Surah Al-Baqarah, juz kedua, memuat ayat-ayat yang sarat dengan petunjuk ilahi mengenai berbagai aspek kehidupan seorang Muslim. Di antara rentetan ayat tersebut, Al Baqarah ayat 238 hingga 245 menawarkan pencerahan fundamental mengenai kewajiban menjaga salat dan keutamaan serta adab berinfak. Kedua tema ini, meski berbeda fokusnya, saling melengkapi dalam membentuk pribadi Muslim yang bertakwa, berintegritas, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Mari kita selami makna dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Ayat 238 dari Surah Al-Baqarah secara tegas memerintahkan kaum mukmin untuk menjaga salat. Perintah ini tidak hanya sekadar melakukan gerakan fisik, tetapi mencakup aspek kekhusyuan (khusyu'), ketepatan waktu, dan pemeliharaan terhadap seluruh rukun serta syarat sahnya salat. Frasa "ḥāfiẓū ‘alāṣ-ṣalawāt" mengisyaratkan sebuah kepedulian dan penjagaan yang berkelanjutan. Salat adalah tiang agama, fondasi spiritual yang menghubungkan hamba dengan Sang Pencipta. Dengan menjaga salat, seorang mukmin senantiasa diingatkan akan kebesaran Allah, memohon pertolongan-Nya, dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana disebutkan dalam ayat lain.
Ayat 238: "Peliharalah sekalian sembahyang dan peliharalah salat yang pertengahan dan berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan taat."
Penekanan pada "salat pertengahan" (ṣalāt al-wusṭā) seringkali diartikan sebagai salat Asar, meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Apapun tafsirnya, intinya adalah pentingnya memberikan perhatian khusus pada salat-salat yang memiliki kedudukan strategis, baik dari segi waktu maupun keutamaannya. Dengan menjaga salat secara konsisten, seorang mukmin melatih disiplin diri, ketenangan jiwa, dan kemampuan untuk fokus pada hal-hal yang bernilai ilahi, yang pada gilirannya akan membawanya pada ketakwaan yang lebih mendalam.
Beranjak dari menjaga hubungan vertikal dengan Allah melalui salat, ayat-ayat berikutnya (mulai dari ayat 240 hingga 245) beralih ke dimensi horizontal, yaitu kewajiban berinfak dan bersedekah. Ayat-ayat ini tidak hanya memotivasi untuk mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki, tetapi juga memberikan panduan mengenai cara berinfak yang benar, serta menjanjikan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Allah SWT seringkali menguji hamba-Nya dengan kekayaan dan kemiskinan. Melalui perintah berinfak, Allah ingin melihat sejauh mana keikhlasan dan ketaatan seorang hamba dalam membelanjakan rezeki yang telah diberikan. Ayat-ayat ini mengajarkan bahwa berinfak bukanlah sebuah kehilangan, melainkan investasi akhirat yang imbalannya jauh lebih besar daripada dunia.
Ayat 245 (kutipan makna): "...dan barangsiapa meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipatan yang banyak..."
Penting untuk dicatat bahwa ayat-ayat ini juga menekankan pentingnya niat yang tulus dan cara berinfak yang tidak disertai riya' (pamer) atau menyakiti hati penerima. Infak yang terbaik adalah yang dikeluarkan dari harta yang halal dan baik, serta diberikan kepada orang yang berhak menerimanya, semata-mata karena mengharap ridha Allah.
Berinfak dalam Islam bukan sekadar kewajiban materi, melainkan sebuah ibadah yang membersihkan jiwa dari sifat kikir, menumbuhkan empati, dan mempererat tali persaudaraan antar sesama.
Ayat 244 menegaskan, "Dan janganlah kamu menjadikan sumpah (perang) kamu sebagai tipu muslihat di antara kamu, agar kaki tidak bergeser sesudah kokoh, dan kamu merasakan azab karena kamu menghalangi (orang lain) dari jalan Allah, dan bagimu azab yang besar." Ayat ini, meskipun terkait konteks perang, memiliki makna yang lebih luas tentang pentingnya keteguhan dalam berbuat baik dan berpegang pada kebenaran, serta larangan menggunakan agama sebagai alat untuk menipu atau menghalangi kebaikan.
Lebih lanjut, ayat 243 mengingatkan kita akan kisah kaum yang binasa karena tidak mensyukuri nikmat Allah dan enggan mengambil pelajaran dari sejarah. Hal ini menjadi pengingat agar senantiasa merenungkan ayat-ayat Allah, baik yang tertulis dalam kitab suci maupun yang terhampar di alam semesta, serta bersungguh-sungguh dalam beribadah dan berbuat kebajikan.
Al Baqarah ayat 238-245 memberikan dua pilar utama dalam kehidupan seorang mukmin: menjaga hubungan yang kuat dengan Allah melalui salat yang khusyuk, dan mempererat hubungan dengan sesama melalui infak yang ikhlas. Keduanya adalah kunci untuk meraih ketakwaan, keberkahan, dan kebahagiaan dunia akhirat. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat mulia ini, diharapkan kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik, bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan seluruh umat manusia.