Kunci Kesahihan: Menulis dan Membaca dengan Ketepatan Linguistik.
I. Mengapa Ketepatan Penulisan Al-Fatihah Menjadi Mandatori?
Surat Al-Fatihah, yang berarti ‘Pembukaan’, memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam. Ia adalah rukun qauli (rukun ucapan) dalam setiap rakaat salat, menjadikannya surat yang paling sering dibaca oleh umat Muslim di seluruh dunia. Ketidakakuratan dalam penulisan atau pelafalan (terutama bagi mereka yang belajar dari tulisan) dapat mengubah makna fundamental, yang pada gilirannya dapat memengaruhi keabsahan ibadah salat.
Penulisan Al-Fatihah harus merujuk pada kaidah ortografi yang diakui secara mutlak, yakni Rasm Utsmani. Rasm Utsmani bukanlah sekadar gaya kaligrafi; ia adalah cara standar dan baku penulisan Al-Qur'an yang telah ditetapkan sejak masa Khalifah Utsman bin Affan. Perbedaan antara Rasm Utsmani dan kaidah penulisan Arab (Imla'i) kontemporer adalah krusial dan harus dipahami oleh siapapun yang ingin memastikan kebenaran tulisannya.
Tujuan dari panduan ini adalah untuk mengupas tuntas setiap huruf, harakat, dan kaidah penulisan Al-Fatihah, baik dalam bentuk tulisan Arab aslinya maupun dalam bentuk transliterasi Latin yang benar-benar akurat sesuai dengan kaidah ilmu tajwid dan kaidah bahasa Arab baku. Memahami 'tulisan yang benar' berarti memahami fondasi linguistik dan teologis di baliknya.
1.1. Perbedaan Mendasar Rasm Utsmani vs. Imla'i
Dalam penulisan Al-Qur'an, seringkali kita menemukan huruf-huruf tertentu yang tidak ditulis (dihilangkan/dibuang), atau huruf yang ditambahkan, atau huruf yang diganti, yang mana hal ini bertentangan dengan kaidah penulisan bahasa Arab umum (Imla'i). Ini disebut *Ziyadah* (penambahan) atau *Hazf* (penghilangan).
- Hazf (Penghilangan): Misalnya, penghilangan Alif pada kata-kata tertentu. Ini adalah ciri khas yang harus dijaga.
- Ziyadah (Penambahan): Penambahan huruf, seperti Wawu atau Ya' yang tidak diucapkan tetapi ditulis.
- Badal (Penggantian): Penggantian huruf (misalnya, Ta' Marbutah diganti Ta' Maftuhah dalam beberapa Mushaf, meskipun tidak terjadi di Al-Fatihah).
Ketepatan penulisan Al-Fatihah adalah manifestasi penghormatan terhadap orisinalitas wahyu. Setiap penyimpangan dari Rasm Utsmani, meskipun hanya berupa penambahan Alif kecil (alif khanjariyah) yang salah tempat, dianggap sebagai kekeliruan ortografis yang serius dalam konteks penulisan mushaf.
II. Analisis Rasm Utsmani: Ayat per Ayat
Untuk mencapai target penulisan yang benar, kita akan membedah Al-Fatihah (7 ayat, termasuk Basmalah) secara rinci, fokus pada huruf-huruf yang rentan salah tulis atau salah transliterasi.
2.1. Ayat 1: Basmalah
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Transliterasi: Bismi Allāhi Ar-Raḥmāni Ar-Raḥīm
A. Kata: بِسْمِ (Bismi)
Penulisan yang benar harus menghilangkan Alif Wasl (Ibn) yang biasanya muncul di depan kata ini jika berdiri sendiri. Dalam Rasm Utsmani, Alif pada 'Ism' (nama) dihilangkan ketika digabungkan dengan Ba' (Baa’ul jarr) dalam Basmalah. Ini adalah contoh klasik dari Hazf (penghilangan). Jika ditulis Bismillah tanpa menghilangkan Alif, itu menyalahi Rasm Utsmani.
B. Kata: ٱللَّهِ (Allāhi)
Fokus: Lam Jalalah (lafaz keagungan). Meskipun diucapkan dengan vokal panjang 'ā' (setelah Lam), huruf Alif tidak ditulis penuh, melainkan diwakili oleh Alif Khofifah (Alif kecil/dagger alif) di atas Lam.
