Surah Al-Baqarah, yang merupakan surah terpanjang dalam Al-Qur'an, tidak hanya berisi hukum-hukum dan kisah-kisah nabi, tetapi juga sarat dengan hikmah dan petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang penuh makna, rentang ayat 101 hingga 110 menyajikan pembahasan yang mendalam mengenai sifat-sifat orang beriman, kehati-hatian dalam menerima kabar, serta penegasan terhadap wahyu Allah. Mari kita selami kandungan ayat-ayat ini, lengkap dengan bacaan latinnya, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik.
102. Wa-ttaba'uu maa tatlusy-syayaatiinu 'alaa mulki Sulaimaana, wa maa kafara Sulaimaana wa laakinna syayaatiina kafaroo yu'allimoonan-naasas sihro, wa maa unzila 'alal-malakaini bi-baabila Haaroota wa Maaroota. Wa maa yu'allimaani min ahadin hatta yaquulaa innamaa nahnu fitnatun falaa takfur. Fa-yata'allamuuna min-humaa maa yufarriquuna bihii bainal-mar'i wa zaujih. Wa maa hum bi-dhaaa'riina bihii min ahadin illaa bi-idznillaah. Wa yata'allamuuna maa yadhurruhum wa laa yanfa'uhum. Wa laqad 'alimuu li-manisy-taraahu maa lahu fil-aakhirati min kholaaq. Wa labi'sa maa sharaw bihii anfusahum, law koonuu ya'lamuun.
102. Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman tidak kafir; tetapi syaitan-syaitanlah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di Babilon, yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan seorang pun, sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah engkau kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa (sihir) yang dengan sihir itu dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Padahal mereka itu tidak dapat mencelakakan seorang pun dengan sihir kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak menguntungkan mereka sama sekali. Dan sesungguhnya mereka sudah tahu barangsiapa yang membeli (sihir) itu, tidak akan mendapat bagian (kebaikan) di akhirat. Dan amat buruklah perbuatan yang mereka tukar dengan diri mereka sendiri, kalau saja mereka mengetahui.
103. Wa idzaa qiila lahum aaminuu kamaa aamana-n-naasu qooluu anu'minu kamaa aamana-s-sufahaa'. Alaa innahum humus-sufahaa'u wa laakin laa ya'lamuun.
103. Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain beriman," mereka menjawab, "Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang bodoh beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak mengetahui.
104. Wa idzaa laquul-ladziina aamanuu qooluu aamannaa, wa idzaa khalaw ilaa syayaatiinihim qooluu innaa ma'akum, innamaa nahnu mustahzi'uun.
104. Dan apabila mereka menjumpai orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami telah beriman." Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami bersama kamu, sesungguhnya kami hanyalah memperolok-olok.
105. Allaahu yastahzi'u bihim wa yamudduhum fii thughyaanihim ya'mahuun.
105. Allahlah yang memperolok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.
106. Ulaaa'ikal-ladziinasy-tarawud-dalaalata bil-hudaa, fa maa rabihat tijaarotuhum wa maa koonuu muhtadiin.
106. Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.
107. Matshuluhum kamatsalil-ladziistawqadaa naaroan, falammaaa adaaa'at maa hawlahuu, dzahaaballaahu bi-nuurihim wa tarakohum fii zhulumaatin laa yubshiruun.
107. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka ketika api itu menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menerangi) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
108. Shum'um bukmun 'umuyyun fahum laa yarji'uun.
108. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak dapat kembali.
109. Aw ka zhulmatin fii bahri-l-lujjiyyi yagshaahu mawjum min fawqihi mawjum min fawqihi sahaab. Zhulumaatun ba'duhaa fawqa ba'dh. Idzaaa akhraja yadahu lam yakad yaraahaa. Wa man lam yaj'alillaahu lahuu nuuran fa maa lahuu min nuur.
109. Atau seperti (pola) gelap gulita di lautan yang dalam, yang ditutup oleh ombak yang di atasnya ada ombak (lagi), di atasnya ada awan gelap gulita yang berlapis-lapis; apabila dia (orang itu) mengeluarkan tangannya, hampir saja dia tidak dapat melihatnya. Dan barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya (sama sekali).
110. Alam tara annallaaha yusabbihu lahuu man fis-samaawaati wal-ardhi wath-thayru shaaaffaat. Kullun qad 'alima du'aaa'ahu wa tasbiihah. Wallahu 'aliimum bimaa yaf'aluun.
110. Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, juga burung-burung yang mengembangkan sayapnya. Masing-masing sungguh telah mengetahui (cara) berdoa dan bertasbih kepada-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Ayat 102 menjadi peringatan keras terhadap praktik sihir dan pengaruh buruknya. Allah SWT menjelaskan bahwa sihir bukanlah ilmu yang membawa manfaat, melainkan sesuatu yang dicari oleh syaitan untuk menceraikan manusia dari kebaikan dan bahkan dari pasangan hidupnya, yang pada hakikatnya adalah perbuatan yang merugikan diri sendiri dan tidak memiliki bagian di akhirat. Ini mengingatkan kita untuk menjauhi segala bentuk ilmu hitam dan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Selanjutnya, ayat 103-106 menggambarkan sifat orang-orang munafik dan musyrik yang menolak kebenaran. Mereka merasa lebih pandai dan meremehkan orang-orang yang beriman, padahal kesombongan dan kebohongan merekalah yang menunjukkan kebodohan hakiki mereka. Allah SWT berfirman bahwa mereka menukar petunjuk dengan kesesatan, dan bisnis mereka tidak akan pernah menguntungkan. Hal ini menekankan pentingnya kerendahan hati dan keterbukaan untuk menerima kebenaran, serta menjauhi kesombongan yang hanya akan membawa kerugian.
Perumpamaan dalam ayat 107-109 sangatlah indah dan menggugah. Allah SWT membandingkan keadaan orang-orang yang menolak petunjuk dengan orang yang menyalakan api di kegelapan. Cahaya yang mereka dapatkan hanya sementara, dan akhirnya Allah mencabutnya, meninggalkan mereka dalam kegelapan yang pekat, tidak dapat melihat jalan. Perumpamaan kedua adalah gelapnya lautan dalam dengan berbagai lapisan ombak dan awan, di mana seseorang bahkan tidak bisa melihat tangannya sendiri. Ini melambangkan kedalaman kesesatan dan ketidakmampuan mereka untuk menemukan jalan keluar tanpa cahaya petunjuk dari Allah.
Terakhir, ayat 110 mengembalikan fokus kita kepada keagungan Allah SWT. Seluruh makhluk di langit dan di bumi, bahkan burung-burung yang terbang dengan sayap terbentang, semuanya bertasbih dan tunduk kepada-Nya. Setiap makhluk memiliki cara tersendiri dalam berdoa dan memuji Allah. Ayat ini mengajarkan kita untuk merenungkan kebesaran ciptaan Allah dan menyadari bahwa kita hanyalah bagian kecil dari alam semesta yang luas, yang semuanya tunduk pada kehendak-Nya. Dengan memahami ayat-ayat ini, kita diharapkan dapat memperkuat keyakinan, menjauhi kesesatan, dan senantiasa mencari cahaya petunjuk Allah dalam setiap langkah kehidupan.