Terjemahan Surat At-Tin Ayat 5: Mengungkap Keunggulan Manusia

Surat At-Tin, surat ke-95 dalam Al-Qur'an, adalah sebuah surat pendek namun sarat makna. Diturunkan di Mekah, surat ini hanya terdiri dari delapan ayat. Nama surat ini diambil dari kata "At-Tin" yang berarti buah tin, salah satu dari beberapa sumpah yang diucapkan Allah SWT di awal surat. Sumpah-sumpah ini menegaskan keseriusan Allah dalam menyampaikan pesan-Nya mengenai penciptaan manusia dan takdirnya.

Ayat kelima surat At-Tin secara khusus menyoroti pencapaian tertinggi manusia dalam hal penciptaan, sebuah bentuk keunggulan yang diberikan oleh Sang Pencipta. Memahami terjemahan dan tafsir ayat ini memberikan perspektif yang mendalam tentang bagaimana Allah memandang dan memuliakan ciptaan-Nya yang paling sempurna.

"ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ"

Dalam Bahasa Indonesia, ayat ini sering diterjemahkan sebagai:

"Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya."

Konteks Ayat Kelima

Ayat kelima ini muncul setelah empat ayat sebelumnya yang dimulai dengan sumpah Allah atas buah tin dan zaitun, Gunung Sinai, dan kota Mekah yang aman. Sumpah-sumpah ini sering diinterpretasikan sebagai simbol kesucian dan tempat turunnya wahyu kenabian. Setelah itu, Allah berfirman:

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS. At-Tin: 4)

Ayat keempat ini adalah pernyataan tegas tentang kesempurnaan penciptaan manusia. Manusia diciptakan dalam bentuk fisik yang proporsional, akal yang cerdas, hati yang dapat merasakan, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan serta Tuhannya. Ini adalah karunia luar biasa yang membedakan manusia dari makhluk ciptaan lainnya.

Makna "Asfalas Safilin"

Setelah menegaskan kesempurnaan penciptaan, ayat kelima lalu menyatakan: "Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya." Frasa "asfalas safilin" (أَسْفَلَ سَافِلِينَ) secara harfiah berarti "paling rendah dari yang rendah" atau "tempat yang paling hina". Ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana mungkin manusia yang diciptakan dalam bentuk terbaik bisa dikembalikan ke tempat yang paling rendah?

Para ulama tafsir memiliki berbagai pandangan mengenai makna "asfalas safilin" ini:

Pesan Moral dan Hikmah

Ayat kelima Surat At-Tin, jika dipahami bersamaan dengan ayat keempat, memberikan pesan yang sangat kuat tentang kebebasan memilih dan konsekuensinya. Allah telah memberikan potensi keunggulan maksimal kepada manusia, namun juga memberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup.

Manusia memiliki pilihan untuk tetap berada di puncak kemuliaan dengan beriman, bertakwa, dan berbuat baik, atau jatuh ke lembah kehinaan melalui kekufuran, kedurhakaan, dan kejahatan. Pilihan inilah yang akan menentukan nasibnya di dunia dan akhirat. Kemuliaan penciptaan adalah sebuah potensi, bukan jaminan mutlak. Pertumbuhan spiritual dan moral yang berkelanjutan melalui ketaatan kepada Allah adalah kunci untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan kemuliaan tersebut.

"Maka apakah orang yang dibangkitkan dengan wajah buruk rupa itu sama dengan orang yang dibangkitkan dengan wajah baik rupa? Maka tidaklah kamu beriman dan tidaklah kamu bersyukur, maka tiada gunanya kamu meminta syafaat di sisi Allah pada hari itu." (Tafsir dari ayat-ayat berikutnya dalam Surat Al-Insan)

Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu introspeksi diri, menjaga amanah akal dan raga yang telah diberikan Allah, serta senantiasa bersyukur atas segala nikmat. Menjauhi segala bentuk kemaksiatan dan mendekatkan diri kepada Allah adalah cara terbaik untuk memastikan bahwa kita tidak akan kembali ke tempat yang paling rendah, melainkan akan senantiasa berada dalam naungan rahmat dan keridhaan-Nya. Keunggulan manusia terletak pada kemampuannya untuk mengenali Tuhannya, tunduk pada perintah-Nya, dan memanfaatkan potensi yang diberikan untuk kebaikan.

🏠 Homepage