Surah Al-Baqarah, ayat 222 hingga 230, memuat petunjuk-petunjuk ilahi yang sangat fundamental mengenai kehidupan rumah tangga, khususnya yang berkaitan dengan pernikahan, perceraian, dan kewajiban-kewajiban yang menyertainya. Ayat-ayat ini memberikan panduan komprehensif bagi umat Muslim dalam menavigasi aspek-aspek penting ini dengan adil, penuh kasih, dan sesuai syariat. Memahami dan mengamalkan petunjuk ini adalah kunci untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, dan menjaga keharmonisan masyarakat.
Ayat 222 secara tegas menyerukan pembersihan diri dari haid bagi wanita. Ini adalah anjuran kesucian lahiriah sebelum mendekati suami. Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengajarkan pentingnya kebersihan dan kesiapan spiritual dalam sebuah hubungan. Hubungan pernikahan adalah amanah suci, dan kesiapan kedua belah pihak, baik secara fisik maupun mental, adalah pondasi awal yang kokoh. Lebih dari sekadar ritual, ini adalah pengingat akan pentingnya menjaga kesucian dalam setiap aspek kehidupan berumah tangga.
Selanjutnya, ayat 223 menekankan pentingnya menjaga kesucian diri dan kehormatan dalam pernikahan. Ayat ini menegaskan bahwa istri adalah ladang bagi suami, tempat menanam benih keturunan. Ini adalah metafora yang indah tentang peran vital istri dalam kelangsungan generasi. Perintah untuk mempersiapkan diri untuk kebaikan di masa depan adalah dorongan untuk senantiasa berbuat yang terbaik bagi keluarga dan diri sendiri, baik di dunia maupun akhirat. Ini mencakup pendidikan anak, pembangunan karakter, dan menjaga keharmonisan rumah tangga.
Ayat 224 hingga 230 memuat aturan-aturan rinci mengenai talak (perceraian). Allah SWT melarang sumpah untuk tidak mendekati istri karena ketakwaan. Ini mengajarkan bahwa alasan menahan diri dari istri seharusnya bukan karena kepura-puraan agama, melainkan karena sebab-sebab yang dibenarkan syariat. Ayat ini juga menekankan kebesaran nama Allah dalam sumpah, sekaligus mendorong penebusan sumpah jika dilanggar.
Ayat 225 memberikan penjelasan tentang sumpah yang tidak disengaja dan kewajiban menebusnya. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah agar manusia tidak terbebani secara berlebihan jika melakukan pelanggaran sumpah tanpa niat buruk. Ayat 226 dan 227 mengatur masa iddah bagi suami yang bersumpah untuk tidak mendekati istri. Jika dalam empat bulan suami kembali rujuk, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Namun, jika dalam masa itu suami memutuskan untuk menceraikan, maka Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ayat 228 dan 229 menguraikan masa iddah bagi wanita yang ditalak, yang umumnya adalah tiga kali masa suci. Selama masa iddah, wanita dilarang untuk dinikahkan lagi sebelum masa iddahnya selesai, dan suami tidak boleh rujuk kecuali dengan niat untuk mempertahankan pernikahan secara sah. Jika rujuk setelah tiga kali iddah, maka itu adalah ikatan baru yang harus melalui akad nikah baru. Jika tidak ada keinginan untuk rujuk, maka cerai adalah jalan yang harus ditempuh dengan cara yang makruf.
Ayat 230 memberikan batasan maksimal talak tiga kali. Setelah talak ketiga, suami tidak boleh lagi merujuk istrinya hingga istrinya menikah dengan pria lain dan kemudian bercerai dari suami barunya, lalu sang suami pertama kembali ingin menikahinya. Ini adalah ajaran yang tegas untuk mencegah penyalahgunaan talak dan menjaga kehormatan institusi pernikahan. Perceraian haruslah menjadi pilihan terakhir dan ditempuh dengan cara yang baik, penuh pertimbangan, dan tidak gegabah.
Ayat 230 menutup rangkaian ini dengan menegaskan batasan talak tiga kali dan aturan rujuk setelahnya. Ini adalah bentuk perlindungan agar talak tidak dijadikan permainan. Kehidupan pernikahan adalah amanah besar, dan Allah SWT memberikan panduan agar setiap langkah yang diambil, termasuk dalam perceraian, dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, keadilan, dan kepatuhan terhadap hukum-Nya. Memahami ayat-ayat ini adalah bagian integral dari pemahaman Islam tentang keluarga dan tanggung jawab sosial.
Dengan memahami dan mengamalkan petunjuk dari Surah Al-Baqarah ayat 222-230, umat Muslim diharapkan dapat membangun rumah tangga yang harmonis, menjaga kehormatan, dan menjalankan tanggung jawab sesuai ajaran Islam.