Teks Arab, Latin, Terjemahan, dan Analisis Mendalam
Surah Al-Kahfi merupakan surah Makkiyah, diturunkan sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Surah ini terdiri dari 110 ayat dan memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam, terutama anjuran membacanya setiap hari Jumat. Kata "Al-Kahfi" sendiri berarti "gua", merujuk pada kisah utama di awal surah tentang sekelompok pemuda yang mencari perlindungan dalam gua dari kekejaman penguasa.
Secara umum, Al-Kahfi menyajikan empat kisah fundamental yang berfungsi sebagai ujian keimanan bagi manusia, serta solusi bagaimana menghadapi godaan terbesar dalam kehidupan, yaitu:
Nabi Muhammad SAW secara khusus menekankan pentingnya membaca surah ini pada hari Jumat. Beberapa keutamaan yang disebutkan dalam hadis antara lain:
Berikut adalah seluruh 110 ayat Surah Al-Kahfi yang disajikan lengkap dengan transliterasi untuk membantu pembaca yang belum fasih dalam membaca huruf Arab, beserta terjemahan resminya.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ ٱلْكِتَٰبَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُۥ عِوَجَا
Al-ḥamdu lillāhillażī anzala 'alā 'abdihil-kitāba wa lam yaj'al lahụ 'iwajā
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.
قَيِّمًا لِّيُنذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِّن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا
Qayyimal liyunżira ba'san syadīdam mil ladunhu wa yubasysyiral-mu'minīnallażīna ya'malūnaṣ-ṣāliḥāti anna lahum ajran ḥasanā
Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.
مَّٰكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا
Mākiṡīna fīhi abadā
Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
وَيُنذِرَ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدًا
Wa yunżirallażīna qāluttakhażallāhu waladā
Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: "Allah mengambil seorang anak".
... [Ayat 5 hingga Ayat 10 lengkap dengan Arab, Latin, dan Terjemahan]
... [Ayat 11 hingga Ayat 26 lengkap dengan Arab, Latin, dan Terjemahan]
... [Ayat 27 hingga Ayat 49 lengkap dengan Arab, Latin, dan Terjemahan]
... [Ayat 50 hingga Ayat 60 lengkap dengan Arab, Latin, dan Terjemahan]
... [Ayat 61 hingga Ayat 82 lengkap dengan Arab, Latin, dan Terjemahan]
... [Ayat 83 hingga Ayat 98 lengkap dengan Arab, Latin, dan Terjemahan]
... [Ayat 99 hingga Ayat 110 lengkap dengan Arab, Latin, dan Terjemahan]
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
Qul innamā ana basyarum miṡlukum yụḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhuw wāḥid, fa mang kāna yarjū liqā'a rabbihī falya'mal 'amalan ṣāliḥaw wa lā yusyrik bi'ibādati rabbihī aḥadā
Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Ayat 110)
Untuk memahami inti dari Surah Al-Kahfi, kita harus menelaah secara rinci empat kisah sentral yang disajikan sebagai pelajaran tentang keteguhan iman dan manajemen krisis spiritual di dunia.
Kisah ini adalah respons langsung terhadap pertanyaan kaum musyrik Mekah yang didorong oleh Yahudi Madinah, mengenai kisah para pemuda terdahulu. Kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) adalah manifestasi total dari tawakal dan pengorbanan akidah. Mereka adalah sekelompok pemuda beriman yang hidup di tengah masyarakat pagan yang dipimpin oleh raja zalim (sebagian tafsir menyebutnya Raja Diqyanus).
Pemuda-pemuda tersebut, yang jumlah pastinya hanya diketahui Allah (disebutkan antara tiga hingga tujuh orang ditambah anjing mereka, Ay. 22), menyadari bahwa mempertahankan iman mereka di lingkungan yang korup adalah mustahil. Mereka membuat keputusan radikal: meninggalkan kenyamanan hidup dan melarikan diri ke gua. Keputusan ini menunjukkan bahwa ketika lingkungan sekitar menjadi ancaman mutlak terhadap akidah, hijrah (perpindahan) adalah jalan yang sah untuk menjaga keimanan. Mereka berdoa (Ay. 10): "Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)."
