Surah Al-Baqarah, sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur'an, memuat berbagai macam ajaran, kisah, dan petunjuk bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang kaya makna, terdapat serangkaian ayat, khususnya dari ayat 250 hingga 270, yang mengisahkan sebuah momen krusial dalam sejarah Islam: pertempuran melawan musuh-musuh kebenaran. Ayat-ayat ini tidak hanya sekadar narasi historis, tetapi juga merupakan pelajaran mendalam tentang keimanan, keberanian, strategi, dan pertolongan Allah SWT.
Fokus utama dari segmen ayat ini adalah kisah Talut (Saul) dan Jalut (Goliath). Bani Israil, setelah masa kenabian yang panjang, meminta seorang raja kepada Allah SWT. Permintaan ini dilatarbelakangi oleh keinginan mereka untuk memiliki pemimpin yang dapat menyatukan mereka dalam menghadapi musuh yang menguasai tanah mereka. Allah SWT mengabulkan permintaan tersebut dengan memilih Talut sebagai raja mereka, seorang yang memiliki ilmu dan kekuatan fisik.
"Dan ketika Thalut memimpin pasukan, ia berkata: 'Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sungai. Barangsiapa meminum airnya, maka ia bukan pengikutku, kecuali orang yang menciduk seciduk saja dengan tangannya.' Kemudian mereka meminumnya kecuali sebagian kecil dari mereka..." (QS. Al-Baqarah: 249)
Ayat 249 ini menjadi pembuka yang menegangkan menuju pertempuran yang lebih besar. Allah menguji kesabaran dan ketaatan pasukan Talut melalui sebuah ujian air sungai. Hanya sebagian kecil yang berhasil mengendalikan diri, menunjukkan betapa sulitnya mengendalikan hawa nafsu di bawah tekanan.
Ketika pasukan Talut berhadapan dengan pasukan Jalut yang jauh lebih besar dan kuat, keimanan mereka diuji secara ekstrem. Banyak dari mereka yang merasa gentar dan ragu. Namun, sekelompok kecil dari mereka yang teguh imannya berdoa kepada Allah SWT.
"Dan ketika mereka menghadapi Luqman dan tentaranya, mereka berdoa: 'Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.'" (QS. Al-Baqarah: 250)
Doa ini merupakan inti dari keteguhan hati. Mereka tidak meminta kemenangan semata, tetapi memohon kesabaran dalam menghadapi kesulitan, keteguhan dalam prinsip, dan pertolongan dalam menghadapi kezaliman. Doa mereka adalah cerminan dari kesadaran bahwa kekuatan manusia terbatas dan pertolongan sejati datang dari Allah SWT.
Dengan izin Allah SWT, kelompok kecil yang beriman itu berhasil mengalahkan Jalut dan pasukannya yang besar. Kemenangan ini bukanlah karena kekuatan fisik semata, tetapi karena kehendak dan pertolongan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang bertawakal. Kisah ini mengajarkan bahwa jumlah yang banyak bukanlah jaminan kemenangan, melainkan keyakinan yang kuat kepada Allah dan kesiapan untuk berjuang di jalan-Nya.
"Dan karena pertolongan Allah, mereka mengalahkan tentara Jalut. Dan Daud membunuh Jalut, dan Allah menganugerahinya kerajaan dan hikmah serta mengajarinya apa yang Dia kehendaki. Dan kalau seandainya Allah tiada menolak (kejahatan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pastilah rusak bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam." (QS. Al-Baqarah: 251)
Ayat ini menegaskan bahwa kemenangan adalah anugerah dari Allah. Daud (David), yang saat itu masih muda, memainkan peran penting dalam mengalahkan Jalut. Ini menunjukkan bahwa Allah dapat mengangkat hamba-Nya dari mana saja, tanpa memandang status atau usia, asalkan memiliki keimanan yang tulus. Pemberian kerajaan dan hikmah kepada Daud setelah kemenangan itu adalah bukti nyata dari kemuliaan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang taat.
Setelah menggambarkan perjuangan fisik dan kemenangan, ayat-ayat berikutnya bergeser ke pentingnya infak (sedekah) dan perbandingan antara kehidupan dunia dan akhirat. Allah SWT menyeru umat Islam untuk menginfakkan harta mereka di jalan Allah, dan menjanjikan balasan yang berlipat ganda.
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (QS. Al-Baqarah: 245)
Ayat ini mengajarkan bahwa infak adalah investasi akhirat yang paling menguntungkan. Allah SWT tidak membutuhkan pinjaman dari makhluk-Nya, tetapi melalui ungkapan "pinjaman kepada Allah," Dia ingin menekankan nilai agung dari perbuatan tersebut. Allah memiliki kekuasaan untuk mengatur rezeki siapa pun, dan kepada-Nya kita akan kembali.
Selanjutnya, ayat 261 dan seterusnya membahas berbagai perumpamaan tentang orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, dengan balasan yang berlipat ganda, dibandingkan dengan orang yang menginfakkan hartanya karena ria' (ingin dilihat orang lain) atau karena kebodohan. Ini adalah peringatan agar infak dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata.
Ayat 270 kemudian menekankan larangan memakan harta secara batil, yaitu dengan cara yang haram dan tidak dibenarkan. Ini mencakup segala bentuk penipuan, pencurian, riba, dan cara-cara lain yang melanggar syariat.
"Dan apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya. Dan sekali-kali tidak ada penolong bagi orang-orang yang zalim." (QS. Al-Baqarah: 270)
Ayat ini menjadi penutup yang kuat, mengingatkan bahwa setiap perbuatan, baik infak maupun nazar, diketahui oleh Allah. Dan bagi orang-orang yang zalim, yaitu orang yang berbuat aniaya dan tidak menepati janji atau larangan Allah, tidak akan ada penolong di sisi-Nya. Ini adalah pengingat bahwa setiap tindakan akan dimintai pertanggungjawaban.
Rangkaian ayat Al-Baqarah 250-270 ini memberikan pelajaran yang sangat kaya. Mulai dari pentingnya keberanian dan keimanan dalam menghadapi kesulitan dan musuh, hingga kewajiban untuk berinfak dengan ikhlas, serta larangan keras terhadap segala bentuk kecurangan dan kezaliman dalam mencari rezeki. Kisah Talut dan Jalut menjadi simbol bahwa kemenangan hakiki datang dari Allah bagi mereka yang teguh berpegang pada kebenaran dan bertawakal sepenuhnya kepada-Nya. Ayat-ayat ini relevan sepanjang masa, mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga akidah, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi segala sesuatu yang mendatangkan murka Allah.