pahala pembacaan semata, tetapi meresap jauh ke dalam cara pandang seorang hamba terhadap ujian dan musibah. Ia mengajarkan tentang seni tawakkal (penyerahan diri) dan pentingnya usaha (ijtihad) yang diikuti oleh kepasrahan total kepada Sang Pencipta.
Gambar 1: Representasi Pembukaan Dada (Syarh As-Sadr).
Untuk memahami fadhilah Surah Al Insyirah secara holistik, kita harus menyelami makna hakiki dari setiap ayatnya. Tafsir ini adalah kunci untuk mengaplikasikan kekuatan spiritual surah tersebut dalam kehidupan sehari-hari, melampaui sekadar bacaan lisan.
Terjemahan: "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? (1) dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, (2) yang memberatkan punggungmu? (3)
Ayat pertama, "Alam Nasyrah Laka Sadrka", adalah intisari dari semua keutamaan surah ini. 'Syarh As-Sadr' (melapangkan dada) adalah metafora untuk memberikan ketenangan batin, hikmah, keyakinan, dan menghilangkan rasa sempit akibat tekanan hidup. Ini adalah anugerah terbesar dari Allah SWT kepada hamba-Nya yang berjuang. Bagi Nabi ﷺ, ini adalah persiapan spiritual untuk menerima wahyu dan menghadapi penolakan kaumnya. Bagi kita, ini adalah janji untuk meredakan kecemasan dan kegalauan yang timbul dari urusan dunia.
Fadhilah utama yang ditawarkan oleh ayat ini adalah kemampuan untuk membersihkan hati dari kotoran syahwat dan keraguan. Ketika seorang Muslim sering membaca dan merenungi ayat ini, ia memohon kepada Allah agar dadanya dilapangkan. Dada yang lapang (tenang) adalah kunci untuk membuat keputusan yang bijaksana, menerima takdir dengan ikhlas, dan berinteraksi dengan orang lain tanpa prasangka buruk. Ini adalah fadhilah psikologis dan spiritual yang fundamental: mengatasi depresi, stres, dan kecemasan dengan intervensi langsung dari Ilahi.
Ayat 2 dan 3, "Wa Wadha'naa 'Anka Wizraka", berbicara tentang penghapusan beban. Beban ini ditafsirkan oleh para ulama dalam dua konteks: beban tugas kenabian yang berat, dan beban dosa atau kesalahan di masa lalu. Frasa "Alladzii anqadha zhahraka" (yang memberatkan punggungmu) menunjukkan betapa beratnya beban tersebut. Dalam konteks spiritual kita, membaca ayat ini adalah doa untuk diangkatnya beban-beban yang menindih, baik itu beban hutang, masalah keluarga, atau rasa bersalah yang tak terobati.
Perluasan Tafsir tentang Beban (Wizr): Para mufasir menekankan bahwa 'Wizr' di sini tidak hanya merujuk pada dosa individu. Ia juga mencakup beban mental dan tanggung jawab yang dirasa terlalu besar. Seorang hamba yang merenungi ayat ini menyadari bahwa ia tidak memikul beban tersebut sendirian; Allah adalah penanggung beban utama jika kita kembali dan menyerahkan urusan kepada-Nya. Ini adalah inti dari fadhilah penghilang kecemasan: pengetahuan bahwa ada kekuatan yang Maha Kuat yang telah berjanji untuk meringankan apa yang terasa tak tertahankan.
Terjemahan: "Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu?"
Ini adalah ayat yang paling spesifik, menegaskan keagungan Nabi Muhammad ﷺ. Namun, dalam konteks fadhilah bagi umatnya, ayat ini menawarkan inspirasi besar. Allah telah meninggikan sebutan Nabi, yang berarti nama beliau disebut dalam azan, iqamah, syahadat, dan doa. Setiap Muslim yang berjuang di jalan Allah, dengan menteladani Nabi, dijanjikan peningkatan martabat dan kemuliaan di mata manusia dan di sisi Allah.