Tulisan Arab (Imla'i) normal mungkin menulisها ('Allaahu'), namun Rasm Utsmani menuliskannya ٱللَّهِ. Konsistensi dalam penggunaan Alif Khofifah di sini wajib diikuti.
C. Kata: ٱلرَّحْمَٰنِ (Ar-Raḥmāni) dan ٱلرَّحِيمِ (Ar-Raḥīm)
Fokus: Huruf Ḥā’ (ح) dan Alif Khofifah (ٰ).
- Ḥā’ (ح): Harus dibedakan dari Hā’ (ه) atau Khā’ (خ). Ḥā’ diucapkan dari tengah tenggorokan (berat). Kesalahan penulisan Latin sering kali hanya menggunakan 'H' tanpa titik di bawahnya (ḥ), yang bisa disalahartikan sebagai Hā’ biasa.
- Alif Khofifah (ٰ) pada Ar-Raḥmāni: Seperti pada kata Allah, Alif panjang yang diucapkan ('mā') ditulis hanya dengan Alif Khofifah. Penulisan Alif penuh (الرَّحْمَان) adalah gaya Imla'i modern, bukan Rasm Utsmani.
2.2. Ayat 2: Pujian Universal
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Transliterasi: Al-Ḥamdu Lillāhi Rabbi Al-‘ālamīn
A. Kata: ٱلْحَمْدُ (Al-Ḥamdu)
Fokus utama adalah pada huruf Ḥā’ (ح) yang sama dengan di Basmalah. Secara Rasm, penulisannya lugas.
B. Kata: لِلَّهِ (Lillāhi)
Ini adalah pengulangan Lam Jalalah, tetapi didahului oleh Lam jarr (huruf jer, untuk ‘milik’). Penulisannya tetap sama: dua Lam, diikuti oleh Hā’ dan Alif Khofifah di atas Lam kedua.
C. Kata: رَبِّ (Rabbi)
Penulisan Ba’ harus dilengkapi dengan Tasydīd (ّ) untuk menunjukkan penekanan yang kuat. Walaupun Tasydīd adalah harakat dan bukan bagian dari Rasm asli, ia adalah fitur penting dari Naskh modern untuk memastikan pembacaan yang benar, yang mana secara linguistik berarti ‘Tuhan’ atau ‘Pemelihara’.
D. Kata: ٱلْعَٰلَمِينَ (Al-‘ālamīn)
Fokus: Huruf ‘Ain (ع) dan Alif Khofifah (ٰ).
- ‘Ain (ع): Diucapkan dari tenggorokan tengah, sangat berbeda dari Alif (ء/ا). Dalam transliterasi, ia sering diwakili oleh tanda petik terbalik (‘). Kesalahan penulisan Latin yang menghilangkan tanda ini (Alamīn) sangat fatal karena mengubahnya menjadi 'Alif' biasa, yang berarti 'orang-orang yang menyakitkan' atau 'tanda-tanda'.
- Alif Khofifah (ٰ): Lagi-lagi, vokal panjang pada ‘ā’ ditulis menggunakan Alif kecil, bukan Alif penuh (العالمين), sesuai kaidah Hazf Rasm Utsmani.
2.3. Ayat 3: Pengulangan Sifat Kasih Sayang
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Transliterasi: Ar-Raḥmāni Ar-Raḥīm
Ayat ini merupakan pengulangan dari bagian Basmalah, tetapi fungsinya dalam struktur surat sangat penting, menekankan sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dalam konteks penulisan, aturan Rasm Utsmani yang berlaku di Ayat 1 mutlak harus dipertahankan. Konsistensi ortografi pada penulisan ٱلرَّحْمَٰنِ dengan Alif Khofifah adalah kunci. Mengapa Al-Fatihah memilih Rasm yang menghilangkan Alif penuh pada nama-nama agung ini? Para ulama ortografi menyebutnya sebagai penghormatan, di mana kata-kata tersebut sudah sangat dikenal sehingga Alif penuh dianggap berlebihan (*li’l ikhtisar*).
