Kristen Ortodoks dan Islam: Menguak Titik Temu Tak Terduga

ORTODOKS & ISLAM

Simbol kesatuan dan perbedaan.

Ketika membandingkan agama-agama dunia, seringkali perbedaan yang menonjol lebih banyak dibicarakan daripada persamaan. Namun, jika kita menggali lebih dalam, terutama antara Kekristenan Ortodoks Timur dan Islam, kita akan menemukan sejumlah titik temu yang menarik dan bahkan tak terduga. Kesamaan ini tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga dalam praktik spiritual dan pandangan dunia.

Konsep Ketuhanan yang Monoteistik dan Transenden

Fondasi utama kesamaan kedua agama ini terletak pada pengakuan akan satu Tuhan yang Maha Esa. Islam secara tegas menyatakan syahadat, "Tiada Tuhan selain Allah," sebuah prinsip monoteisme absolut. Di sisi lain, Kekristenan Ortodoks, meskipun mengajarkan Tritunggal Mahakudus (Bapa, Putra, dan Roh Kudus), menegaskan bahwa ini adalah satu Tuhan dalam tiga pribadi, bukan tiga Tuhan. Konsep "Henotheisme" atau "Monoteisme Trinitarian" ini, bagi sebagian pihak, menunjukkan adanya penekanan pada kesatuan Ilahi yang esensial. Keduanya juga memandang Tuhan sebagai pribadi yang transenden, jauh melampaui pemahaman manusia, namun juga hadir secara imanen dalam kehidupan umat-Nya.

Penghormatan terhadap Tokoh-tokoh Ilahi dan Kitab Suci

Dalam Islam, Nabi Isa (Yesus) dihormati sebagai salah satu nabi ulul azmi yang paling penting, yang lahir dari perawan Maryam (Maria) dan merupakan pembawa mukjizat. Kekristenan Ortodoks memandang Yesus Kristus sebagai Putra Allah dan Juruselamat dunia. Meskipun ada perbedaan teologis fundamental dalam sifat dan peran Yesus, pengakuan bersama terhadap kelahirannya yang ajaib dan statusnya yang terhormat sebagai utusan Tuhan merupakan titik temu yang signifikan. Keduanya juga sangat menghormati kitab suci mereka: Al-Qur'an bagi umat Islam dan Alkitab (terutama Perjanjian Baru) bagi umat Kristen Ortodoks, sebagai firman Tuhan yang diturunkan melalui para nabi dan rasul.

Pentingnya Liturgi, Doa, dan Zikir

Salah satu aspek yang paling mencolok adalah penekanan kuat pada ritual keagamaan dan praktik spiritual. Gereja Ortodoks dikenal dengan liturgi suci yang kaya, di mana doa, nyanyian, dan persembahan dipersembahkan dengan khidmat. Hal ini memiliki paralel yang kuat dengan praktik salat lima waktu dalam Islam, yang merupakan serangkaian gerakan dan bacaan yang terstruktur, dilakukan menghadap kiblat. Lebih jauh lagi, konsep zikir dalam Islam, yaitu mengingat Allah secara terus-menerus melalui pengulangan nama-nama-Nya atau frasa-frasa tertentu, memiliki gema dalam tradisi doa kontemplatif di Kekristenan Ortodoks, seperti Doa Yesus ("Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah, kasihanilah aku orang berdosa"). Keduanya menekankan pentingnya hadir secara sadar di hadapan Tuhan.

Penekanan pada Ketaatan, Disiplin, dan Perjuangan Spiritual

Baik Islam maupun Kekristenan Ortodoks mengajarkan perlunya ketaatan mutlak kepada kehendak Tuhan. Islam mengajarkan "Islam" sebagai penyerahan diri kepada Allah. Kekristenan Ortodoks, melalui konsep "theosis" (pengudusan atau menjadi seperti Allah), menekankan transformasi diri melalui kasih karunia ilahi dan upaya spiritual yang konsisten. Keduanya juga memiliki konsep perjuangan melawan godaan dan kejahatan, yang dalam Islam dikenal sebagai "jihad" (dalam makna spiritualnya, yaitu perjuangan melawan hawa nafsu), dan dalam Kekristenan Ortodoks sebagai perjuangan melawan dosa dan iblis.

Tradisi Kehidupan Monastik

Kehidupan monastik memainkan peran penting dalam kedua tradisi. Biara-biara Ortodoks di seluruh dunia, dengan para biarawan dan biarawati yang mengabdikan hidup mereka untuk doa, kontemplasi, dan pelayanan, memiliki paralel yang jelas dengan kehidupan para sufi dan asketis dalam Islam. Keduanya melihat kehidupan selibat, kemiskinan sukarela, dan pengasingan dari dunia sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Meskipun perbedaan doktrinal yang signifikan tetap ada antara Kekristenan Ortodoks dan Islam, kesamaan dalam penekanan pada monoteisme, penghormatan terhadap tradisi dan kitab suci, praktik spiritual yang terstruktur, disiplin diri, dan kehidupan kontemplatif menawarkan dasar yang kaya untuk pemahaman dan dialog antarumat beragama. Mengakui titik-titik temu ini dapat membantu meruntuhkan prasangka dan membangun jembatan saling pengertian di dunia yang semakin terhubung.

🏠 Homepage