Surah Al-Baqarah, surat terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat akan ajaran dan tuntunan bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang kaya makna, terdapat rentang ayat 191 hingga 200 yang memberikan penekanan kuat pada konsep perjuangan di jalan Allah (jihad) dan konsekuensi dari tindakan manusia, serta keharusan untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Ayat-ayat ini seringkali dibacakan dan direnungkan, memberikan inspirasi dan peringatan bagi kaum beriman.
Ayat 191 membuka dengan firman Allah:
وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَـٰتِلُوهُمْ عِندَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَـٰتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِن قَـٰتَلُوكُمْ فَٱقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَآءُ ٱلْكَـٰفِرِينَ
"Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusirmu (Mekah). Dan fitnah (permusuhan dan perbuatan menganiaya) adalah lebih kejam dari pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di sana. Apabila mereka memerangi kamu, maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir."
Ayat ini memberikan izin kepada umat Islam untuk melawan dan bahkan membunuh musuh yang memerangi mereka, terutama yang telah mengusir mereka dari tanah air. Konsep "fitnah lebih kejam dari pembunuhan" menekankan bahwa gangguan terhadap keyakinan dan kebebasan beragama adalah kejahatan yang lebih besar daripada sekadar menghilangkan nyawa. Namun, terdapat batasan penting: dilarang memerangi musuh di dalam Masjidil Haram kecuali jika mereka memulai peperangan di sana. Ini menunjukkan penghormatan Islam terhadap kesucian tempat ibadah.
Ayat 192 menegaskan bahwa jika musuh berhenti memerangi dan kembali patuh, maka Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ini menunjukkan sifat rahmat Allah yang luas, bahkan kepada musuh yang kembali ke jalan yang benar.
فَإِنِ ٱنتَهَوْا فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Jika mereka berhenti (dari memerangi), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Selanjutnya, ayat 193 kembali menekankan pentingnya memerangi musuh hingga fitnah hilang dan agama Allah ditegakkan sepenuhnya.
وَقَـٰتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ ٱنتَهَوْا فَلَا عُدْوَٰنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّـٰلِمِينَ
"Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama benar-benar untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka tidak ada permusuhan (keras) kecuali terhadap orang-orang yang zalim."
Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan jihad bukanlah semata-mata peperangan, melainkan penegakan keadilan dan penghapusan penindasan agama. Jika musuh berhenti melakukan kezaliman, maka permusuhan pun harus dihentikan.
Ayat 194 menambahkan aturan mengenai masa iddah bagi wanita yang suaminya meninggal dunia atau dicerai, serta ketentuan mengenai pelaksanaan ibadah haji dan umrah yang tidak boleh terhalang oleh musuh.
Ayat 195 berbicara tentang pentingnya berinfak di jalan Allah.
وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَىٰ ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."
Ayat ini mengajarkan bahwa menginfakkan harta di jalan Allah adalah sebuah kebaikan besar. Namun, ada peringatan agar tidak berinfak secara berlebihan hingga menyebabkan diri sendiri celaka. Keseimbangan adalah kunci, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik dalam segala aspek kehidupannya.
Ayat 196 menyempurnakan pembahasan mengenai ibadah haji dan umrah, memerintahkan untuk menyempurnakan keduanya karena Allah.
وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوٓا۟ رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْهَدْىُ مَحِلَّهُۥ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِۦ أَذًى مِّن رَّأْسِهِۦ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلْعُمْرَةِ إِلَى ٱلْحَجِّ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَـٰثَةِ أَيَّامٍ حَجًّا وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ لِأُمَّةٍ تُعْلَمُونَ
"Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah. Jika kamu berhadap-hadapan (dengan musuh), maka sembelihlah qurban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum qurban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya menebus dengan berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu dalam keadaan aman, dan sesiapa di antaramu ingin menunaikan Umrah sebelum Haji, (ia wajib menyembelih qurban) yang didapatnya. Dan sesiapa yang tidak mendapat qurban, maka wajiblah ia berpuasa tiga hari saat haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang; semuanya itu adalah untuk (menyempurnakan) orang yang tidak tinggal di lingkungan Masjidil Haram. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya."
Ayat ini memberikan panduan rinci mengenai pelaksanaan haji dan umrah, termasuk ketentuan saat terjadi hambatan seperti peperangan, serta denda atau tebusan yang harus dibayar dalam kondisi tertentu. Penekanan pada "menyempurnakan karena Allah" menunjukkan pentingnya niat yang ikhlas dalam setiap ibadah.
Ayat 197 menjelaskan bahwa bekal terbaik dalam perjalanan haji adalah takwa.
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَـٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوٓا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَـٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَـٰبِ
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa mengerjakan ibadah haji dalam bulan-bulan itu, maka janganlah ia bercampur dengan istri, dan jangan berbuat fasik, dan jangan bertengkar dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, Allah mengetahuinya. Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal."
Perjalanan spiritual haji menuntut kesucian lahir batin. Larangan bercampur istri, berbuat fasik (melakukan keburukan), dan bertengkar menjadi peringatan agar fokus pada ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Bekal yang paling berharga adalah ketakwaan, yang akan membawa keberkahan dalam setiap langkah.
Ayat 198-200 memberikan keringanan bagi mereka yang tidak dapat menyempurnakan haji karena uzur, dan kembali menegaskan keutamaan bersyukur dan mengingat Allah.
Ayat 198 menyatakan bahwa tidak ada dosa bagi mereka yang mencari karunia dari Tuhannya saat musim haji, seperti berjual beli. Namun, setelah selesai dari wukuf di Arafah, baru mereka mengingat Allah di Masy'arilharam.
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا۟ فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَـٰتٍ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ عِندَ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ وَٱذْكُرُوهُ كَمَا هَدَـٰكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِۦ لَمِنَ ٱلضَّآلِّينَ
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah kepada Allah sebagaimana Dia telah menunjukkan kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat."
Ayat ini menunjukkan bahwa mencari rezeki yang halal saat musim haji diperbolehkan, namun tidak boleh melupakan esensi ibadah. Puncak peringatan adalah saat di Masy'arilharam, di mana umat Islam diperintahkan untuk berdzikir dan mengingat Allah yang telah menunjuki jalan.
Ayat 199 dan 200 mendorong umat Islam untuk memohon ampunan kepada Allah, bertaubat, dan senantiasa bersyukur serta mengingat-Nya.
ثُمَّ أَفِيضُوا۟ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ ٱلنَّاسُ وَٱسْتَغْفِرُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah) dan ber-istighfarlah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَـٰسِكَكُمْ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَآءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا وَمَا لَهُۥ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
"Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah mengingati Allah, sebagaimana kamu mengingati bapak-bapakmu, bahkan berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendo'a: "Robbana atina fid-dunya". Dan tiadalah mereka mendapat bagian (kebajikan) di negeri akhirat."
Keseluruhan ayat 191-200 dari Surah Al-Baqarah ini memberikan panduan komprehensif tentang perjuangan di jalan Allah, etika berperang, kesucian tempat ibadah, keutamaan berinfak, kesempurnaan ibadah haji dan umrah, serta pentingnya takwa dan memohon ampunan. Ayat-ayat ini merupakan pengingat abadi bagi umat Islam untuk senantiasa berjuang di jalan kebenaran dengan hati yang ikhlas dan bekal takwa yang tak ternilai harganya.