Simbol kejelasan dan bimbingan Ilahi.
Surat Al-Bayyinah, yang berarti "Bukti yang Nyata", adalah surat ke-98 dalam Al-Qur'an. Surat ini terdiri dari 8 ayat dan termasuk dalam golongan surat Madaniyah, diturunkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Al-Bayyinah secara keseluruhan menjelaskan tentang hakikat kebenaran Islam dan konsekuensi bagi mereka yang menolaknya. Namun, dua ayat terakhir, yaitu ayat 5 dan 6, memiliki kedalaman makna yang luar biasa, merangkum inti dari ajaran agama yang lurus serta tujuan penciptaan manusia. Ayat-ayat ini menjadi penekanan kuat tentang pentingnya ibadah yang ikhlas dan konsekuensi dari penyimpangan.
Fokus utama dari ayat 5 dan 6 ini adalah mendeskripsikan tentang tujuan fundamental diciptakannya manusia dan bagaimana cara mencapai kehidupan yang bermakna di hadapan Allah SWT. Ayat-ayat ini menyoroti perbedaan mendasar antara orang yang beriman dengan tulus dan orang yang tetap berada dalam kesesatan, meskipun telah diberikan bukti-bukti yang jelas.
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَاةَ ۚ ذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
Wa mā umirū illā liya'budullāha mukhliṣīna lahud-dīna ḥunafā'a wa yuqīmūṣ-ṣalāta wa yu'tuz-zakāta; dhālika dīnul-qayyimah. Padahal mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan (juga) agar mereka melaksanakan salat dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.Ayat kelima ini dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada perintah lain bagi manusia selain untuk menyembah Allah SWT dengan hati yang ikhlas. Kata "mukhliṣīna" (memurnikan) menekankan bahwa ibadah harus dilakukan semata-mata karena Allah, tanpa unsur riya' (pamer) atau mencari pujian dari manusia. Ketulusan ini menjadi fondasi utama dalam beragama. Selain itu, ayat ini juga menyebutkan dua pilar penting dalam Islam, yaitu salat dan zakat. Salat adalah sarana komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya, sedangkan zakat adalah wujud kepedulian sosial dan pembersihan harta. Kedua ibadah ini, bersama dengan ketulusan hati, membentuk "dinul-qayyimah" atau agama yang lurus dan benar.
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ وَٱلْمُشْرِكِينَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ شَرُّ ٱلْبَرِيَّةِ
Innal-ladhīna kafarū min ahlil-kitābi wal-musyrikīna fī nāri jahannama khālidīna fīhā; ulā'ika hum syarrul-bariyyah. Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli Kitab dan orang-orang musyrik (berada) di Neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.Selanjutnya, ayat keenam memberikan peringatan keras bagi mereka yang menolak kebenaran. Ayat ini menyebutkan dua golongan utama yang termasuk dalam kekafiran, yaitu "ahlul-kitab" (ahli kitab) yang menolak risalah Nabi Muhammad SAW meskipun telah memiliki kitab suci sebelumnya, dan "musyrikīn" (orang-orang musyrik) yang menyekutukan Allah. Kedua golongan ini diancam dengan kekal di dalam neraka Jahanam. Penggunaan frasa "syarrul-bariyyah" (sejahat-jahat makhluk) menunjukkan betapa beratnya konsekuensi dari penolakan terhadap ajaran tauhid yang murni.
Makna mendalam dari kedua ayat ini adalah penegasan bahwa keimanan yang sejati menuntut pembuktian melalui tindakan nyata, yaitu pelaksanaan ibadah yang tulus dan taat kepada perintah Allah. Al-Bayyinah ayat 5 dan 6 ini menjadi pengingat penting bagi umat Islam untuk senantiasa memeriksa niat dalam setiap amal ibadahnya. Ibadah tanpa keikhlasan bagaikan bangunan tanpa pondasi, mudah runtuh dan tidak bernilai di hadapan Sang Pencipta. Kesalahan fatal yang sering terjadi adalah ketika manusia menyekutukan Allah, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi melalui riya' atau mengikuti hawa nafsu yang menyimpang dari syariat.
Oleh karena itu, pemahaman yang benar terhadap Surat Al-Bayyinah ayat 5 dan 6 sangat krusial. Ayat-ayat ini bukan sekadar bacaan, melainkan panduan hidup yang mengajak kita untuk senantiasa merefleksikan diri, meluruskan niat, memperkuat ibadah, dan menjauhi segala bentuk kesyirikan. Tujuannya adalah agar kita dapat meraih ridha Allah SWT dan terhindar dari murka-Nya, serta menjadi hamba-hamba pilihan yang senantiasa berada di jalan kebenaran yang lurus. Keimanan yang kokoh dan amalan yang ikhlas adalah kunci keselamatan dunia dan akhirat.