Ketika seorang hamba mendalami ayat ini, ia memperoleh fadhilah berupa peningkatan izzah (kemuliaan) dan mahabbah (cinta) dari orang lain. Secara spiritual, fadhilahnya adalah amal ibadah kita menjadi lebih diterima dan sebutan kita menjadi lebih baik di kalangan malaikat. Bagi mereka yang merasa tidak dihargai atau direndahkan, mengulang-ulang perenungan atas ayat ini menumbuhkan keyakinan bahwa nilai sejati seseorang ditentukan oleh Allah, bukan oleh penilaian manusia.
Fadhilah dari ayat ini mengajarkan bahwa pengakuan sejati datang setelah pengorbanan dan ketekunan dalam ketaatan. Ia berfungsi sebagai dorongan moral yang kuat bagi para dai, pelajar, atau siapa pun yang bekerja keras untuk kebaikan umat, namun menghadapi kritik atau penolakan. Ayat ini mengingatkan: selama engkau berjuang di jalan yang benar, peninggian (rafa') itu pasti datang dari sisi Allah, cepat atau lambat.
Terjemahan: "Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, (5) sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (6)"
Dua ayat ini adalah jantung dan pesan abadi Surah Al Insyirah, diulang untuk memberikan penegasan yang mutlak. Pengulangan ini bukan sekadar retorika, melainkan penekanan teologis. Dalam bahasa Arab, kata 'Al-'Usr' (kesulitan) menggunakan kata sandang 'Al' (definisi/tertentu), sementara 'Yusra' (kemudahan) bersifat nakirah (tidak tertentu).
Menurut kaidah bahasa Arab yang dijelaskan oleh para ulama, jika kata benda yang sama diulang dengan kata sandang tertentu ('Al'), maka ia merujuk pada hal yang sama (satu kesulitan). Namun, jika kata benda yang berbeda (Yusra) diulang tanpa kata sandang tertentu, ia merujuk pada hal yang berbeda atau lebih banyak. Sehingga, makna mendalamnya adalah: Satu kesulitan yang sama, akan disertai oleh dua kemudahan yang berbeda. Artinya, kemudahan yang dijanjikan jauh melampaui kesulitan yang dialami.
Inilah fadhilah agung Surah Al Insyirah: menjadi sumber resiliensi spiritual. Bagi seseorang yang tenggelam dalam masalah, membaca dan menghayati ayat 5 dan 6 secara berulang-ulang akan mengubah persepsi tentang kesulitan itu sendiri. Kesulitan tidak lagi dilihat sebagai akhir, tetapi sebagai pra-syarat mutlak bagi datangnya dua jenis kemudahan:
Fadhilah ini sangat relevan dalam mengatasi krisis finansial, penyakit kronis, atau konflik berkepanjangan. Surah ini mengajarkan bahwa kesabaran bukanlah pasif menunggu, melainkan aktif mencari kemudahan yang sudah dijamin ada "bersama" kesulitan itu, bukan "setelahnya". Kemudahan itu telah terbungkus dalam kesulitan.
Terjemahan: "Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (7) dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (8)"
Ayat penutup ini merangkum fadhilah praktis surah tersebut. Setelah Allah menjamin adanya kemudahan, tugas hamba adalah tetap beramal dan tidak berhenti. "Fa idzaa faraghta fanshab" berarti, jika selesai dari satu ketaatan (misalnya salat atau dakwah), segera tekuni ketaatan yang lain (doa, dzikir, atau pekerjaan duniawi yang bermanfaat).
Fadhilah dari ayat 7 adalah mendorong produktivitas yang berkelanjutan (Istiqamah dalam amal). Ini menolak konsep kemalasan setelah mencapai tujuan. Setiap kemudahan yang datang harus menjadi jembatan menuju ibadah dan usaha berikutnya.
Puncaknya adalah ayat 8: "Wa ilaa Rabbika Farghab". Setelah segala upaya dan kerja keras, hati harus sepenuhnya tertuju kepada Allah (raghbah). Ini adalah kunci fadhilah ikhlas dan tawakkal. Semua usaha duniawi harus dikaitkan kembali kepada harapan kepada Tuhan. Dengan menggabungkan usaha keras (fanshab) dan harapan hanya kepada Allah (farghab), seorang Muslim mengunci fadhilah kemudahan dari kedua dunia.
