Simbol keindahan dan sejarah Aksara Sunda.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan ragam budaya, salah satunya adalah kekayaan aksara daerah yang tersebar di berbagai penjuru nusantara. Salah satu aksara tradisional yang memiliki nilai sejarah dan keindahan tersendiri adalah Aksara Sunda. Aksara ini merupakan peninggalan leluhur masyarakat Sunda yang pernah berjaya di tanah Pasundan, meliputi sebagian besar wilayah Jawa Barat saat ini. Meskipun penggunaannya tidak lagi seluas di masa lalu, Aksara Sunda terus diperjuangkan kelestariannya agar tidak punah ditelan zaman.
Aksara Sunda memiliki akar sejarah yang panjang, diperkirakan berasal dari perpaduan aksara Pallawa dari India yang dibawa masuk ke Nusantara pada abad ke-4 Masehi. Seiring waktu, aksara ini mengalami evolusi dan adaptasi sesuai dengan fonetik dan struktur bahasa Sunda. Bukti-bukti arkeologis berupa prasasti dan naskah kuno menunjukkan bahwa Aksara Sunda telah digunakan sejak zaman Kerajaan Sunda (abad ke-7 hingga ke-16). Salah satu peninggalan tertua yang menggunakan Aksara Sunda adalah Prasasti Kebon Kopi II yang berasal dari abad ke-8 Masehi.
Perkembangan Aksara Sunda dapat dibagi menjadi beberapa periode. Pada periode awal, aksara ini masih sangat mirip dengan aksara India, namun kemudian mulai menunjukkan ciri khas tersendiri. Puncak kejayaan penggunaannya terjadi pada masa Kerajaan Sunda, di mana aksara ini digunakan untuk menulis berbagai macam karya, mulai dari catatan sejarah, hukum, hingga karya sastra. Setelah kerajaan-kerajaan Sunda runtuh dan pengaruh Islam semakin kuat, Aksara Sunda mulai tersingkir oleh Aksara Pegon (turunan aksara Arab) dan Aksara Latin yang lebih praktis.
Aksara Sunda, yang juga dikenal sebagai Aksara Cacarakan atau Aksara Sunda Kuno, memiliki karakteristik yang unik. Sebagai aksara jenis abugida, setiap konsonan secara inheren memiliki vokal 'a'. Untuk mengubah vokal ini, digunakan tanda diakritik (pananda) yang ditempatkan di atas, bawah, atau samping huruf konsonan. Terdapat 18 huruf dasar konsonan dalam Aksara Sunda, yang mewakili bunyi-bunyi dalam bahasa Sunda. Selain itu, terdapat pula vokal mandiri dan beberapa karakter pelengkap lainnya.
Struktur Aksara Sunda sangat sistematis. Misalnya, huruf dasar seperti 'ka' akan memiliki bunyi /ka/. Jika ingin mengubah bunyi menjadi 'ki', maka ditambahkan tanda diakritik di atas huruf 'ka'. Untuk bunyi 'ku', tanda diakritik ditempatkan di bawah. Tanda untuk bunyi 'e' (seperti pada kata 'emas') dan 'eu' (seperti pada kata 'beuteung') juga memiliki bentuknya sendiri. Keunikan lainnya adalah adanya panghulu, yaitu tanda yang menghilangkan vokal inheren pada huruf konsonan, sehingga hanya terdengar bunyi konsonan murninya, mirip dengan tanda 'virama' pada aksara India.
Di era modern ini, eksistensi Aksara Sunda menghadapi tantangan besar. Penggunaan bahasa dan aksara Latin yang merata dalam pendidikan, media, dan komunikasi sehari-hari membuat generasi muda semakin jarang mengenal dan menggunakan Aksara Sunda. Namun, semangat untuk melestarikan warisan budaya ini tetap membara. Berbagai upaya telah dilakukan oleh komunitas pemerhati budaya, akademisi, dan pemerintah daerah.
Salah satu upaya yang paling terlihat adalah dengan dimasukkannya materi Aksara Sunda ke dalam kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah dasar dan menengah di wilayah Jawa Barat. Melalui pelajaran ini, diharapkan para siswa dapat mengenal, membaca, dan menulis Aksara Sunda. Selain itu, banyak komunitas yang aktif menyelenggarakan workshop, seminar, dan lomba penulisan Aksara Sunda. Pembuatan aplikasi digital, kamus online, dan font Aksara Sunda juga menjadi sarana penting untuk memudahkan akses dan pembelajaran di era digital.
Pemerintah daerah pun turut berperan melalui berbagai peraturan dan program. Papan nama jalan, penunjuk arah, dan informasi publik di beberapa wilayah Jawa Barat kini mulai menyertakan tulisan dalam Aksara Sunda. Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk mengenalkan aksara itu sendiri, tetapi juga untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat Sunda terhadap identitas budayanya.
Pelestarian Aksara Sunda bukan sekadar menjaga peninggalan masa lalu, melainkan juga menjaga keberlanjutan identitas budaya. Aksara adalah salah satu penanda utama sebuah peradaban. Melalui Aksara Sunda, kita dapat mengakses kekayaan literatur, sejarah, dan kearifan lokal masyarakat Sunda. Mempelajari Aksara Sunda berarti membuka jendela untuk memahami pola pikir, nilai-nilai, dan cara pandang leluhur kita.
Lebih dari itu, Aksara Sunda merupakan bagian tak terpisahkan dari khazanah budaya Indonesia secara keseluruhan. Setiap aksara daerah yang berhasil dilestarikan akan memperkaya keragaman budaya bangsa. Dengan demikian, pelestarian Aksara Sunda adalah tanggung jawab bersama, sebuah investasi budaya untuk generasi mendatang agar mereka tetap terhubung dengan akar sejarahnya dan bangga menjadi bagian dari kekayaan Nusantara.