2.4. Ayat 4: Penguasa Hari Pembalasan
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
Transliterasi: Māliki Yawmi Ad-Dīn
A. Kata: مَٰلِكِ (Māliki)
Fokus: Dua Qira’at (cara baca) yang diterima dan Rasm Utsmani.
Dalam Rasm Utsmani, kata ini ditulis dengan Alif Khofifah di atas Mim (مَٰلِكِ). Ini merepresentasikan Qira’at Hafs ‘an ‘Asim, yang membacanya Mālik (dengan vokal panjang, berarti ‘Pemilik/Penguasa’). Qira’at lain seperti Qira’at Nafi’ membacanya Malik (tanpa vokal panjang, berarti ‘Raja’).
Karena Rasm Utsmani menoleransi kedua bacaan, penempatan Alif Khofifah (ٰ) menunjukkan opsi bacaan panjang. Jika seseorang menulisnya tanpa Alif Khofifah (مَلِكِ), ini hanya mewakili satu Qira’at dan tidak mencerminkan ortografi standar Mushaf Madinah yang paling umum digunakan.
B. Kata: يَوْمِ (Yawmi)
Penulisannya standar, tetapi penting untuk diperhatikan bahwa huruf Wawu (و) di sini adalah huruf layyin (semi vokal) yang dibaca cepat (Diptong), bukan vokal panjang 'ū'. Transliterasi 'Yom' atau 'Youm' seringkali menyesatkan, sedangkan 'Yawm' lebih akurat.
C. Kata: ٱلدِّينِ (Ad-Dīn)
Fokus: Tasydīd pada Dal (د).
Tasydīd menunjukkan asimilasi dari Lam Syamsiyah pada Alif Lam ta’rif (Al-Dīn menjadi Ad-Dīn). Pelafalan yang benar sangat bergantung pada Tasydīd ini. Secara Rasm, penulisan hurufnya lurus; ketepatan di sini terletak pada harakat (Tasydīd, Kasrah, Sukun) yang memastikan pelafalan benar. Makna Dīn (دين) di sini adalah ‘Pembalasan’ atau ‘Agama’.
2.5. Ayat 5: Ikrar Ketaatan dan Permohonan Bantuan
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Transliterasi: Iyyāka Na‘budu Wa Iyyāka Nasta‘īn
A. Kata: إِيَّاكَ (Iyyāka)
Fokus: Tasydīd pada Yā’ (ي) dan Hamzah Qath’ (إِ).
- Tasydīd: Ini adalah bagian paling vital dari ayat ini. Tasydīd pada Yā’ (يّ) menunjukkan penekanan yang mutlak (hanya Engkau). Jika Tasydīd ini hilang, tulisan (dan bacaan) menjadi إياك (Iyāka), yang berarti ‘sinar matahari’ atau ‘sejenis tanaman’, dan ini dapat merusak makna tauhid secara total. Penulisan yang benar harus menyertakan Tasydīd.
- Hamzah Qath’: Hamzah di bawah Alif (إِ) menunjukkan Hamzah yang harus diucapkan, bahkan jika didahului kata lain.
B. Kata: نَعْبُدُ (Na‘budu) dan نَسْتَعِينُ (Nasta‘īn)
Fokus: Huruf ‘Ain (ع).
Baik pada *Na‘budu* (Kami menyembah) maupun *Nasta‘īn* (Kami memohon pertolongan), kehadiran dan penulisan yang jelas dari ‘Ain (ع) adalah fundamental. Kesalahan penulisan Latin yang menggantikan ‘Ain dengan ‘A’ biasa menghasilkan kata yang berbeda sama sekali, misalnya 'Nabudu' (kami kembali) atau 'Nastain' (kami memelihara). Transliterasi ilmiah wajib mencantumkan tanda petik terbalik (‘) untuk membedakannya.
2.6. Ayat 6: Permintaan Petunjuk Lurus
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
Transliterasi: Ihdinā Aṣ-Ṣirāṭa Al-Mustaqīm
A. Kata: ٱهْدِنَا (Ihdinā)
Alif pada awal kata ini adalah Alif Wasl (tidak dibaca jika didahului kata lain). Secara Rasm, penulisannya lurus. Vokal panjang 'nā' (نَا) ditulis penuh dengan Alif (naa).
