Ilustrasi: Metafora cahaya kebenaran dari Surat Al Bayyinah.
Surat Al-Bayyinah, yang berarti "Bukti yang Nyata", merupakan salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang sarat akan makna mendalam. Surat ini sering kali dibaca dan direnungkan, terutama ayat kelimanya, yang menjelaskan inti dari ajaran Islam dan konsekuensi bagi mereka yang beriman serta yang mengingkarinya. Pemahaman terhadap Surat Al Bayyinah ayat 5 menjelaskan tentang bagaimana keimanan yang benar akan membawa pencerahan dan keselamatan, sementara penolakan terhadap kebenaran akan berujung pada kesesatan.
Ayat kelima dari Surat Al-Bayyinah berbunyi:
Pesan utama yang disampaikan dalam Surat Al Bayyinah ayat 5 menjelaskan tentang tiga pilar fundamental dalam kehidupan seorang Muslim:
Frasa "mukhlishina lahud-din" yang diterjemahkan sebagai "mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena agama" adalah inti dari tauhid. Ayat ini menekankan bahwa ibadah haruslah murni ditujukan hanya kepada Allah SWT. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada tujuan lain dari ketaatan selain untuk ridha-Nya. Ibadah yang dicampur dengan riya' (pamer), syirik (menyekutukan Allah), atau didorong oleh motif duniawi semata, tidak akan diterima di sisi-Nya. Keikhlasan adalah fondasi dari setiap amalan saleh. Tanpa keikhlasan, shalat yang dilakukan, zakat yang ditunaikan, atau kebaikan lainnya akan kehilangan nilainya di hadapan Allah. Ini mengajarkan kita untuk selalu introspeksi diri, memastikan bahwa setiap perbuatan kita semata-mata karena Allah.
Perintah untuk "melaksanakan shalat" (wa yuqimush-shalat) adalah perintah langsung yang juga menjadi tiang agama. Shalat bukan hanya sekadar gerakan fisik, tetapi merupakan sarana komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya. Shalat yang ditegakkan dengan khusyuk dan penuh kesadaran akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana disebutkan dalam ayat lain. Pelaksanaan shalat secara konsisten dan tepat waktu adalah bukti nyata dari keteraturan dan disiplin seorang Muslim dalam menjalankan agamanya. Ayat ini mengingatkan pentingnya menjaga kualitas shalat, bukan hanya kuantitasnya.
Perintah untuk "menunaikan zakat" (wa yu'tuz-zakat) mencakup aspek sosial dan ekonomi dalam Islam. Zakat adalah bentuk penyucian harta dan kepedulian terhadap sesama, terutama bagi mereka yang membutuhkan. Dengan menunaikan zakat, seorang Muslim tidak hanya membersihkan hartanya dari hak orang lain, tetapi juga membantu mengurangi kesenjangan sosial dan mewujudkan solidaritas umat. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang komprehensif, yang mengatur hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan sesama manusia).
Ayat ini ditutup dengan penegasan bahwa ajaran-ajaran tersebut ("menyembah Allah dengan ikhlas, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat") adalah "agama yang lurus" (dinal-qayyimah). Kata "Qayyimah" berarti lurus, tegak, benar, dan tidak bengkok. Ini menyiratkan bahwa Islam, dengan segala ajaran dan tuntunannya, adalah satu-satunya jalan yang benar dan lurus menuju keselamatan di dunia dan akhirat. Jalan ini tidak berliku-liku, tidak menyesatkan, melainkan lurus menuju keridhaan Allah. Memilih dan mengikuti jalan ini adalah sebuah anugerah dan pilihan sadar yang harus dijaga.
Dengan demikian, Surat Al Bayyinah ayat 5 menjelaskan tentang esensi ajaran Islam yang berpusat pada tauhid, ibadah yang murni, dan amal saleh yang mencakup hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Keikhlasan, kekhusyukan dalam shalat, dan kepedulian sosial melalui zakat adalah bukti dari keyakinan yang benar, yang akan menuntun pelakunya pada jalan kehidupan yang lurus dan diridhai oleh Allah SWT. Memahami dan mengamalkan ayat ini adalah langkah penting bagi setiap Muslim untuk memperdalam imannya dan memperbaiki hubungannya dengan Sang Pencipta serta seluruh ciptaan-Nya.