Keutamaan surah ini telah dicontohkan dalam sunnah dan pengalaman para salafus shalih. Fadhilahnya mencakup dimensi penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan perlindungan dari godaan setan.
Surah Al Insyirah berfungsi sebagai penawar instan bagi kegelisahan. Ketika hati terasa sempit, bacaan surah ini mengingatkan jiwa bahwa kesempitan ini hanyalah sementara, dan Allah telah menjamin jalan keluar. Kekuatan spiritual dari pembacaan surah ini terletak pada mekanisme resonansi batin: setiap pengulangan janji "bersama kesulitan ada kemudahan" menghancurkan tembok keputusasaan yang dibangun oleh ego dan setan.
Para ulama menyarankan, bagi mereka yang mengalami serangan panik atau kecemasan parah, mengulang-ulang ayat 5 dan 6 dengan penuh penghayatan dapat mengembalikan fokus dan oksigen spiritual ke dalam dada, mengaktifkan fadhilah ‘Syarh As-Sadr’ (pembukaan dada) yang diminta di awal surah.
Fadhilah Al Insyirah adalah penguat Tawakkal yang luar biasa. Tawakkal sering disalahartikan sebagai kepasrahan tanpa usaha. Surah ini mengoreksinya: ia mengajarkan Tawakkal setelah Usaha. Ayat 7 memerintahkan kita untuk bekerja keras, dan ayat 8 memerintahkan kita untuk sepenuhnya berharap hanya kepada Allah. Gabungan ini menghasilkan Tawakkal yang murni.
Dengan mengamalkan surah ini, seorang hamba dilatih untuk melakukan yang terbaik dalam kapasitasnya, namun menyerahkan hasil akhir sepenuhnya kepada kehendak Allah. Ini membebaskan pikiran dari kekhawatiran berlebihan akan kegagalan, karena janji kemudahan (Yusra) sudah pasti, meskipun bentuk kemudahan itu mungkin berbeda dari yang kita bayangkan.
Gambar 2: Keseimbangan antara 'Al-Usr' (satu kesulitan) dan 'Yusra' (dua kemudahan) yang dijanjikan.
Dalam riwayat yang disepakati, Surah Al Insyirah sering dibaca bersamaan dengan Surah Ad-Dhuha. Ada kekerabatan makna yang mendalam antara keduanya. Ad-Dhuha memberi janji bahwa akhirat lebih baik dari dunia, sementara Al Insyirah memberi janji bahwa kemudahan mengikuti kesulitan. Menggabungkan keduanya dalam shalat sunnah (misalnya Dhuha atau Tahajjud) memperkuat fadhilah untuk mendapatkan keberkahan waktu, ketenangan rezeki, dan penerimaan doa.
Walaupun hadis mengenai pahala spesifik setiap surah perlu ditinjau otentisitasnya, para ulama menekankan bahwa penghayatan atas makna Surah Al Insyirah secara otomatis menghasilkan pengampunan. Ketika seorang hamba mengakui bahwa Allah telah mengangkat bebannya (wizr), ia mengakui dosa-dosanya dan meminta ampunan. Ini adalah salah satu fadhilah tak tertulis: pengakuan dan tawakkal yang tulus adalah jalan tercepat menuju Maghfirah (ampunan).
Selain manfaat spiritual yang mendalam, Surah Al Insyirah memiliki fadhilah praktis yang sering dianjurkan oleh para ahli hikmah dan ulama untuk mengatasi masalah-masalah duniawi, khususnya yang berkaitan dengan rezeki dan kesulitan yang mendesak.
Fadhilah untuk rezeki berasal dari dua poin utama: janji kemudahan (Yusra) dan perintah untuk kerja keras (Fanshab). Bagi mereka yang sedang mengalami stagnasi rezeki atau kesulitan dalam pekerjaan, mengamalkan surah ini secara rutin dapat membuka pintu-pintu rezeki yang tak terduga (min haitsu laa yahtasib).