B. Kata: ٱلصِّرَٰطَ (Aṣ-Ṣirāṭa)
Fokus Kritis: Huruf Ṣād (ص) dan Ṭā’ (ط).
- Ṣād (ص): Kata ini dalam Qira’at Hafs ditulis dengan Ṣād (ص). Namun, secara linguistik, asalnya bisa juga dari Sīn (س) sebagaimana dalam Qira'at Qunbul. Rasm Utsmani memilih Ṣād, yang merupakan huruf tebal (*tafkhīm*). Jika ditulis dengan Sīn (س), ini mengubah kualitas bunyi secara drastis (Ash-Shirāṭ vs As-Sirāṭ).
- Ṭā’ (ط): Huruf tebal (Ṭā’) harus dibedakan dari Tā’ biasa (ت). Kesalahan penulisan Ṭā’ (ط) sebagai Tā’ (ت) mengubah kata dari ‘Jalan’ menjadi ‘jembatan’ atau ‘sejenis tirai’ dalam konteks yang berbeda.
- Alif Khofifah (ٰ): Vokal panjang 'rā' ditulis dengan Alif Khofifah (ٰ) di atas Raa’ (ر), bukan Alif penuh.
C. Kata: ٱلْمُسْتَقِيمَ (Al-Mustaqīm)
Fokus: Huruf Qāf (ق).
Qāf (ق) adalah huruf tebal yang diucapkan dari pangkal lidah, sangat berbeda dari Kāf (ك). Kesalahan fatal dalam penulisan Latin adalah mengganti Qāf dengan 'K' (Mustakīm). Penulisan yang benar harus memastikan Qāf tetap dibedakan (Q/q). Kesalahan penulisan ini juga mempengaruhi makna; *Qīm* (قِيم) berasal dari menegakkan, sementara *Kīm* (كِيم) tidak memiliki akar makna yang relevan di sini.
2.7. Ayat 7: Jalan Orang yang Diberi Nikmat
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
Transliterasi: Ṣirāṭa Al-Ladhīna An‘amta ‘Alayhim Ghayri Al-Maghḍūbi ‘Alayhim Wa La Ad-Ḍāllīn
Ayat terpanjang dan paling kompleks dari segi ortografi dan tajwid.
A. Kata: صِرَٰطَ (Ṣirāṭa)
Sama seperti Ayat 6, penulisan dengan Ṣād (ص) dan Ṭā’ (ط) serta Alif Khofifah (ٰ) adalah wajib.
B. Kata: ٱلَّذِينَ (Al-Ladhīna)
Fokus: Tasydīd pada Lam (ل) dan Dzal (ذ).
Tasydīd pada Lam (لّ) menandakan adanya asimilasi (idgham). Huruf Dzal (ذ) adalah huruf lembut (*lisuiyah*) yang diucapkan dengan ujung lidah, harus dibedakan dari Zay (ز) atau Dal (د). Transliterasi harus menggunakan 'dh' atau 'ḏ' untuk akurasi.
C. Kata: أَنْعَمْتَ (An‘amta)
Fokus pada Hamzah Qath’ (أَ) dan ‘Ain (ع). Hamzah (ء) pada awal menunjukkan subjek orang pertama, sementara ‘Ain (ع) adalah inti dari kata kerja ‘memberi nikmat’. Transliterasi tanpa membedakan ‘Ain adalah kesalahan fatal.
D. Kata: غَيْرِ (Ghayri)
Fokus pada Ghain (غ). Ghain adalah huruf tebal yang dihasilkan dari pangkal tenggorokan, berbeda dari G biasa. Dalam Rasm Utsmani, penulisannya lurus.
E. Kata: ٱلْمَغْضُوبِ (Al-Maghḍūbi)
Fokus Kritis: Ḍād (ض).
Ḍād (ض) adalah salah satu huruf terkuat dan paling khas dalam bahasa Arab (sering disebut 'bahasa Ḍād'). Ia harus dibedakan dari Dāl (د), Zay (ز), atau Dhā’ (ظ). Kesalahan penulisan Latin dengan hanya 'D' sangat umum. Transliterasi baku menggunakan 'ḍ'. Jika Ḍād salah ditulis, makna ‘yang dimurkai’ hilang sama sekali.