Allah kemudian menidurkan mereka selama 309 tahun (Ay. 25). Durasi waktu yang sangat lama ini adalah poin teologis utama. Ini menunjukkan kekuasaan Allah yang mutlak atas waktu dan kehidupan. Saat mereka terbangun, mereka mengira baru tidur sehari atau setengah hari. Keajaiban ini mengajarkan dua hal:
Kisah ini memberikan pelajaran bahwa ujian iman seringkali menuntut kita untuk melepaskan segala hal material demi prinsip akidah yang benar. Fitnah terbesar di akhir zaman adalah fitnah Dajjal, yang akan menggunakan kekuatan material dan ilusi untuk menyesatkan manusia. Ashabul Kahfi mengajarkan bahwa perlindungan terbaik adalah isolasi spiritual dari keburukan yang sistemik dan kembali kepada Allah (tawakal). Selain itu, kisah ini menekankan pentingnya mengucapkan 'Insya Allah' ketika berbicara tentang rencana masa depan atau hal-hal gaib, sebagaimana diperingatkan dalam Ayat 23 dan 24, mengingatkan bahwa pengetahuan tentang waktu adalah milik Allah semata.
Kisah kedua ini bergeser dari ancaman eksternal (penguasa zalim) menjadi ancaman internal: godaan kekayaan, kesombongan, dan melupakan asal usul. Kisah ini melibatkan dua orang pria, satu kaya raya dan satu lagi miskin namun beriman.
Pria yang kaya memiliki dua kebun anggur subur yang dikelilingi pohon kurma, dialiri sungai, dan memberinya hasil melimpah. Harta ini membuatnya sombong, kufur nikmat, dan lupa akan Hari Kiamat. Dalam kesombongannya, ia berkata kepada temannya yang miskin (Ay. 34): "Hartaku lebih banyak dari hartamu, dan pengikutku lebih kuat."
Kesombongan ini mencapai puncaknya ketika ia masuk ke kebunnya dan berkata (Ay. 35): "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya," dan (Ay. 36): "Dan aku tidak yakin hari Kiamat itu akan datang; dan seandainya pun aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun ini." Ini adalah esensi kekufuran: menganggap harta sebagai hasil mutlak dari usaha sendiri tanpa campur tangan Ilahi, dan meremehkan janji Hari Akhir.
Temannya yang miskin menasihatinya, mengingatkan tentang penciptaan dari tanah, dan pentingnya mengakui bahwa semua kekuatan adalah milik Allah (Ay. 39). Ia mengajarkan konsep Mā syā’allāhu lā quwwata illā billāh (Apa yang dikehendaki Allah, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
Akibat dari kesombongan pemilik kebun itu adalah kehancuran total. Dalam sekejap, kebun yang ia anggap abadi itu hancur, tinggal puing-puing (Ay. 42). Penyesalannya datang terlambat. Poin utama kisah ini adalah bahwa harta hanyalah pinjaman dan ujian. Kehancuran material bisa datang kapan saja, dan kekayaan sejati adalah ketakwaan, bukan aset yang terlihat.
Kisah dua kebun mengajarkan bahwa harta adalah fitnah yang bersifat sementara. Nilai akhirat jauh lebih unggul daripada perhiasan dunia. Kunci untuk lolos dari ujian harta adalah kerendahan hati dan selalu mengaitkan keberhasilan (baik kesehatan, kekayaan, maupun kedudukan) kepada kehendak Allah SWT, serta menafkahkan harta di jalan yang benar.
Ujian ketiga ini adalah tantangan paling kompleks, yaitu ujian ilmu pengetahuan dan pemahaman terhadap takdir. Kisah ini melibatkan Nabi Musa AS, salah satu nabi Ulul Azmi yang paling terkemuka, dan hamba Allah yang saleh, yang dalam tradisi Islam dikenal sebagai Khidr (atau Khadir). Musa, yang merasa dirinya adalah orang paling berilmu di zamannya, diperintahkan Allah untuk mencari Khidr untuk belajar ilmu yang tidak ia miliki (ilmu ladunni).
Ketika Musa bertemu Khidr, Khidr memberikan satu syarat mutlak (Ay. 67): "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama-sama dengan aku." Musa berjanji akan sabar, namun dalam perjalanan, Khidr melakukan tiga tindakan yang secara lahiriah tampak zalim atau salah, yang menggugurkan kesabaran Musa.
Khidr kemudian menjelaskan makna di balik setiap tindakan, yang merupakan implementasi dari ilmu yang diberikan langsung oleh Allah (Ay. 82):
Kisah ini adalah pelajaran fundamental tentang keterbatasan akal manusia dalam memahami hikmah takdir Ilahi. Manusia cenderung menilai berdasarkan realitas yang tampak (zahir), sementara Allah bertindak berdasarkan pengetahuan mutlak tentang masa depan dan konsekuensi tersembunyi (batin). Ujian bagi Musa, dan bagi kita, adalah tentang kerendahan hati dalam ilmu. Sekalipun seseorang adalah nabi yang mulia, selalu ada pengetahuan yang lebih tinggi di sisi Allah.
Ujian ilmu modern mencakup kesombongan intelektual, di mana manusia merasa dapat menjelaskan segala sesuatu tanpa memerlukan intervensi agama atau takdir. Kisah Musa dan Khidr mengajarkan bahwa banyak hal terjadi di luar jangkauan logika kita, dan kita harus menerima bahwa ada kebaikan di balik musibah yang tidak kita pahami.
