Surah Al-Baqarah, jantung dari Al-Qur'an, terus menyajikan pelajaran berharga bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang panjang dan mendalam, rentang ayat 100 hingga 150 menyimpan serangkaian pesan penting mengenai sejarah, akal, hati, dan hubungan dengan Sang Pencipta. Memahami makna dari ayat-ayat ini, termasuk dalam transliterasi Latin untuk kemudahan pembacaan, adalah sebuah jendela untuk merenungi perjalanan spiritual dan intelektual.
Ayat-ayat awal dalam rentang ini seringkali merujuk pada kisah Bani Israil. Allah SWT mengingatkan tentang bagaimana mereka seringkali melanggar perjanjian, mengingkari nikmat, dan memiliki sifat yang keras hati. Meskipun demikian, Allah juga menunjukkan sifat Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada mereka yang bertaubat dan memperbaiki diri.
Contohnya, ayat-ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka sendiri yang mengubah apa yang ada dalam diri mereka. Ini adalah prinsip fundamental yang menunjukkan bahwa perubahan positif dimulai dari kesadaran diri dan usaha nyata.
110. Wa aqimish sholata wa atu-z zakah. Wa ma tuqaddimu li anfusikum min khoirin tajiduhu ‘indalloh. Innalloha bima ta’maluna bashir.
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu perbuat untuk dirimu sendiri, kamu akan mendapatkannya (balasan) di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Ayat di atas, misalnya, kembali menekankan pentingnya ibadah salat dan zakat sebagai pondasi utama dalam hubungan vertikal dan horizontal. Ini adalah perintah yang terus bergema, mengingatkan kita bahwa amal saleh adalah bekal terbaik.
Dalam rentang ayat ini, terdapat pula pembahasan mengenai perdebatan tentang agama. Ada kelompok yang mengklaim bahwa mereka berada di atas kebenaran, sementara yang lain tidak. Allah menjelaskan bahwa kebenaran hakiki ada pada orang yang beriman dan beramal saleh, serta mengikuti agama yang lurus, yaitu agama Ibrahim.
Perdebatan ini mencerminkan realitas bahwa umat manusia selalu memiliki pandangan yang berbeda mengenai kebenaran. Al-Qur'an mengajak kita untuk melihat dari sudut pandang yang lebih luas, yaitu ketundukan kepada Allah dan ajaran-Nya yang murni, tanpa terkotak-kotak oleh fanatisme sempit.
135. Wa qalu kunu hudan au nasara tahtadu. Qul bal mil-lata ibrahima hanifa. Wa ma kana minal musyrikin.
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, "Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." Katakanlah, "Tidak, melainkan (mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah Ibrahim termasuk orang musyrik."
Ayat ini menjadi penegasan bahwa agama yang diterima Allah adalah agama tauhid, yaitu agama yang lurus dan bersih dari syirik, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS.
Salah satu pesan terkuat dari rentang ayat Al-Baqarah 100-150 adalah tentang keimanan yang murni dan toleransi terhadap sesama. Allah menekankan bahwa Dia tidak membeda-bedakan antara rasul-Nya. Semua utusan Allah membawa risalah yang sama: menyembah Allah semata dan beriman kepada semua kitab-Nya.
Hal ini kemudian dihubungkan dengan kewajiban bagi umat Islam untuk beriman kepada semua nabi dan rasul, termasuk yang diutus kepada umat terdahulu. Perbedaan umat terdahulu dalam hal syariat tidak menjadikan mereka berbeda dalam pokok keimanan. Ini mengajarkan kita untuk menghargai ajaran-ajaran samawi sebelumnya, sembari memegang teguh kesempurnaan ajaran Islam.
136. Qulu amanna billahi wa ma unzila ilaina wa ma unzila ila ibrahima wa isma’ila wa ishaqa wa ya’quba wal asbati wa ma utiya musa wa isa wa ma utiyal nabiyyuna mir rabbihim. La nufarriqu baina ahadin minhum. Wa nahnu lahu muslimun.
Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah, apa yang diturunkan kepada kami, apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, serta apa yang dianugerahkan kepada Musa, Isa, dan kepada para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya."
Ayat ini adalah kompas moral bagi umat Islam dalam berinteraksi dengan pengikut agama samawi lainnya. Menghargai dan mengakui para nabi terdahulu adalah bentuk penghormatan terhadap sejarah kenabian dan keesaan Allah.
Rentang ayat Al-Baqarah 100-150 adalah samudera hikmah yang tak ada habisnya. Ayat-ayat ini mengajak kita untuk merenungkan sejarah umat terdahulu sebagai pelajaran, meneguhkan akar keimanan kepada Allah dan para rasul-Nya, serta menerapkan prinsip toleransi dan kebaikan dalam kehidupan. Dengan terus mempelajari dan merenungkan makna di balik setiap ayat, kita dapat memperdalam pemahaman kita tentang Islam dan semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Memahami ayat-ayat ini dalam bahasa Latin juga memberikan kemudahan akses bagi banyak orang untuk merenungkannya, bahkan bagi mereka yang belum fasih membaca Al-Qur'an dalam tulisan Arab. Yang terpenting adalah kesungguhan hati untuk mencari kebenaran dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.