Surat Al-Baqarah merupakan surat terpanjang dalam Al-Qur'an, yang berarti "Sapi Betina". Surat ini kaya akan ajaran, kisah para nabi, hukum-hukum, dan berbagai perumpamaan yang mendalam. Salah satu ayat yang sering direnungkan oleh umat Muslim adalah ayat ke-20. Ayat ini menggambarkan perumpamaan yang kuat tentang kondisi orang-orang munafik yang beriman secara lahiriah namun hati mereka penuh keraguan dan kekufuran.
"Kullamaa ad-daaa'a lahum qad'un tarrakuu ilayhi wa qooluu law shaaa'allahu la khasaa'ahum fa'izaaid-dahaa ba'suhu faqad qod qoodaa 'alaa qodaamihim wa qooluu rabba naa 'aakhirnaa ilaa ajiilin qareebin nabj'al maa anzalta nuro waatta bi'a aanaqana fa'innanaa maza liqaalukhaashiduuun."
Ayat ini memberikan gambaran yang sangat jelas tentang bagaimana Allah SWT berfirman kepada orang-orang munafik yang menyamar sebagai orang beriman, namun terus-menerus menunjukkan sikap ragu dan berpaling ketika kebenaran datang kepada mereka. Perumpamaan yang digunakan sangat kuat dan relevan untuk dipahami.
Ayat ini secara spesifik menjelaskan bahwa setiap kali ada api yang dinyalakan untuk mereka agar mereka dapat berjalan dalam kegelapan, mereka justru berdiam diri dan menanti. Ketika api itu menerangi jalan mereka, mereka terus maju. Namun, ketika api itu padam, mereka kembali ke keadaan kebingungan dan ketidakpastian.
Perumpamaan ini memiliki makna yang sangat dalam:
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat ini berbicara tentang orang-orang munafik yang ada di Madinah. Mereka tampak beriman bersama kaum Muslimin, namun dalam hati mereka penuh dengan keraguan dan permusuhan terhadap Islam. Ketika wahyu turun atau kebenaran Allah dijelaskan kepada mereka, mereka cenderung menolak atau meragukannya.
Perumpamaan api yang menyala dan padam ini sangat relevan. Api yang menyala adalah cahaya dan harapan, sedangkan kegelapan adalah kebingungan dan kesesatan. Orang-orang munafik ini, ketika cahaya kebenaran datang, mereka sejenak merasa aman dan mendapatkan manfaat, namun ketika cahaya itu hilang atau mereka dihadapkan pada ujian, mereka kembali tenggelam dalam keraguan dan kekufuran. Mereka berharap agar Allah mengembalikan mereka ke keadaan semula, bahkan mengeluh karena tidak dapat menerima kebenaran yang diwahyukan.
Renungan dari ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya keimanan yang tulus dan kokoh. Keimanan yang hanya di lisan tanpa dibarengi keyakinan hati adalah seperti api yang padam. Ia tidak mampu memberikan penerangan yang hakiki atau membimbing kita melewati berbagai tantangan hidup. Allah SWT menggambarkan kondisi mereka yang seolah-olah diterangi oleh kilat, namun kilat itu hanya sesaat, dan ketika kilat itu padam, mereka kembali berjalan dalam kegelapan.
Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di dalam dada. Sekecil apapun keraguan atau kemunafikan, Allah mengetahuinya. Perintah Allah untuk mengingkari orang-orang kafir dan munafik, serta keteguhan iman, adalah kunci untuk terhindar dari kegelapan yang digambarkan dalam ayat ini.
Penting bagi setiap Muslim untuk terus menerus introspeksi diri, memastikan keimanannya tulus, dan berlindung kepada Allah dari sifat munafik dan keraguan. Ketaatan dan keyakinan yang teguh adalah cahaya abadi yang akan menuntun kita menuju surga-Nya.