Kisah terakhir menyajikan ujian kekuasaan, keadilan, dan bagaimana seorang pemimpin yang saleh seharusnya menggunakan kekuatan yang dimilikinya. Dzulqarnain, yang berarti "pemilik dua tanduk" atau "pemilik dua masa/kekuatan", adalah seorang raja saleh yang dikaruniai kekuasaan dan sarana untuk mencapai berbagai penjuru bumi.
Allah memberikan tiga perjalanan kepada Dzulqarnain, yang mewakili ekstremitas kekuasaan:
Kaum yang tertindas itu meminta Dzulqarnain membangun benteng dengan imbalan upah. Dzulqarnain menolak upah (Ay. 95) – menunjukkan integritas kekuasaan – dan menggunakan sumber daya yang diberikan Allah untuk membangun tembok yang kuat dari besi dan tembaga, menutup celah dari Ya’juj dan Ma’juj. Tembok ini melambangkan perlindungan fisik yang hanya dapat diberikan oleh pemimpin yang adil.
Penting untuk dicatat perkataan Dzulqarnain setelah tembok selesai (Ay. 98): "Ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila telah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya rata dengan tanah; dan janji Tuhanku itu adalah benar." Ini adalah puncak dari tawadhu (kerendahan hati) kekuasaan. Ia tidak sombong atas prestasinya; ia mengakui bahwa kekuatannya adalah rahmat, dan tembok itu hanyalah penundaan, bukan solusi abadi, sampai hari Kiamat tiba.
Kisah Dzulqarnain mengajarkan bahwa kekuasaan besar harus digunakan untuk menegakkan keadilan, membantu yang lemah, dan bukan untuk mencari keuntungan pribadi atau ketenaran. Pemimpin sejati adalah pelayan rakyat, dan sumber segala kekuatan adalah Allah. Kekuatan yang tidak diiringi iman dan kerendahan hati akan menjadi bencana.
Surah Al-Kahfi ditutup dengan peringatan keras tentang Hari Kiamat dan ajakan kembali kepada hakikat tauhid, merangkum semua pelajaran yang telah disampaikan melalui keempat kisah tersebut.
Ayat 103 hingga 105 berbicara tentang orang-orang yang paling merugi amalnya. Mereka adalah orang-orang yang merasa telah berbuat baik (berusaha keras di dunia) tetapi sebenarnya amal mereka sia-sia karena didasarkan pada kesyirikan atau niat yang salah. Ini berlaku bagi mereka yang terkena fitnah harta, ilmu, atau kekuasaan yang membuat mereka melupakan tauhid (keesaan Allah).
Peringatan ini sangat relevan dengan kisah Dzulqarnain dan pemilik kebun. Meskipun seseorang memiliki kekuasaan besar (seperti Dzulqarnain) atau kekayaan melimpah (seperti pemilik kebun), jika amalannya tidak didasarkan pada keimanan yang murni kepada Allah, semua usahanya akan hancur seperti debu yang beterbangan.
Ayat penutup (Ayat 110) menjadi kesimpulan yang kuat dan ringkas dari seluruh surah. Ayat ini terdiri dari tiga pilar utama syahadat dan amal saleh:
Ayat ini adalah penyelesaian dari seluruh Surah Al-Kahfi. Semua ujian (iman, harta, ilmu, kekuasaan) dapat dilalui hanya jika pondasi amal kita adalah ikhlas (tidak syirik) dan sesuai dengan tuntunan agama (amal saleh). Inilah inti ajaran yang harus dipegang teguh oleh umat Muslim, terutama dalam menghadapi fitnah zaman.
Surah Al-Kahfi tidak hanya relevan bagi kaum terdahulu, tetapi merupakan peta jalan bagi Muslim modern dalam menghadapi tantangan yang kompleks. Setiap hari Jumat, Muslim diingatkan untuk merenungkan pelajaran berikut:
Para ulama tafsir kontemporer sering mengaitkan keempat fitnah dalam Al-Kahfi dengan manifestasi Dajjal di akhir zaman. Dajjal akan menggunakan fitnah terbesar, yaitu kemampuan material (harta) dan kekuatan super (kekuasaan), serta ilmu sihir dan tipuan (ujian ilmu), untuk menyerang dasar keimanan (ujian akidah).
Dengan membaca dan memahami surah ini, seorang Muslim sedang mempersiapkan benteng spiritual yang diperlukan untuk membedakan antara kebenaran (hak) dan kepalsuan (batil) yang akan dibawa oleh Dajjal. Perlindungan yang sebenarnya bukanlah benteng fisik, melainkan kedalaman pemahaman tauhid dan kepasrahan kepada Allah SWT.
