Surat At-Tin Keajaiban Penciptaan dan Keimanan

Ilustrasi visual makna Surat At-Tin

Surat At-Tin: Sumpah Allah dan Penegasan Keimanan

Surat At-Tin adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang sarat makna. Terdiri dari delapan ayat, surat ini merupakan surat Makkiyyah, yang berarti diturunkan di Mekkah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Nama "At-Tin" sendiri diambil dari kata pertama surat ini, yang berarti buah tin. Buah tin, beserta buah zaitun, diangkat oleh Allah SWT sebagai saksi atau objek sumpah untuk menegaskan keagungan penciptaan-Nya dan kemuliaan derajat manusia.

Teks Arab, Terjemahan, dan Tajwid Surat At-Tin

Ayat 1: وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ

وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ
Demi (buah) tin dan (buah) zaitun,
At-Tin: Tanda tasydid pada huruf 'ta' (ت) menunjukkan adanya gunnah (dengung) karena bertemu dengan huruf 'nun' bertasydid (Idgham Mimi) dan wajib dibaca dengung. Waz-zaitun: Tanda tasydid pada huruf 'za' (ز) menunjukkan idgham syamsi. Lam 'ta'rif tidak dibaca, dan huruf 'za' dibaca dengan tasydid.

Ayat 2: وَطُورِ سِينِينَ

وَطُورِ سِينِينَ
dan demi Gunung Sinai,
Thuri Sinin: Mad arid lissukun pada 'sinin' jika diwaqafkan. Dibaca panjang 2, 4, atau 6 harakat.

Ayat 3: وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ

وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ
dan demi kota (Mekkah) ini yang aman,
Al-Baladi: Idgham Syamsi pada 'lam ta'rif'. Huruf 'lam' tidak dibaca, dan huruf 'ba' (ب) pada 'baladi' dibaca langsung ke huruf 'alif' dari 'al-amien'. Al-Amien: Mad silah sugra pada 'hu' (tersembunyi) jika disambung dengan ayat berikutnya. Namun karena ayat ini diakhiri, maka mad tabi'i pada 'ya' dibaca panjang 2 harakat. Idgham Syamsi pada 'lam ta'rif'.

Ayat 4: لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Laqad khalaqna: Qalqalah sugra pada huruf 'dal' (د) dalam 'laqad'. Al-Insana: Idgham Syamsi pada 'lam ta'rif'. Mad 'iwaad' pada akhir ayat jika diwaqafkan. Fi ahsani: Mad tabi'i pada 'ya' (ي) dalam 'fi' dibaca 2 harakat. Taqwim: Mad 'aridh lissukun jika diwaqafkan.

Ayat 5: ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ

ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya,
Tsumma: Idgham Mutamatsilain Shughra pada 'mim' bertasydid. Radadnahu asfala: Mad Shilah Sugra pada 'hu' karena bertemu hamzah. Dibaca 2 harakat. Safilin: Mad 'aridh lissukun jika diwaqafkan.

Ayat 6: إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka mereka mendapatkan pahala yang tiada putus-putusnya.
Illal ladziina: Idgham Syamsi pada 'lam ta'rif'. Aamanuu: Mad Wajib Muttasil karena mad bertemu hamzah dalam satu kalimat. Dibaca 4 atau 5 harakat. Wa 'amiluush-shalihah: Idgham Syamsi pada 'lam ta'rif'. Idgham Mutajanisain antara 'lam' dan 'shad'. Falahum ajrun: Idhar Mutlaq pada 'mim' dalam 'falahum' jika bertemu 'jim' (tidak ada dalam ayat ini, ini hanya sebagai contoh aturan umum). Idhar Halqi pada 'nun' dalam 'ajrun' karena bertemu 'ghain'. Ghairu mamnuun: Mad 'aridh lissukun pada 'nun' jika diwaqafkan.

Ayat 7: فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ

فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ
Maka apakah yang membuatmu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
Yukadzibu-ka ba'du: Mad Shilah Qashirah pada 'ka' karena bertemu 'ba'. Dibaca 2 harakat. Bid-diini: Idgham Syamsi. Tasydid pada 'dal'. Mad 'aridh lissukun jika diwaqafkan.

Ayat 8: أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ

أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
Bukankah Allah yang paling adil di antara semua hakim?
Allahu: Lam jalalah dibaca tebal karena jatuh setelah fathah. Bi-ahkami: Mad Shilah Qashirah pada 'hu' (tersembunyi). Dibaca 2 harakat. Al-haakimien: Idgham Syamsi. Mad 'aridh lissukun pada akhir ayat jika diwaqafkan.

Makna Mendalam Surat At-Tin

Sumpah Allah SWT dengan buah tin, zaitun, Gunung Sinai, dan kota Mekkah yang aman bukanlah tanpa makna. Buah tin dan zaitun merupakan simbol dari makanan yang menyehatkan dan penuh berkah, seringkali diasosiasikan dengan kesuburan dan kesejahteraan. Gunung Sinai adalah tempat Nabi Musa 'alaihissalam menerima wahyu dari Allah, menunjukkan tempat yang suci dan diberkahi. Kota Mekkah yang aman adalah kiblat umat Islam dan tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW, pusat keagamaan yang dilindungi Allah.

Melalui sumpah ini, Allah SWT ingin menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna dan memiliki potensi akal serta fisik yang luar biasa. Manusia dibekali kemampuan untuk berpikir, berbuat, dan berinteraksi dengan alam semesta secara optimal. Namun, kesempurnaan ini bisa ternoda oleh kesombongan dan kemaksiatan, yang dapat menjerumuskan manusia ke lembah kehinaan.

Pernyataan "kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya" merujuk pada kondisi manusia yang paling terpuruk, yaitu ketika ia meninggalkan jalan kebenaran dan memilih kesesatan. Di sinilah pentingnya keimanan dan amal saleh. Bagi mereka yang memilih untuk beriman kepada Allah, menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya, Allah menjanjikan pahala yang tidak akan pernah terputus.

Ayat-ayat terakhir surat At-Tin menegaskan kembali kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Pertanyaan retoris "Maka apakah yang membuatmu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?" mengajak manusia untuk merenungkan kembali penciptaan, nikmat, dan bukti-bukti kebesaran Allah. Dengan menegaskan bahwa Allah adalah hakim yang paling adil, surat ini memberikan penegasan bahwa setiap perbuatan akan diperhitungkan dan dibalas dengan adil.

Memahami Surat At-Tin beserta tajwidnya adalah sebuah upaya untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dengan tadabbur (merenungkan) maknanya dan mengaplikasikan tajwid dalam bacaannya, kita dapat semakin menguatkan keimanan, mensyukuri nikmat penciptaan, dan mempersiapkan diri untuk hari pembalasan. Surat ini menjadi pengingat bahwa kesempurnaan ciptaan Allah harus diimbangi dengan kesempurnaan ibadah dan akhlak kita sebagai manusia.

🏠 Homepage