Al-Baqarah Ayat 135-141: Refleksi Iman dan Tuntunan Illahi

Surah Al-Baqarah, ayat 135 hingga 141, merupakan kumpulan firman Allah SWT yang sarat makna, mengajak setiap insan untuk merenungkan kedalaman iman dan mengikuti tuntunan suci yang telah diwahyukan. Ayat-ayat ini berbicara tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin bersikap dalam menghadapi berbagai ajaran dan keyakinan, serta menegaskan kebenaran risalah Islam yang dibawa oleh para nabi.

Ajakan kepada Ahlul Kitab dan Kaum Muslimin

Ayat 135 membuka dialog dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, serta kaum mukminin. Allah SWT memerintahkan mereka untuk berkata, "Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada Allah, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan hanya kepada-Nya kami berserah diri."

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah, "Wahai Ahli Kitab! Marilah kita berpegang pada satu kalimat (ketetapan) yang sama di antara kami dan kamu, yaitu kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak menyekutukan-Nya sedikit pun, dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling, maka katakanlah, "Saksikanlah bahwa kami adalah orang Muslim."

Pesan utama dari ayat ini adalah seruan untuk bertauhid, menyembah hanya kepada Allah semata. Ini adalah inti dari semua agama samawi. Penekanan pada kesamaan ini menunjukkan bahwa para nabi yang diutus oleh Allah, termasuk Musa, Isa, dan Muhammad, semuanya membawa ajaran dasar yang sama. Perbedaan mungkin ada pada syariat atau tata cara ibadah, namun akidah atau pondasi keimanan tetaplah satu, yaitu pengakuan atas keesaan Allah.

Selanjutnya, ayat 136 menekankan pentingnya pengakuan iman terhadap semua wahyu yang diturunkan, tanpa terkecuali. Ini adalah ujian bagi kaum mukminin, apakah mereka dapat menerima kebenaran dari nabi-nabi terdahulu sebagai bagian dari risalah yang utuh.

آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَا نُزِّلَ عَلَيْنَا وَمَا نُزِّلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

(Orang-orang mukmin) beriman kepada Allah, Rasul-Nya, serta kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Siapa yang mengingkari Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kiamat, sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.

Prinsip Tauhid dan Penegasan Kebenaran Islam

Ayat 137 menegaskan bahwa jika kaum mukminin beriman seperti yang telah dijelaskan, maka mereka telah berada di atas kebenaran. Sementara itu, jika mereka berpaling dari kebenaran ini, maka sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (terhadap Allah).

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Maka jika mereka beriman seperti imanmu, sungguh mereka telah mendapat petunjuk. Dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu). Maka Allah akan memelihara (dirimu) dari mereka. Dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Ayat ini memberikan ketenangan bagi kaum mukminin. Segala urusan akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui segala sesuatu. Keyakinan akan pertolongan Allah menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi penolakan atau permusuhan dari pihak lain.

Meneladani Para Leluhur yang Saleh

Selanjutnya, ayat 138 menyerukan agar setiap muslim mengambil pelajaran dari sikap dan keyakinan para nabi dan orang-orang saleh terdahulu. Allah memerintahkan untuk berkata, "Kami beriman kepada apa yang Allah turunkan." Ini adalah penegasan kembali bahwa pondasi keimanan adalah ketaatan dan penerimaan terhadap wahyu Ilahi.

صِبْغَةَ اللَّهِ ۖ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً ۖ وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ

(Kami mengikuti) fitrah Allah. Siapa yang lebih baik dari Allah dalam menciptakan (fitrah) itu? Dan hanya kepada-Nya kami menyembah.

Kata "shibghah" (صِبْغَةً) di sini sering diartikan sebagai fitrah atau sifat bawaan manusia yang cenderung kepada kebaikan dan pengenalan terhadap Pencipta. Islam adalah agama yang paling sesuai dengan fitrah ini. Mengikuti ajaran Islam berarti kembali kepada fitrah murni yang telah Allah ciptakan.

Kekecewaan atas Penolakan

Ayat 139-140 mengekspresikan kekecewaan dan penegasan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan puas dengan ajaran Islam sampai mereka mengikuti millah (agama) mereka. Allah mengingatkan agar umat Islam tidak mengikuti keinginan mereka karena mereka tidak akan pernah menjadi penolong bagi kaum Muslimin.

قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ

Katakanlah, "Apakah kamu membantah kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu? Bagi kami adalah amalan kami dan bagi kamu adalah amalan kamu. Dan hanya kepada-Nya kami ikhlas (mengabdikan diri)."

أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ ۗ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Atau (apakah) kamu akan mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan keturunannya adalah Yahudi atau Nasrani? Katakanlah, "Kamukah yang lebih mengetahui atau Allah?" Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan kesaksian yang ada padanya dari Allah? Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.

Ayat ini mengingatkan bahwa setiap individu akan mempertanggungjawabkan amalnya sendiri. Klaim-klaim mengenai keturunan Ibrahim sebagai Yahudi atau Nasrani adalah pandangan yang keliru dan upaya menyembunyikan kebenaran yang ada pada mereka.

Akhir dari Perdebatan dan Keteguhan Iman

Ayat 141 menjadi penutup rangkaian ayat ini, menyatakan bahwa umat tersebut (Yahudi dan Nasrani) telah berlalu. Mereka akan menuai apa yang telah mereka usahakan, dan kaum mukminin akan menuai apa yang telah mereka usahakan. Umat Islam tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka.

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Itulah umat yang telah lalu. Mereka akan mendapat (balasan) dari apa yang telah mereka kerjakan, dan kamu akan mendapat (balasan) dari apa yang kamu kerjakan. Dan kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang mereka kerjakan.

Pesan terakhir ini sangat penting. Ini menegaskan bahwa sejarah tidak bisa diulang, dan setiap umat memiliki jejak amalannya sendiri yang akan dihisab di hadapan Allah. Tugas umat Islam adalah fokus pada perjuangan menegakkan kebenaran, mengamalkan ajaran agama dengan ikhlas, dan tidak terjebak dalam perdebatan sia-sia atau mengikuti jalan orang-orang yang telah menyimpang. Surah Al-Baqarah ayat 135-141 memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana seorang mukmin harus bersikap dalam menghadapi keragaman keyakinan, yaitu dengan tetap berpegang teguh pada tauhid, mengimani seluruh risalah para nabi, dan tidak gentar dalam menegakkan kebenaran.

🏠 Homepage