Banyak kisah diceritakan mengenai fadhilah Al Insyirah dalam pelunasan hutang. Ini terkait langsung dengan janji Allah dalam ayat 2: "dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu." Hutang adalah beban yang memberatkan punggung, secara finansial dan mental. Mengamalkan surah ini adalah cara memohon kepada Allah agar menggunakan janji-Nya untuk mengentaskan beban hutang tersebut.
Metode Pengamalan (Wirid): Beberapa ulama menyarankan agar surah ini dibaca 41 kali setelah shalat Subuh atau shalat Hajat, dengan niat khusus agar Allah melapangkan jalan rezeki untuk melunasi hutang. Yang terpenting bukan jumlah bacaannya, melainkan keyakinan (yaqin) yang menyertai, bahwa Allah SWT, yang menjamin dua kemudahan atas satu kesulitan, mampu mengatasi semua permasalahan finansial.
Fadhilah ‘Syarh As-Sadr’ (pembukaan dada) berlaku juga dalam konteks ilmu pengetahuan. Dada yang lapang adalah dada yang mudah menerima ilmu, hikmah, dan petunjuk. Bagi pelajar, akademisi, atau siapa pun yang menghadapi kesulitan dalam memahami materi atau menghafal, mengamalkan Surah Al Insyirah dapat membantu:
Tidak mungkin membahas fadhilah Surah Al Insyirah tanpa benar-benar merenungkan kedalaman filosofis dari ayat 5 dan 6. Seringkali, manusia modern memahami kemudahan sebagai ketiadaan kesulitan. Surah Al Insyirah mengajarkan pemahaman yang lebih tinggi: kemudahan ada BERSAMA kesulitan.
Jika kita menafsirkan 'ma'a' (bersama) secara harfiah, kesulitan dan kemudahan hadir simultan. Apa maksudnya? Kemudahan yang hadir di tengah kesulitan adalah:
Ini adalah fadhilah teologis Surah Al Insyirah: ia mengubah definisi kita tentang 'kebaikan' dan 'kemudahan'. Kebaikan tidak selalu berarti kenikmatan, melainkan apa pun yang mendekatkan kita kepada Allah, termasuk kesulitan itu sendiri.
Para ulama juga merenungkan mengapa ‘Yusra’ bersifat tidak terbatas (nakirah). Ini memberi isyarat bahwa bentuk dan jumlah kemudahan yang akan Allah berikan tidak dapat dibayangkan oleh akal manusia. Kemudahan itu bisa berbentuk ketenangan hati, pertolongan dari orang asing, ide cemerlang, kesehatan, atau bahkan hanya kekuatan untuk bangun esok hari.
Fadhilah ini mengajarkan keluasan harapan. Kita tidak boleh membatasi harapan kita hanya pada jenis kemudahan tertentu. Dengan membaca Surah Al Insyirah, kita membuka diri terhadap seluruh spektrum pertolongan Allah yang Maha Luas, yang jauh lebih besar daripada masalah yang kita hadapi.
Fadhilah Al Insyirah akan optimal jika diterapkan dalam bentuk wirid harian yang konsisten dan disertai tadabbur (perenungan mendalam). Konsistensi adalah kunci untuk mengaktifkan kekuatan ayat-ayat ini dalam mengubah keadaan batin dan eksternal seseorang.
Setelah selesai berdzikir dan berdoa pasca shalat fardhu, biasakan membaca Surah Al Insyirah satu kali. Ini mengikatkan lima waktu utama harian kita pada janji kemudahan dan kewajiban tawakkal. Mengulang lima kali sehari memastikan bahwa hati senantiasa terjaga dari keputusasaan.
Untuk secara spesifik memohon fadhilah kelapangan dada dan penghapusan beban:
Pembacaan tanpa perenungan hanya memberikan pahala lisan, tetapi tidak mengaktifkan fadhilah transformasi. Saat membaca Surah Al Insyirah, fokuskan pikiran pada:
Fadhilah terbesar datang dari sinergi antara lisan, akal, dan hati. Surah Al Insyirah adalah panduan praktis untuk mengintegrasikan iman, usaha, dan kepasrahan dalam menghadapi dinamika kehidupan yang serba cepat dan penuh tekanan.