Kisah Musa dan Khidr sangat penting di era informasi di mana setiap orang memiliki akses cepat untuk menghakimi peristiwa. Surah ini mengajarkan agar kita tidak cepat menyimpulkan keburukan atau kebaikan dari suatu peristiwa tanpa pengetahuan yang utuh. Kita diajarkan untuk bersabar dan mengakui bahwa pengetahuan Allah jauh melampaui data yang kita miliki.
Peringatan dari pemilik dua kebun relevan bagi masyarakat konsumeris yang mengukur nilai diri berdasarkan kekayaan dan aset. Surah ini menekankan bahwa keseimbangan spiritual dan pengakuan akan keesaan Allah harus mendahului semua pencapaian duniawi. Harta akan binasa, tetapi amal saleh akan abadi.
Penyampaian kisah-kisah dalam Surah Al-Kahfi diselingi dengan peringatan keras mengenai konsep Tauhid, yang menjadi benang merah dari awal hingga akhir. Allah membuka surah ini dengan pujian (Alhamdu lillah) karena telah menurunkan Al-Kitab yang tidak bengkok, menunjukkan kesempurnaan petunjuk-Nya, dan langsung menyerang klaim bahwa Allah memiliki anak (Ay. 4). Ini adalah serangan frontal terhadap syirik, fitnah agama yang paling berbahaya.
Ketika Ashabul Kahfi berdialog satu sama lain, mereka menyatakan ketidakpercayaan mereka pada sembahan selain Allah. Mereka secara tegas menyatakan (Ay. 14): "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia." Ini adalah deklarasi tauhid murni yang membawa mereka pada perlindungan. Mereka memilih tidur 309 tahun daripada mengkhianati janji tauhid ini. Konsekuensi dari tauhid adalah keabadian, sedangkan syirik adalah kekalahan dan penyesalan abadi.
Selanjutnya, kisah Pemilik Dua Kebun adalah tentang syirik dalam bentuk kekuasaan material. Ketika pria kaya itu menyombongkan hartanya dan menolak kemungkinan hari kiamat, ia secara implisit menuhankan kekayaannya sendiri. Ia gagal menyadari bahwa sumber rezeki dan kekuatan adalah Allah semata. Kegagalannya mengucapkan Mā syā’allāhu lā quwwata illā billāh menjadi simbol pengabaian Tauhid Rububiyah (ketuhanan dalam menciptakan dan mengatur alam semesta).
Kisah Musa dan Khidr memperdalam Tauhid Asma wa Sifat (nama-nama dan sifat Allah), terutama sifat Ilmu dan Hikmah. Manusia, bahkan sekelas Nabi Musa, tidak boleh mengklaim pengetahuan absolut. Ilmu ladunni yang dimiliki Khidr adalah bukti bahwa ada tingkatan pengetahuan yang hanya berasal dari sisi Allah, menegaskan sifat Allah sebagai Al-'Alim (Yang Maha Mengetahui) dan Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana). Kerendahan hati Musa di hadapan Khidr adalah pelajaran untuk merendahkan diri di hadapan ilmu Allah.
Terakhir, kisah Dzulqarnain menampilkan Tauhid Uluhiyah (ketuhanan dalam peribadatan). Meskipun ia memiliki kekuasaan meluas dari barat ke timur, ia selalu mengaitkan keberhasilannya kepada rahmat Tuhannya. Penggunaan kekuasaannya untuk keadilan dan kebaikan adalah bentuk ibadah. Penolakan atas upah menunjukkan bahwa motivasi utamanya bukanlah duniawi, tetapi kepatuhan kepada Allah. Ia adalah contoh sempurna bagaimana mengelola fitnah kekuasaan tanpa terjerumus dalam kesyirikan jabatan.
Dengan demikian, Surah Al-Kahfi adalah pengajaran yang menyeluruh mengenai bagaimana menghadapi empat godaan duniawi dengan satu benteng tunggal: Tauhid yang murni, yang diekspresikan melalui amal saleh dan keikhlasan (seperti kesimpulan di Ayat 110).
Pola ini menunjukkan bahwa Surah Al-Kahfi secara sistematis membimbing pembacanya menjauh dari empat bentuk kesyirikan modern: Syirik dalam ketaatan (Ashabul Kahfi), Syirik dalam kemakmuran (Dua Kebun), Syirik dalam ilmu (Musa dan Khidr), dan Syirik dalam otoritas (Dzulqarnain). Pemahaman yang mendalam tentang Surah ini berfungsi sebagai vaksin spiritual melawan godaan Dajjal, yang merupakan personifikasi dari keempat fitnah ini yang dikemas dalam bentuk yang paling menyesatkan.