Dalam lautan ayat-ayat Al-Qur'an, terdapat mutiara-mutiara hikmah yang tak ternilai harganya. Salah satunya adalah Surah At-Tin, yang dibuka dengan sumpah Allah SWT atas dua buah yang dikenal kaya akan manfaat: buah tin dan buah zaitun. Sumpah ini bukanlah sumpah sembarangan, melainkan sebuah penekanan agung yang mengantar kita pada pemahaman lebih dalam tentang kebesaran Sang Pencipta, khususnya dalam penciptaan manusia.
Ayat ketiga dari Surah At-Tin, "وَتِينٍ وَزَيْتُونٍ" (Wa at-tīni waz-zaytūn), secara harfiah berarti "Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun". Namun, makna di baliknya jauh lebih luas dan mendalam. Allah SWT mengawali firman-Nya dengan mengagungkan kedua buah ini, yang mana keduanya sejak zaman dahulu telah dikenal sebagai simbol kesehatan, kesuburan, dan keberkahan. Buah tin dikenal sebagai buah yang kaya serat, vitamin, dan mineral, dipercaya memiliki khasiat untuk kesehatan pencernaan dan tubuh secara keseluruhan. Sementara itu, minyak zaitun telah lama digunakan dalam pengobatan, kosmetik, dan sebagai sumber energi.
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun
Mengapa Allah SWT memilih tin dan zaitun sebagai objek sumpah? Para ulama tafsir memberikan berbagai pandangan. Sebagian berpendapat bahwa buah tin dan zaitun adalah buah yang banyak tumbuh di daerah para nabi, seperti Syam dan Palestina. Dengan bersumpah atasnya, Allah seolah mengingatkan kita akan risalah kenabian yang mulia. Ada pula yang mengaitkannya dengan keajaiban dan kebaikan yang terkandung dalam kedua buah tersebut, yang menunjukkan betapa sempurnanya ciptaan Allah.
Lebih dari sekadar simbol buah-buahan, tin dan zaitun juga sering diinterpretasikan sebagai representasi dari kualitas-kualitas mulia. Buah tin yang manis dan lembut bisa melambangkan kelembutan hati dan akhlak yang baik, sementara minyak zaitun yang jernih dan bermanfaat bisa melambangkan kejernihan ilmu dan kemurnian niat. Dalam konteks ini, sumpah Allah atas tin dan zaitun dapat dimaknai sebagai penegasan akan pentingnya mengamalkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan seorang mukmin.
Namun, fokus utama dari Surah At-Tin yang dimulai dengan sumpah ini adalah tentang penciptaan manusia. Setelah bersumpah atas tin dan zaitun, Allah kemudian melanjutkan pada ayat berikutnya, "و طور سنين" (Wa ṭūri sinīn - "Dan demi bukit Sinai"). Puncak dari penekanan ini akan tersingkap pada ayat selanjutnya, "لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ" (Laqad khalaqnal-insāna fī aḥsani taqwīm - "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya").
Ayat "لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ" adalah inti sari dari surah ini. Kata "أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ" (aḥsani taqwīm) secara harfiah berarti "bentuk yang paling baik" atau "kesempurnaan penciptaan". Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna dan proporsional. Dilihat dari segi fisik, manusia memiliki organ-organ tubuh yang lengkap, simetris, dan fungsional. Struktur tulang yang kokoh, otot yang lentur, otak yang kompleks, serta indra yang tajam, semuanya merupakan anugerah luar biasa yang menjadikan manusia berbeda dari makhluk lain.
Namun, kesempurnaan penciptaan manusia tidak hanya terbatas pada aspek fisik semata. Al-Qur'an seringkali menekankan dimensi spiritual dan intelektual manusia. Manusia dianugerahi akal untuk berpikir, hati untuk merasakan, dan ruh untuk berinteraksi dengan Sang Pencipta. Kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, kemampuan untuk belajar dan berkembang, serta kemampuan untuk mencintai dan berkasih sayang, adalah sebagian dari kesempurnaan takwīm yang diberikan Allah kepada manusia.
Sumpah Allah atas tin dan zaitun, dan kemudian penegasan akan kesempurnaan penciptaan manusia, seharusnya menjadi pengingat yang kuat bagi kita. Dengan potensi dan kelebihan yang telah dianugerahkan, seorang muslim dituntut untuk menggunakan anugerah tersebut di jalan yang benar. Akal harus digunakan untuk mencari ilmu dan kebenaran, hati harus dipenuhi rasa syukur dan cinta kepada Allah, serta fisik harus digunakan untuk beribadah dan berbuat kebaikan.
Jika manusia menyalahgunakan kesempurnaan penciptaannya, yaitu dengan kufur, berbuat kezaliman, atau tenggelam dalam keserakahan dan kesombongan, maka mereka akan direndahkan martabatnya. Hal ini ditegaskan dalam ayat-ayat selanjutnya dalam Surah At-Tin, di mana Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang mengingkari nikmat-Nya akan menerima balasan yang setimpal. Ini menunjukkan bahwa kesempurnaan penciptaan adalah amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dengan merenungi ayat "وَتِينٍ وَزَيْتُونٍ" dan penegasan akan kesempurnaan penciptaan manusia, kita diingatkan kembali untuk bersyukur atas nikmat yang telah diberikan dan berusaha untuk mengarungi kehidupan sesuai dengan fitrah kesempurnaan yang telah Allah tetapkan.