Fadhilah sejati surah ini adalah pembentukan karakter yang kokoh (istiqamah) dan optimisme teologis. Seorang Muslim yang menghayati Al Insyirah akan menunjukkan ciri-ciri berikut:
Seseorang yang memahami Surah Al Insyirah mustahil berputus asa. Keputusasaan adalah sikap syirik kecil, karena ia menafikan janji Allah yang berulang (dua kali kemudahan untuk satu kesulitan). Fadhilah ini mengajarkan kita untuk selalu melihat celah cahaya sekecil apa pun dalam kegelapan yang paling pekat.
Mereka yang mengamalkan surah ini akan memiliki sistem kekebalan emosional yang kuat, karena mereka yakin bahwa setiap kegagalan adalah pelajaran yang mendekatkan pada kemudahan yang lebih besar, dan setiap penderitaan adalah pembersih dosa.
Perintah 'Fanshab' (kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain) memastikan seorang Mukmin tidak pernah menjadi statis. Fadhilah Al Insyirah mempromosikan mentalitas seorang pekerja keras yang beramal tanpa henti, tidak peduli seberapa besar keberhasilan atau kegagalan yang baru saja dialami. Jika berhasil, segera bersyukur dan pindah ke proyek kebaikan berikutnya. Jika gagal, segera bangkit, belajar dari kesalahan, dan pindah ke usaha berikutnya.
Ini adalah fadhilah manajemen waktu dan energi yang terbaik: energi yang seharusnya dihabiskan untuk meratapi masa lalu atau mengkhawatirkan masa depan, dialihkan untuk amal saleh di masa kini.
Ayat 8, 'Wa ilaa Rabbika Farghab' (dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap), mengunci semua fadhilah lainnya. Harapan kita harus murni dan eksklusif ditujukan kepada Allah. Fadhilah ini membersihkan hati dari ketergantungan pada makhluk (manusia, kekayaan, jabatan).
Ketika seseorang hanya berharap kepada Allah, ia tidak akan kecewa oleh kegagalan manusiawi atau pengkhianatan. Bahkan jika seluruh dunia meninggalkannya, ia tetap berdiri tegak karena sandarannya adalah Yang Maha Abadi dan Maha Benar janji-Nya.
Untuk melengkapi pemahaman fadhilah Surah Al Insyirah, kita perlu melihat bagaimana ulama klasik menafsirkan konteks penurunannya (Asbabun Nuzul), yang menambah kedalaman pada pesan universalnya.
Surah ini diturunkan di Mekkah, pada periode yang sangat sulit. Nabi ﷺ dan para sahabat menghadapi tekanan, boikot, dan penganiayaan yang parah. Nabi merasa beban dakwah sangat berat. Sebutan beliau sering direndahkan oleh kaum Quraisy. Dalam situasi ini, Surah Al Insyirah turun sebagai "suntikan moral" langsung dari Allah.
Imam Qatadah dan Mujahid menafsirkan beban (Wizr) yang diangkat pada ayat 2-3 adalah beban tugas kenabian itu sendiri. Tugas menyeru manusia kepada Tauhid terasa begitu berat di tengah masyarakat jahiliyah. Fadhilah ini mengajarkan bahwa Allah tidak akan pernah membebani hamba-Nya melebihi batas kemampuannya. Ketika beban terasa melampaui batas, sesungguhnya Allah telah menyiapkan kekuatan batin untuk menanggungnya (Syarh As-Sadr).
Ayat "Wa Rafa'na Laka Dzikrak" dipahami oleh Imam Ibn Katsir sebagai janji peninggian martabat Nabi ﷺ di dunia dan akhirat. Ia menyebutkan bahwa ini mencakup penyebutan nama Nabi ﷺ bersama dengan nama Allah dalam Kalimah Syahadat. Ini adalah fadhilah yang abadi, menunjukkan bahwa setiap upaya yang dilakukan di jalan kebenaran (mengikuti sunnah Nabi) akan menghasilkan kemuliaan yang kekal, meskipun di dunia mungkin awalnya menghadapi penghinaan.