F. Kata: وَلَا ٱلضَّآلِّينَ (Wa La Ad-Ḍāllīn)
Fokus Kritis: Mad Lazim Kalimi Muthaqqal, Tasydīd, dan Rasm.
- Rasm Unik: Kata ini ditulis: الضَّآلِّينَ. Perhatikan adanya Alif kecil (ٓ) di atas Ḍād, diikuti oleh Tasydīd yang kuat (ّ) pada Lam (لّ).
- Mad Lazim: Tanda Alif kecil (ٓ) di sini adalah tanda panjang enam harakat (Mad Lazim) karena diikuti oleh Tasydīd. Ini harus tercermin dalam penulisan.
- Lam Ganda: Dalam Rasm Utsmani, Lam (ل) muncul dua kali, tetapi Lam yang kedua memiliki Tasydīd. Ini menunjukkan asimilasi kuat Ḍād pada Lam yang panjang.
- Huruf Ḍād (ض): Sama seperti poin E, penggunaan Ḍād yang benar harus ditekankan. Penulisan yang salah (misalnya 'Wa la ad-Dallin') akan merusak rukun shalat.
III. Transliterasi Latin yang Benar dan Standarisasi
Transliterasi (penulisan teks Arab menggunakan huruf Latin) bukanlah sekadar menerjemahkan bunyi, melainkan ilmu yang bertujuan mempertahankan akurasi fonetik Arab yang kaya. Karena bahasa Arab memiliki 28 huruf konsonan dan banyak di antaranya tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia atau Inggris, penggunaan diakritik (tanda baca di atas atau di bawah huruf) adalah wajib.
3.1. Standar Transliterasi Kunci
Dalam memastikan 'tulisan yang benar' dalam bentuk Latin, kita harus merujuk pada standar ilmiah, seperti yang digunakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI atau standar ISO (misalnya ISO 233). Berikut adalah huruf-huruf Al-Fatihah yang paling sering disalahgunakan dalam penulisan Latin populer:
| Huruf Arab | Nama | Transliterasi Ilmiah | Kesalahan Umum |
|---|---|---|---|
| ء / ا | Hamzah / Alif | ’ (apostrof tunggal) / A | Sering diabaikan di awal kata. |
| ع | ‘Ain | ‘ (apostrof terbalik) | Sering ditulis 'A' (e.g., Alamin). FATAL! |
| ح | Ḥā’ | Ḥ (H dengan titik bawah) | Sering ditulis 'H' biasa (e.g., Alhamdulillahi). |
| خ | Khā’ | Kh | Sering ditulis 'K' atau 'H'. (Tidak ada di Al-Fatihah, tapi penting untuk pemahaman). |
| ص | Ṣād | Ṣ (S dengan titik bawah) | Sering ditulis 'S' biasa (e.g., Sirat). |
| ط | Ṭā’ | Ṭ (T dengan titik bawah) | Sering ditulis 'T' biasa (e.g., Sirat). |
| ظ | Ẓā’ | Ẓ (Z dengan titik bawah) | (Tidak ada di Al-Fatihah, tapi penting). |
| ذ | Dzal | Dh atau Ḏ | Sering ditulis 'Z' atau 'D' (e.g., Lazina). |
| ض | Ḍād | Ḍ (D dengan titik bawah) | Sering ditulis 'D' biasa (e.g., Ad-Dallin). FATAL! |
| ق | Qāf | Q | Sering ditulis 'K' (e.g., Mustakim). |
3.2. Kesalahan Transliterasi Fatal di Al-Fatihah
Kesalahan penulisan Latin bukan sekadar masalah estetika; ia mengubah bunyi yang diucapkan. Karena Al-Fatihah adalah rukun salat, kesalahan yang mengubah huruf (Huruf Mutasyabihah) dapat membatalkan salat jika dilakukan dengan sengaja atau karena ketidaktahuan yang mendalam.
Contoh kesalahan umum yang mengubah makna (Tahrif):
- Mengganti ‘Ain (ع) dengan Alif (ا): Na‘budu (Kami menyembah) menjadi Na’budu atau Nabudu (kami kembali/kami pergi).
- Mengganti Ḍād (ض) dengan Dāl (د): Ad-Ḍāllīn (orang-orang yang sesat) menjadi Ad-Dāllīn.
