Di tengah gempuran arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang serba cepat, warisan budaya leluhur seringkali terpinggirkan. Namun, di tanah Jawa, semangat untuk melestarikan identitas budaya tak pernah padam. Salah satu wujud nyata dari pelestarian ini adalah melalui aksara Jawa katon, sebuah istilah yang menggabungkan keindahan visual aksara Jawa dengan kepedulian untuk membuatnya tetap terlihat, dikenal, dan dicintai oleh generasi kini.
Aksara Jawa, yang juga dikenal sebagai Hanacaraka, Ngayogyakarta, atau Javanese script, merupakan sistem penulisan asli Pulau Jawa yang memiliki sejarah panjang dan kaya. Bentuknya yang unik, meliuk, dan penuh filosofi menjadikannya bukan sekadar alat tulis, tetapi juga karya seni yang memancarkan keagungan budaya. Katon, dalam konteks ini, berarti terlihat, tampak, atau nampak. Jadi, "aksara Jawa katon" merujuk pada upaya agar aksara ini senantiasa terlihat di berbagai aspek kehidupan, dari media digital hingga benda-benda sehari-hari.
Alasan utama aksara Jawa perlu terus diperkenalkan dan diciptakan agar selalu "katon" adalah demi pelestarian identitas budaya. Aksara adalah jendela peradaban sebuah bangsa. Keberadaannya yang kuat menandakan bahwa sebuah kebudayaan masih hidup dan berkembang. Jika aksara ini mulai menghilang dari pandangan, maka perlahan-lahan pengetahuan tentang sejarah, sastra, filosofi, dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya pun akan ikut memudar.
Lebih dari itu, aksara Jawa memiliki nilai estetika yang tinggi. Setiap guratan memiliki makna, setiap bentuk memiliki cerita. Keindahan visualnya dapat menjadi daya tarik tersendiri, mengundang rasa penasaran bagi mereka yang belum mengenalnya. Dengan membuatnya "katon" melalui desain modern, seni rupa, hingga aplikasi digital, kita membuka pintu bagi generasi muda untuk mendekati dan akhirnya mencintai warisan ini. Tanpa adanya pengenalan yang terus-menerus, bagaimana mungkin generasi mendatang dapat menghargai apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka?
Upaya menjadikan aksara Jawa "katon" dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Berikut beberapa contohnya:
Ketika kita melihat aksara Jawa "katon" di berbagai media, itu berarti ada upaya sadar untuk menjaga keberlangsungannya. Ini bukan sekadar nostalgia, melainkan sebuah investasi masa depan. Dengan melihatnya, orang akan teringat, tergerak untuk mencari tahu, dan akhirnya ikut serta dalam upaya pelestariannya.
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri ada tantangan dalam upaya ini. Kemudahan penggunaan aksara Latin seringkali menjadi godaan utama. Selain itu, pemahaman mendalam tentang aturan penulisan dan membaca aksara Jawa yang cukup kompleks juga membutuhkan pembelajaran yang tidak singkat.
Namun, di sinilah letak peluangnya. Dengan memanfaatkan teknologi dan kreativitas, kita dapat membuat proses belajar menjadi lebih mudah dan menarik. Kolaborasi antara budayawan, akademisi, seniman, desainer, dan pemerintah sangat krusial untuk menciptakan ekosistem yang mendukung aksara Jawa. Setiap individu pun dapat berkontribusi, sekecil apapun itu, misalnya dengan membagikan informasi tentang aksara Jawa di media sosial, menggunakan font aksara Jawa untuk keperluan pribadi, atau sekadar mengajarkan dasar-dasarnya kepada orang terdekat.
Aksara Jawa yang "katon" bukan hanya tentang bentuk visualnya, tetapi juga tentang keberadaannya dalam pikiran dan hati masyarakat. Ketika aksara ini kembali hidup dalam percakapan sehari-hari, menjadi bagian dari ekspresi kreatif, dan digunakan dalam berbagai kesempatan, maka warisan budaya yang berharga ini akan tetap lestari dan terus bersinar bagi generasi yang akan datang.