Penafsiran mengenai 'satu kesulitan versus dua kemudahan' diperkuat oleh Imam Syafi'i yang berpegang pada aturan linguistik Arab. Pengulangan janji ini adalah fondasi Fiqh Optimisme dalam Islam.
Fadhilah Fiqh: Ketika seorang Muslim yakin bahwa masalahnya hanya satu namun solusi yang dijanjikan minimal dua, ia termotivasi untuk bertindak cepat. Keraguan (syak) dalam solusi harus dihilangkan, karena janji Ilahi ini bersifat mutlak. Surah ini adalah 'hukum' yang menjamin keberuntungan bagi mereka yang bersabar dan berusaha.
Di era modern yang ditandai dengan tingginya tingkat stres, kecemasan, dan kelelahan mental, Surah Al Insyirah menawarkan solusi yang relevan dan mendalam, berfokus pada terapi spiritual.
Surah ini memaksa pembacanya untuk mengubah kerangka berpikir (re-framing) dari perspektif negatif ke positif. Ayat 5 dan 6 adalah kalimat afirmasi teologis terkuat. Setiap kali muncul pikiran negatif ("Saya tidak sanggup", "Ini terlalu sulit"), Surah Al Insyirah menyediakan respons instan: "Tidak! Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." Fadhilahnya adalah reprograming pikiran dari keputusasaan menuju harapan.
Ayat 2 dan 3, tentang pengangkatan beban yang memberatkan punggung, mendorong praktik belas kasih terhadap diri sendiri (self-compassion) yang sehat. Seringkali, manusia menimpakan beban rasa bersalah dan standar kesempurnaan yang tidak realistis pada dirinya. Dengan merenungi ayat ini, kita mengakui bahwa hanya Allah yang mampu sepenuhnya menghilangkan beban tersebut, dan kita diizinkan untuk bernapas lega.
Prokrastinasi seringkali muncul dari rasa takut akan kesulitan atau kegagalan. Fadhilah dari ayat 7 ('Fanshab' – segera kerjakan yang lain) adalah antidot terhadap penundaan. Ayat ini mengajarkan bahwa kegagalan bukanlah alasan untuk berhenti, melainkan sinyal untuk segera mengalihkan energi pada tugas lain. Ini menumbuhkan mentalitas 'solusi-sentris' dan bukan 'masalah-sentris'.
Dengan mengamalkan Surah Al Insyirah, kita mengikis mentalitas korban dan menguatkan mentalitas pejuang yang sadar bahwa istirahat sejati hanya ada di surga, sementara di dunia adalah masa untuk terus berjuang dalam ketaatan.
Surah Al Insyirah adalah kontrak ilahi antara Pencipta dan hamba-Nya yang sedang diuji. Ini adalah jaminan bahwa tidak ada satu pun kesulitan di alam semesta ini yang diciptakan tanpa disertakan kemudahan. Fadhilah Surah Al Insyirah mencakup setiap aspek kehidupan, dari kesehatan mental hingga keberkahan rezeki, dari urusan duniawi yang mendesak hingga persiapan untuk akhirat.
Keutamaan surah ini bukan terletak pada bacaan mekanis, tetapi pada pengakuan yang tulus dan penyerahan diri yang total. Ia mengajarkan kita untuk tidak pernah melihat kesulitan sebagai musuh, melainkan sebagai tamu yang membawa hadiah berharga: dua kemudahan yang dijanjikan Allah. Selama kita mengamalkan Surah Al Insyirah dengan kesungguhan, menjalankan perintah kerja keras (Fanshab), dan mengarahkan seluruh harapan kepada-Nya (Farghab), kita telah mengamankan fondasi ketenangan sejati.
Dengan demikian, Surah Al Insyirah bukan sekadar bacaan penyembuh, melainkan panduan hidup yang abadi. Ia mengukuhkan keyakinan bahwa setiap Mukmin yang diuji, pada hakikatnya, sedang dipersiapkan untuk anugerah yang jauh lebih besar. Ketenangan sejati, atau Syarh As-Sadr, adalah fadhilah puncak yang diberikan kepada mereka yang percaya sepenuhnya pada janji Surah Al Insyirah.
Gambar 3: Tawakkal dan harapan murni hanya kepada Tuhan.