- Menghilangkan Tasydīd pada Yā’ (ي): Iyyāka (Hanya Engkau) menjadi Iyāka (sinar matahari).
- Mengganti Ḥā’ (ح) dengan Hā’ (ه): Al-Ḥamdu (Segala puji) menjadi Al-Hamdu.
Oleh karena itu, penulisan Latin yang 'benar' adalah yang menggunakan diakritik secara konsisten, bahkan jika terasa tidak familiar bagi pembaca awam. Keutamaan akurasi fonetik harus didahulukan.
IV. Mendalami Rasm Utsmani: Hukum dan Pengecualian Ortografis
Rasm Utsmani bukan hanya sekumpulan huruf, tetapi sistem ortografi yang diatur oleh lima prinsip utama yang berlaku di seluruh Mushaf, termasuk Al-Fatihah. Memahami hukum-hukum ini menjelaskan mengapa tulisan Al-Fatihah terlihat berbeda dari tulisan Arab biasa.
4.1. Hukum Al-Hazf (Penghilangan)
Penghilangan vokal panjang (Alif, Wawu, Ya’) adalah ciri khas yang paling menonjol. Pada Al-Fatihah, ini terjadi pada tiga vokal panjang Alif:
- Basmalah: Alif pada 'Ism' (بِسْمِ).
- Asma’ul Husna: Alif pada Ar-Raḥmān (ٱلرَّحْمَٰنِ).
- Lafaz Jalalah: Alif pada Allāh (ٱللَّهِ).
- Al-‘ālamīn: Alif pada ‘ā’.
- Aṣ-Ṣirāṭa: Alif pada ṣirāṭ.
Kesalahan yang sangat umum dalam penulisan non-Mushaf adalah menyertakan Alif ini, misalnya: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ. Padahal, Rasm yang benar mengharuskan penggunaan Alif Khofifah (dagger alif) untuk mengindikasikan vokal panjang yang diucapkan, tanpa menulis Alif penuh (ا).
4.2. Hukum Az-Ziyadah (Penambahan)
Meskipun tidak terdapat penambahan huruf Wawu atau Ya’ yang signifikan dalam Al-Fatihah, pemahaman bahwa Rasm Utsmani menambahkan huruf yang tidak diucapkan di tempat lain (misalnya penambahan Alif pada kata 'mi'ah' atau 'ūlā') menegaskan bahwa penulisan Al-Qur'an terikat pada tradisi, bukan kaidah fonetik murni kontemporer.
4.3. Hukum Al-Hamz (Penulisan Hamzah)
Hamzah (ء) seringkali menjadi penyebab kebingungan. Dalam Al-Fatihah, Hamzah muncul sebagai Hamzah Qath’ pada إِيَّاكَ (Iyyāka) dan أَنْعَمْتَ (An‘amta). Penulisannya di sini berada di bawah Alif (untuk kasrah) atau di atas Alif (untuk fathah). Penting untuk diperhatikan bahwa Hamzah pada kata Iyyaka ditulis di bawah Alif (إِ) karena berharakat kasrah, dan harus dibaca jelas.
Sebaliknya, pada kata-kata yang diawali dengan Alif Wasl (seperti ٱلْحَمْدُ), Alif ditulis tanpa Hamzah di atas atau di bawahnya. Ini membedakan apakah vokal tersebut harus diucapkan ketika disambung dengan kata sebelumnya atau tidak.
V. Peran Tasykil (Harakat) dalam Kesahihan Tulisan
Meskipun Rasm Utsmani asli (Mushaf Utsman) ditulis tanpa titik (i’jam) dan tanpa harakat (tasykil), Mushaf yang kita gunakan saat ini, seperti Mushaf Madinah, telah dilengkapi dengan Tasykil (Fathah, Kasrah, Dammah, Sukun, Tasydīd) untuk menghindari kesalahan baca. Tasykil adalah komponen esensial dari 'tulisan yang benar' di era modern.
5.1. Pentingnya Tasydīd (Penekanan Ganda)
Tasydīd (ّ) menunjukkan konsonan ganda. Di Al-Fatihah, Tasydīd muncul berkali-kali dan merupakan penanda linguistik yang sangat krusial:
- ٱلرَّحْمَٰنِ / ٱلرَّحِيمِ: Tasydīd pada Raa’ (رّ) menunjukkan asimilasi Lam Syamsiyah. Jika Tasydīd ini hilang, Raa’ dibaca ringan, padahal Raa’ di sini harus dibaca tebal (Tafkhīm).
