Surat Al-Bayyinah, yang berarti "Bukti yang Nyata", merupakan surat ke-98 dalam Al-Qur'an. Surat ini memiliki makna yang sangat penting, terutama pada ayat kelima yang seringkali menjadi titik perenungan mendalam bagi umat Islam. Ayat ini berbicara tentang inti dari agama yang lurus, yaitu ibadah yang murni hanya kepada Allah SWT.
وَمَآ أُمِرُوٓا إِلَّا لِيَعْبُدُوا ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
Wa mā umirū illā liya'budullāha mukhliṣīna lahud-dīna ḥunafā'a wa yuqīmūṣ-ṣalāta wa yu'tuz-zakāta; wa dhālika dīnul-qayyimah.
"Padahal mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar mereka melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan itulah agama yang lurus."
Ayat kelima Surat Al-Bayyinah ini secara ringkas namun padat menyampaikan tujuan utama penciptaan manusia dan esensi ajaran para nabi. Ada tiga poin krusial yang dapat digarisbawahi dari ayat ini:
Frasa "mukhliṣīna lahud-dīna" menekankan pentingnya keikhlasan dalam beragama. Ibadah yang dilakukan harus semata-mata ditujukan kepada Allah SWT, tanpa ada unsur syirik atau menginginkan pujian dari manusia. Ketulusan hati inilah yang menjadi pondasi utama penerimaan ibadah di sisi-Nya. Segala bentuk ibadah, mulai dari salat, puasa, membaca Al-Qur'an, hingga berbuat baik, harus dilandasi niat yang murni untuk mencari keridhaan Allah. Jika ibadah tersebut dicampuri dengan riya' (ingin dilihat orang) atau sum'ah (ingin didengar orang), maka nilainya akan berkurang bahkan bisa menjadi sia-sia.
Kata "ḥunafā'" berasal dari kata "ḥanīf", yang berarti condong atau berpaling dari kesesatan menuju kebenaran. Ini menggambarkan sikap seorang mukmin yang teguh pendirian, tidak mudah goyah oleh godaan duniawi atau propaganda batil. Mereka secara sadar menjauhi segala bentuk kemusyrikan dan bid'ah, serta memegang teguh ajaran tauhid yang murni. Beragama secara hanif berarti hidup sesuai dengan fitrah manusia yang telah diciptakan untuk mentauhidkan Allah.
Selanjutnya, ayat ini secara spesifik menyebutkan dua pilar utama ibadah dalam Islam, yaitu salat dan zakat. "Yuqīmūṣ-ṣalāta" berarti mendirikan salat dengan segala syarat dan rukunnya, serta menjaganya dengan baik. Salat adalah jembatan komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya, yang berfungsi untuk membersihkan jiwa dan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Sementara itu, "yu'tuz-zakāta" berarti menunaikan zakat, yang merupakan kewajiban bagi orang yang mampu sebagai bentuk kepedulian sosial dan pembersihan harta. Zakat memiliki peran penting dalam pemerataan ekonomi dan menghilangkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dalam masyarakat. Kedua ibadah ini menjadi indikator penting keimanan seseorang dan keberlangsungan ajaran Islam.
Ayat kelima Al-Bayyinah ini mengajak kita untuk melakukan tafakur atau perenungan mendalam. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, sejauh mana kita telah mengamalkan ketiga poin penting ini dalam kehidupan sehari-hari?
Apakah ibadah yang kita lakukan benar-benar murni karena Allah? Ataukah masih ada sedikit unsur keinginan untuk mendapatkan pujian dari sesama? Apakah kita telah teguh di atas agama yang lurus, ataukah terkadang terombang-ambing oleh paham-paham yang menyimpang? Bagaimana dengan salat kita? Apakah sudah khusyuk dan terjaga, atau hanya sekadar rutinitas tanpa makna? Dan bagaimana pula dengan zakat? Apakah sudah tertunaikan dengan ikhlas dan tepat sasaran?
Al-Qur'an bukan hanya kitab bacaan, melainkan juga kitab pedoman hidup. Ayat-ayat seperti QS. Al-Bayyinah ayat 5 ini memberikan petunjuk jelas tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim menjalani hidupnya. Dengan memahami dan meresapi makna ayat ini, kita dapat melakukan evaluasi diri dan memperbaiki kualitas ibadah serta ketaatan kita kepada Allah SWT.
Agama yang lurus (ad-dīnul-qayyimah) adalah agama yang mencakup keikhlasan dalam niat, keteguhan dalam akidah, dan pelaksanaan syariat yang benar. Ia adalah jalan yang lurus menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk mengamalkan ajaran agama ini dengan sebaik-baiknya, semata-mata mengharap ridha Allah SWT.