Ketika mendengar nama Pattimura, ingatan kita segera tertuju pada sosok pahlawan nasional dari Maluku yang gagah berani melawan penjajah Belanda. Namun, di balik kisah kepahlawanannya yang membanggakan, terdapat dimensi lain yang tak kalah penting untuk digali, yaitu peran agama dalam membentuk karakter dan semangat juang Kapitan Pattimura serta masyarakat Maluku pada masanya. Agama, khususnya Kristen Protestan yang dianut oleh mayoritas masyarakat Maluku saat itu, bukan hanya sekadar ritual ibadah, melainkan fondasi moral, spiritual, dan bahkan menjadi katalisator dalam perlawanan terhadap ketidakadilan.
Maluku, yang dikenal sebagai "Seribu Pulau" dan pernah menjadi pusat rempah-rempah dunia, memiliki sejarah panjang interaksi dengan berbagai bangsa, termasuk para misionaris Kristen. Kehadiran agama Kristen di Maluku telah berlangsung sejak abad ke-16, dibawa oleh para pelaut dan pedagang Eropa yang kemudian diikuti oleh para misionaris dari berbagai denominasi. Seiring waktu, agama Kristen Protestan menjadi bagian integral dari budaya dan identitas masyarakat di banyak pulau di Maluku. Kehidupan sosial, adat istiadat, bahkan sistem pemerintahan di beberapa wilayah pada masa itu sangat dipengaruhi oleh ajaran agama.
Kapitan Pattimura, yang memiliki nama asli Thomas Matulessy, adalah contoh nyata bagaimana nilai-nilai keagamaan tertanam kuat dalam dirinya. Ia dibesarkan dalam lingkungan yang taat beragama, dan ajaran-ajaran kristiani tentang keadilan, kasih, dan pengorbanan tanpa diragukan lagi telah membentuk pandangannya terhadap dunia dan perlakuan bangsa asing terhadap rakyatnya. Ketaatan Pattimura pada ajaran agamanya tercermin dalam kepemimpinannya yang tegas namun adil, serta tekadnya yang membara untuk membebaskan bangsanya dari penindasan.
Perjuangan Pattimura dan para pengikutnya pada tahun 1817 bukanlah sekadar pemberontakan politik semata, melainkan juga sebuah perlawanan yang didasari oleh semangat keagamaan. Para pendeta dan tokoh agama seringkali berperan penting dalam menyatukan masyarakat, memberikan bimbingan moral, dan bahkan turut serta dalam gerakan perlawanan. Keberanian mereka untuk menghadapi kekuatan militer Belanda yang superior seringkali disandarkan pada keyakinan akan pertolongan Tuhan dan kebenaran perjuangan mereka. Lagu-lagu rohani dan doa-doa menjadi sumber kekuatan dan penghiburan di tengah kesulitan dan pengorbanan.
Ajaran agama yang menekankan nilai-nilai persaudaraan dan kesetiaan kepada sesama juga memainkan peran krusial dalam membangun solidaritas di antara masyarakat Maluku. Di tengah ancaman yang terus-menerus dari penjajah, rasa kebersamaan yang diperkuat oleh ikatan spiritual menjadi kekuatan pertahanan yang tak ternilai. Pattimura dan para pemimpin lainnya menggunakan khotbah dan ajaran agama sebagai alat untuk membangkitkan kesadaran nasional dan semangat perlawanan. Konsep "Hukum Tua" atau pemimpin adat yang seringkali memiliki peran keagamaan menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kepemimpinan spiritual dan sosial di Maluku.
Selain itu, agama juga menjadi sumber inspirasi bagi para pejuang untuk menghadapi kematian dengan tabah. Keyakinan akan kehidupan setelah kematian dan janji pahala bagi mereka yang berjuang di jalan kebenaran memberikan kekuatan mental untuk menghadapi risiko yang luar biasa. Kisah-kisah kepahlawanan yang diwarnai oleh iman seringkali diceritakan dari generasi ke generasi, menginspirasi semangat patriotisme dan religiusitas. Pattimura sendiri, dalam catatan sejarah, menunjukkan keteguhan iman yang luar biasa hingga akhir hayatnya.
Penting untuk dicatat bahwa perjuangan Pattimura bukanlah pengecualian. Banyak gerakan perlawanan terhadap kolonialisme di berbagai belahan nusantara yang juga dilandasi oleh semangat keagamaan. Agama memberikan justifikasi moral bagi perjuangan melawan penindasan dan membekali para pejuang dengan keberanian serta ketahanan spiritual. Pattimura, melalui perjuangannya, tidak hanya mewariskan semangat kemerdekaan, tetapi juga sebuah teladan bagaimana iman dapat menjadi pilar kekuatan dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan dan memperjuangkan hak-hak serta martabat bangsa.
Memahami peran agama dalam perjuangan Pattimura memberikan perspektif yang lebih kaya tentang sejarah bangsa. Ini menunjukkan bahwa akar perlawanan tidak hanya bersifat politis atau ekonomi, tetapi juga sangat mendalam pada dimensi spiritual dan moral. Warisan Pattimura, yang melampaui sekadar keberanian di medan perang, adalah pengingat abadi tentang pentingnya menjaga identitas, nilai-nilai luhur, dan kekuatan iman sebagai fondasi pembangunan karakter bangsa yang kokoh, selaras dengan semangat persatuan dan keadilan yang ia perjuangkan.
Kisah Pattimura dan peran agama dalam perjuangannya menjadi pengingat bahwa keberanian sejati seringkali bersumber dari keyakinan yang mendalam. Semangat kebangsaan yang ia kobarkan adalah manifestasi dari nilai-nilai luhur yang tertanam dalam hati, termasuk nilai-nilai agama. Oleh karena itu, meneladani Pattimura berarti juga menghargai dan merawat warisan spiritual yang telah membentuk jiwa para pahlawan bangsa kita.