Dalam ajaran Islam, konsep "kesucian" seringkali dipahami dalam berbagai dimensi. Ketika berbicara mengenai kesucian wanita, seringkali muncul pertanyaan mengenai bagaimana Islam memandang wanita yang pernah melakukan kesalahan di masa lalu, termasuk dalam hal pergaulan atau hubungan yang tidak sesuai syariat. Penting untuk dipahami bahwa Islam adalah agama yang dibangun di atas prinsip rahmat, pengampunan, dan kesempatan untuk bertobat. Oleh karena itu, pandangan Islam terhadap wanita yang "tidak suci" harus dilihat dari perspektif ini.
Pertama-tama, perlu digarisbawahi bahwa tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Setiap individu, baik pria maupun wanita, memiliki potensi untuk tergelincir dan melakukan dosa. Islam mengajarkan bahwa pintu tobat senantiasa terbuka bagi siapa saja yang menyesali kesalahannya dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Az-Zumar ayat 53: "Katakanlah (Nabi Muhammad), 'Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dialah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'" Ayat ini menunjukkan bahwa rahmat Allah jauh lebih luas dari kesalahan manusia, dan pengampunan tersedia bagi mereka yang tulus bertaubat.
Dalam konteks wanita, "ketidaksucian" yang mungkin dipersepsikan masyarakat seringkali berkaitan dengan perzinaan atau hubungan di luar nikah. Islam sangat keras terhadap perzinaan, namun fokus utamanya adalah pada pencegahan dan hukuman bagi pelakunya, sembari tetap membuka pintu tobat. Bagi seorang wanita yang telah terjerumus dalam perbuatan tersebut dan kemudian bertaubat dengan sungguh-sungguh, statusnya di hadapan Allah akan berubah. Ia dianggap telah kembali ke jalan yang benar, dan dosa-dosanya yang lalu dihapuskan oleh Allah. Oleh karena itu, seorang wanita yang bertaubat bukanlah wanita yang "hilang" kesuciannya selamanya. Kesucian yang sejati dalam Islam adalah kesucian hati dan ketaatan kepada Allah.
Taubat dalam Islam bukan sekadar penyesalan verbal, tetapi melibatkan penyesalan yang mendalam dalam hati, menghentikan perbuatan dosa, dan bertekad kuat untuk tidak kembali melakukannya. Jika seorang wanita telah memenuhi syarat-syarat taubat, maka ia berhak mendapatkan pengampunan dari Allah. Ini berarti, secara spiritual, ia kembali menjadi suci di mata Tuhannya.
Dalam pandangan sosial dan kemasyarakatan, terkadang ada stigma negatif yang melekat pada wanita yang pernah melakukan kesalahan. Namun, ajaran Islam mendorong umatnya untuk memiliki sifat pemaaf dan tidak menghakimi. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat." Ini mengindikasikan bahwa masyarakat Muslim seharusnya memberikan kesempatan kedua bagi individu yang telah bertobat, bukan terus menerus menghakimi atau mengungkit masa lalu.
Ketika seorang pria Muslim ingin menikahi seorang wanita yang memiliki masa lalu, perspektif Islam yang mendasar adalah melihat wanita tersebut berdasarkan kondisinya saat ini dan masa depannya yang penuh harapan. Jika wanita tersebut adalah seorang Muslimah yang taat, bertobat, dan berakhlak mulia, maka tidak ada alasan syar'i yang melarang seorang pria Muslim untuk menikahinya. Kehidupan masa lalu yang mungkin tidak ideal tidak seharusnya menjadi penghalang permanen bagi kebahagiaan dan kehidupan yang baik di masa depan, terutama jika individu tersebut telah berusaha memperbaiki diri.
Perlu diakui bahwa terdapat berbagai pandangan dan interpretasi di kalangan umat Islam mengenai hal ini. Sebagian mungkin memiliki pandangan yang lebih konservatif dan sulit untuk menerima masa lalu seseorang. Namun, mayoritas ulama sepakat bahwa pintu tobat terbuka lebar dan seorang wanita yang bertaubat dengan tulus adalah pribadi yang berhak untuk mendapatkan kehidupan yang baik. Fokus Islam adalah pada bagaimana seseorang bersikap setelah melakukan kesalahan, bukan hanya pada kesalahan itu sendiri.
Penting bagi kita untuk terus belajar dan memahami ajaran Islam yang sebenarnya, yang menekankan pada keadilan, kasih sayang, dan kemudahan. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi mereka yang ingin memperbaiki diri adalah salah satu wujud dari penerapan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Kesimpulannya, Islam tidak mengunci pintu rahmat bagi wanita yang pernah "tidak suci" dalam pengertian melakukan kesalahan di masa lalu. Dengan taubat yang tulus dan tekad untuk memperbaiki diri, seorang wanita dapat kembali memiliki kesucian di hadapan Allah dan berhak mendapatkan kesempatan untuk membangun kehidupan yang lebih baik, termasuk dalam pernikahan. Penting untuk menanamkan nilai-nilai pemaafan dan memberikan ruang bagi pemulihan diri dalam masyarakat Muslim.