Di dalam Al-Qur'an, terdapat surat-surat yang memiliki makna mendalam, salah satunya adalah Surat At-Tin. Surat yang terdiri dari delapan ayat ini dibuka dengan sumpah Allah SWT atas dua buah yang sangat penting dalam sejarah peradaban dan nutrisi manusia, yaitu buah tin dan buah zaitun. Ayat pertama, "Demi (buah) tin dan (buah) zaitun," menjadi pembuka yang sarat makna. Namun, dalam artikel ini, kita akan lebih mendalami surat at tin ayat ke 2, yang berbunyi: "Dan demi Gunung Sinai."
Ayat kedua ini membawa perhatian kita kepada sebuah lokasi geografis yang sangat signifikan dalam sejarah agama samawi, yaitu Gunung Sinai. Gunung Sinai bukan sekadar tumpukan bebatuan biasa. Ia adalah tempat di mana Nabi Musa AS menerima wahyu dari Allah SWT, yaitu kitab Taurat. Peristiwa ini menandai momen krusial dalam perjalanan spiritual umat manusia dan merupakan bukti nyata akan komunikasi ilahi dengan para nabi-Nya.
Dengan menyebut Gunung Sinai, Allah SWT ingin menegaskan beberapa hal. Pertama, pengagungan terhadap tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah dan spiritual tinggi. Gunung Sinai telah menjadi saksi bisu dari peristiwa besar penerimaan wahyu, dialog antara Pencipta dan ciptaan-Nya, serta awal dari sebuah risalah yang membawa petunjuk bagi kaum Bani Israil. Sumpah atas gunung ini menunjukkan betapa pentingnya peristiwa yang terjadi di sana.
Kedua, ayat ini mengingatkan kita tentang kebesaran Allah SWT yang mampu menciptakan dan menjadikan tempat-tempat demikian sebagai saksi atas kehendak-Nya. Allah SWT berkuasa atas segala sesuatu, termasuk gunung-gunung yang menjulang tinggi dan menjadi monumen alam yang abadi. Sumpah ini berfungsi untuk menguatkan pesan-pesan selanjutnya yang akan disampaikan dalam surat At-Tin.
"Allah bersumpah dengan dua buah ini (tin dan zaitun) karena keduanya banyak sekali manfaatnya, baik untuk makanan maupun obat-obatan. Juga karena pohon keduanya adalah pohon yang diberkahi dan termasuk pohon yang tertua di dunia. Dikatakan pula bahwa tin adalah buah yang dimakan Nabi Adam AS tatkala berada di surga, dan zaitun adalah buah yang tumbuh di Baitul Maqdis, tempat Nabi Isa AS diutus."
Kombinasi sumpah atas buah tin, buah zaitun, dan Gunung Sinai dalam awal surat At-Tin bukanlah tanpa alasan. Para ulama tafsir memiliki berbagai pandangan mengenai makna mendalam di balik rangkaian sumpah ini. Salah satu penafsiran yang paling populer adalah bahwa Allah SWT bersumpah atas berbagai ciptaan-Nya yang memiliki nilai dan manfaat luar biasa, baik secara material maupun spiritual. Buah tin dan zaitun melambangkan kesuburan, kenikmatan, dan kesehatan yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Sementara itu, Gunung Sinai melambangkan tempat diterimanya wahyu ilahi dan tonggak sejarah penting bagi para nabi.
Banyak pula yang menafsirkan bahwa tin tumbuh subur di daerah Syam (Palestina, Suriah, Yordania, Lebanon), tempat para nabi diutus, termasuk Nabi Isa AS. Sementara zaitun juga tumbuh di daerah tersebut dan dikenal sebagai pohon yang diberkahi, serta minyaknya digunakan untuk penerangan dan pengobatan. Keduanya sering diasosiasikan dengan kenikmatan duniawi dan kesuburan.
Di sisi lain, Gunung Sinai adalah tempat Nabi Musa AS menerima kitab Taurat, sebuah kitab suci yang menjadi petunjuk bagi kaumnya. Keberadaan Gunung Sinai dalam sumpah ini menekankan pentingnya petunjuk ilahi dan perjalanan para nabi dalam membawa kebenaran kepada umat manusia.
Sumpah dalam Al-Qur'an bukanlah semata-mata pengulangan kata, melainkan sebuah penekanan. Ketika Allah SWT bersumpah dengan menyebut nama ciptaan-Nya, itu berarti ada pelajaran penting yang harus kita ambil dari ciptaan tersebut. Dalam konteks surat at tin ayat ke 2 yang menyebut Gunung Sinai, kita diingatkan akan pentingnya:
Memahami surat at tin ayat ke 2 bersama dengan ayat-ayat sebelumnya memberikan kita gambaran utuh tentang bagaimana Allah SWT memulai firman-Nya dengan menunjuk pada dua aspek penting kehidupan manusia: kenikmatan fisik dan anugerah spiritual. Keduanya adalah modal berharga yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk menjalani kehidupan di dunia ini, menuju kesempurnaan penciptaan yang akan diuraikan lebih lanjut dalam surat ini.
Dengan merenungkan ayat-ayat ini, kita diajak untuk lebih mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah SWT, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, serta selalu berpegang teguh pada petunjuk-Nya agar dapat mencapai derajat takwa dan ridha-Nya.