Al-Baqarah Ayat 276-280: Hikmah Infak dan Perintah Menjauhi Riba

Ilustrasi konsep infak dan keberkahan dalam Islam $ Infak: Tumbuh Berlipat Riba: Terhapus

Surah Al-Baqarah, ayat 276 hingga 280, memuat pesan-pesan fundamental mengenai pengelolaan harta dalam Islam. Ayat-ayat ini secara tegas membedakan antara praktik infak (sedekah) yang diberkahi dan riba (bunga) yang diharamkan. Memahami makna dan hikmah di baliknya merupakan kunci untuk membangun masyarakat yang adil, sejahtera, dan terhindar dari kesengsaraan.

Keberkahan Infak yang Melimpah

Allah SWT berfirman dalam Al-Baqarah ayat 276:

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan bergelimangan dosa."

Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa Allah akan menghancurkan harta yang diperoleh melalui riba, namun akan melipatgandakan pahala dan keberkahan bagi mereka yang gemar bersedekah. Infak, dalam berbagai bentuknya seperti zakat, sedekah sunnah, atau pemberian bantuan kepada yang membutuhkan, adalah sarana untuk membersihkan harta dan diri, serta untuk menumbuhkan kebaikan yang berlipat ganda. Allah SWT tidak hanya menjanjikan balasan di akhirat, tetapi juga seringkali memberikan balasan berupa keberkahan, ketenangan jiwa, dan kelancaran rezeki di dunia.

Lebih lanjut, Al-Baqarah ayat 277 menjelaskan siapa saja yang akan mendapatkan keutamaan dari sedekah:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati."

Ini menunjukkan bahwa infak yang diterima dan diberkahi adalah infak yang dibarengi dengan keimanan yang kuat, amal saleh lainnya, serta ibadah pokok seperti salat dan zakat. Mereka yang menunaikan kewajiban ini akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan sejati, terhindar dari rasa takut dan penyesalan.

Ayat 278 dan 279 semakin menegaskan larangan riba dan pentingnya bersikap adil dalam muamalah:

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu harta pokokmu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya."

Dan ayat 279:

"Dan jika (yang berpiutang) dalam kesukaran, maka berilah tenggang waktu sampai dia berkelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan sebagian besar dari utangmu, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."

Dua ayat ini memberikan peringatan keras bagi siapa pun yang masih mempraktikkan riba. Allah dan Rasul-Nya akan memerangi mereka yang terus menerus melakukan riba, sebuah ancaman yang sangat serius. Namun, pintu taubat tetap terbuka. Jika seseorang bertaubat, ia berhak mendapatkan kembali harta pokoknya tanpa menambah atau mengurangi, serta tanpa menganiaya orang lain. Lebih dari itu, ayat 279 menganjurkan untuk memberikan tenggang waktu pembayaran utang bagi yang kesulitan, bahkan menganjurkan untuk memaafkan sebagian atau seluruh utang jika mampu, sebagai bentuk kebaikan dan kedermawanan yang sangat dicintai Allah.

Larangan Riba dan Konsekuensinya

Praktik riba, yaitu pengambilan bunga atas pinjaman, dianggap sebagai bentuk eksploitasi yang merusak tatanan ekonomi dan sosial. Riba menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin. Orang yang berutang karena terpaksa akan semakin terbebani, sementara pemberi pinjaman mendapatkan keuntungan tanpa adanya usaha riil atau risiko yang setara. Allah SWT melarang riba bukan semata-mata untuk membatasi rezeki, tetapi untuk melindungi keadilan, mencegah penindasan, dan menumbuhkan semangat saling tolong-menolong serta tanggung jawab sosial.

Konsekuensi dari menghindari riba dan mengutamakan infak terangkum dalam ayat terakhir dari rangkaian ini, Al-Baqarah ayat 280:

"Dan jika (orang yang berutang) dalam keadaan sulit, maka berikanlah kelonggaran sampai dia mampu membayar. Dan jika kamu menyedekahkan sebagian besar dari utangmu, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."

Ayat ini kembali menegaskan pentingnya belas kasih dan keadilan. Jika peminjam mengalami kesulitan finansial, pemberi pinjaman dianjurkan untuk memberikan kelonggaran waktu hingga ia mampu membayar. Bahkan, jika memungkinkan, menyedekahkan sebagian atau seluruh utang tersebut adalah tindakan yang sangat mulia dan lebih baik bagi pemberi pinjaman. Ini adalah bentuk kemurahan hati yang akan mendatangkan keberkahan dari Allah SWT.

Secara keseluruhan, ayat 276-280 Surah Al-Baqarah memberikan panduan komprehensif mengenai pengelolaan harta. Mereka mengajarkan bahwa keberkahan sejati datang dari infak yang ikhlas dan menghindari praktik-praktik yang bersifat eksploitatif seperti riba. Dengan mematuhi ajaran ini, seorang Muslim tidak hanya memperbaiki hubungannya dengan Allah SWT, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan berkah.

🏠 Homepage