- رَبِّ: Tasydīd pada Ba’ (بّ) menegaskan sifat ketuhanan (Rabb).
- إِيَّاكَ: Tasydīd pada Yā’ (يّ) menunjukkan keeksklusifan penyembahan. Ini adalah Tasydīd yang memiliki implikasi akidah paling besar.
- ٱلضَّآلِّينَ: Tasydīd pada Ḍād (ضّ) dan Lam (لّ) menandakan Mad Lazim dan asimilasi kuat.
Tasydīd, meski kecil, menentukan sifat morfologi kata. Dalam konteks penulisan Arab, mengabaikan Tasydīd membuat tulisan menjadi 'kosong' dan sangat rentan terhadap kesalahan pembacaan, yang mana hal itu sama dengan tulisan yang tidak benar.
5.2. Konsistensi dalam Huruf Tebal dan Tipis (Tafkhīm dan Tarqīq)
Penulisan yang benar harus secara visual mendukung pelafalan yang benar. Walaupun tulisan tidak selalu menampilkan bunyi tebal/tipis, kita harus memastikan huruf yang menjadi penanda Tafkhīm (penebalan) ditulis dengan tepat:
- Huruf Tafkhīm Wajib di Al-Fatihah: Ṣād (ص), Ṭā’ (ط), Ḍād (ض), Ghain (غ), Qāf (ق).
- Raa’ (ر): Dibaca tebal (Tafkhīm) pada Ar-Raḥmān karena berharakat fathah.
- Lam Jalalah: Dibaca tebal (Tafkhīm) pada Allāh (ٱللَّهِ) karena didahului fathah (pada bismi *Allāh*).
Kesalahan umum adalah saat menulis Latin, tidak ada cara untuk membedakan antara Ta (ت) dan Tha (ط), kecuali menggunakan diakritik (T vs Ṭ). Oleh karena itu, bagi pembelajar, 'tulisan yang benar' dalam Latin harus menggunakan Ṭ (T dengan titik bawah) untuk Ṭā’ (ط) pada Shirāṭ, memastikan bunyi tebalnya tersampaikan.
VI. Studi Komparatif Kesalahan Populer dalam Penulisan Latin
Meskipun penulisan Arab (Rasm Utsmani) adalah standar mutlak, kebutuhan akan transliterasi Latin seringkali tidak terhindarkan. Namun, banyak media dan buku panduan menggunakan transliterasi yang sangat simplistik, yang menjauh dari 'tulisan yang benar'.
6.1. Kasus ‘Ain (ع) vs Alif (ا)
Dalam Al-Fatihah, kata-kata yang mengandung ‘Ain (ع) adalah ٱلْعَٰلَمِينَ (Al-‘ālamīn), نَعْبُدُ (Na‘budu), نَسْتَعِينُ (Nasta‘īn), dan أَنْعَمْتَ (An‘amta). Jika ‘Ain ditulis sebagai 'A' biasa, seluruh makna teologis berubah. Misalnya, jika نَعْبُدُ ditulis sebagai 'Na'budu', ia kehilangan akar kata 'ibadah' (penyembahan). Jika ٱلْعَٰلَمِينَ ditulis ‘Alamin’ (tanpa ‘Ain), ia menjadi ‘orang-orang yang menyakitkan’, menyalahi konteks ‘semesta alam’.
Penulisan Latin yang benar harus menggunakan ‘ (apostrof terbalik) untuk menandai ‘Ain, seperti: Nasta‘īn dan An‘amta. Kualitas visual ini adalah bagian dari ketepatan penulisan.
6.2. Kasus Huruf-Huruf Ejakulasi (Tenggorokan)
Huruf-huruf seperti Ḥā’ (ح) dan Ghain (غ) yang diucapkan dari tenggorokan harus dibedakan. Jika Ḥā’ (ح) pada ٱلْحَمْدُ (Al-Ḥamdu) ditulis hanya sebagai 'H', ia akan dibaca seperti 'H' dalam bahasa Indonesia. Ḥā’ harus dibaca keras dan berdesis. Transliterasi Latin yang benar, seperti Ḥ, memberikan petunjuk visual yang diperlukan. Walaupun Ghain (غ) tidak memiliki transliterasi satu huruf baku, penggunaan 'Gh' atau 'Ġ' harus tetap konsisten untuk menghindari kebingungan dengan G biasa.
VII. Konsekuensi Hukum Fiqih terhadap Penulisan yang Tidak Benar
Ketepatan penulisan dan pelafalan Al-Fatihah sangat terkait dengan hukum Fiqih, khususnya dalam Mazhab Syafi'i. Kesalahan dalam tulisan yang berujung pada perubahan lafal disebut Lahn Jalī (kesalahan nyata/terang) atau Lahn Khafī (kesalahan tersembunyi).
7.1. Lahn Jalī (Kesalahan Nyata)
Lahn Jalī adalah kesalahan yang merusak struktur kata atau mengubah makna secara keseluruhan, dan ini dapat membatalkan salat. Penulisan yang tidak benar (terutama di buku-buku panduan atau media digital) seringkali menjadi sumber Lahn Jalī bagi pembaca non-Arab.
Contoh Lahn Jalī yang berasal dari penulisan yang salah:
- Menghilangkan Tasydīd pada إِيَّاكَ (Iyyāka).
- Mengganti Ḍād (ض) pada وَلَا ٱلضَّآلِّينَ dengan Dāl (د).
- Mengganti Tā’ (ت) dengan Ṭā’ (ط) pada صِرَٰطَ.
Jika teks panduan menulis Latin secara simplistik ('Iyyaka' tanpa Tasydīd atau penekanan visual), pembaca akan membaca dengan salah, dan ibadah mereka berisiko tidak sah.
7.2. Tinjauan terhadap Penulisan Transliterasi Populer
Banyak buku pelajaran menulis Al-Fatihah secara sangat sederhana, misalnya:
"Alhamdu lillahi rabbil alamin. Arrohmanir rohim. Maliki yaumiddin..."
Penulisan ini secara ortografis sangat tidak benar karena:
- Mengabaikan pembedaan huruf tebal (contoh: Ḥ, Ṣ, Ṭ, Ḍ).
- Menggabungkan kata-kata yang seharusnya terpisah (misalnya 'Arrohmanir rohim' seharusnya Ar-Raḥmāni Ar-Raḥīm).
- Menggunakan 'O' atau 'U' untuk harakat yang harusnya 'A' (misalnya 'rohim' padahal Raa’ dibaca fathah: Raḥīm).
Dalam konteks mencari 'tulisan yang benar', sumber utama harus selalu Rasm Utsmani, dan transliterasi Latin hanyalah alat bantu yang harus digunakan dengan diakritik standar ilmiah.
VIII. Penutup: Komitmen terhadap Orisinalitas Rasm
Surat Al-Fatihah adalah warisan linguistik dan teologis yang harus dilestarikan keasliannya. Penulisan yang benar tidak terbatas pada keindahan kaligrafi (Khat), tetapi pada kesesuaian dengan Rasm Utsmani yang merupakan ortografi ilahi (Tawqifi).
Setiap orang yang menulis Al-Fatihah, baik di buku, materi pelajaran, atau platform digital, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga integritas Rasm Utsmani, termasuk penempatan yang akurat dari Alif Khofifah (ٰ) pada kata-kata seperti ٱلرَّحْمَٰنِ dan ٱلْعَٰلَمِينَ, serta pemastian Tasydīd yang tepat, terutama pada إِيَّاكَ dan ٱلضَّآلِّينَ. Keberhasilan dalam menulis Al-Fatihah yang benar adalah sebuah pengakuan terhadap kemukjizatan ortografi Al-Qur'an.
Oleh karena itu, bagi pembaca non-Arab, upaya untuk mempelajari huruf Arab secara langsung, meskipun perlahan, akan selalu menjadi cara terbaik dan teraman untuk memastikan kebenaran tulisan dan bacaan. Transliterasi Latin, meskipun membantu, harus selalu dianggap sebagai representasi sekunder yang risikonya tinggi jika tidak menggunakan standar ilmiah yang ketat.
Kembali kepada Rasm Utsmani adalah jalan menuju ketepatan sejati.