Surah Al-Baqarah, ayat 71 hingga 80, melanjutkan kisah Bani Israil dan interaksi mereka dengan Nabi Musa AS. Ayat-ayat ini menyoroti keras kepala, keraguan, dan penolakan mereka terhadap petunjuk Allah, bahkan setelah menyaksikan tanda-tanda kebesaran-Nya. Memahami ayat-ayat ini dalam tulisan Latin dan terjemahannya memberikan wawasan mendalam tentang kesabaran para nabi dalam menghadapi umat yang sulit dan pentingnya ketundukan total kepada perintah Ilahi.
قَالَ ٱرْكَبُوا۟ فِيهَا بِسْمِ ٱللَّهِ مَجْر۪ىٰهَا وَمُرْسَىٰهَآ ۚ إِنَّ رَبِّى لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Qala arkabū fīhā bismi Allāhi majrāhā wa mursāhā. Inna rabbī laghafūrun raḥīm.
Dia (Musa) berkata, "Naiklah (ke dalamnya) dengan menyebut nama Allah saat berlayar dan berlabuh. Sungguh, Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang."
وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّٰرَْٰٔتُمْ فِيهَا ۖ وَٱللَّهُ مُخْرِجٌ مَّا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ
Wa idh qataltum nafsan faddār’tum fīhā, wallāhu mukhrijun mā kuntum taktumūn.
Dan ketika kamu membunuh seorang seseorang, lalu kamu saling tuduh-menuduh mengenai dia. Dan Allah menyingkapkan apa yang kamu sembunyikan.
فَقُلْنَا ٱضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا ۚ كَذَٰلِكَ يُحْيِى ٱللَّهُ ٱلْمَوْتَىٰ وَيُرِيكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Faqulnā-idribūhu bibaʿḍihā. Kadhalika yuḥyī Allāhu-l-mawtā wa yurīkum āyātihī laʿallakum taʿqilūn.
Maka Kami berfirman, "Pukullah (mayat) itu dengan sebagian (sapi betina) itu." Demikianlah Allah menghidupkan orang-orang mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya agar kamu mengerti.
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَٱلْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ ٱلْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ ٱلْمَآءُ ۚ وَإِنَّ لَا يَخْشَى ٱللَّهَ مَن فِيهَا ۚ أَفَأَنتَ تُكْرِهُ ٱلنَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا۟ مُؤْمِنِينَ
Tsumma qasat qulūbukum min baʿdi dhālika fa-hiya kal-ḥijārati aw ashaddu qaswah. Wa inna minal-ḥijārati lamā yatafajjaru minhu-l-anhār. Wa inna minhā lamā yashshaaqqu fa-yakhruju minhu-l-mā’. Wa inna lā yakhsyā Allāha man fīhā. A fa-anta tukrihu-n-nāsa ḥattā yakūnū mu’minīn.
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal dari batu-batu itu pasti ada yang mengalir sungai-sungai, dan sebagian ada yang terbelah lalu keluarlah mata air, dan sebagian lagi ada yang terguling karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا۟ لَكُمْ إِلَّا وَفَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُۥ مِنۢ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
A fa-taṭmaʿūna an yu’minū lakum illā wa farīqun minhum yasmaʿūna kalāma-llāhi tsumma yuḥarrifūnahu mim baʿdi mā ʿaqalūhu wa hum yaʿlamūn.
Apakah kamu masih berharap mereka akan percaya kepadamu (wahai orang-orang Yahudi), padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah (Taurat), lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahui (bahwa itu adalah firman Allah).
وَإِذَا لَقُوا۟ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ قَالُوٓا۟ أَتُحَدِّثُونَهُم بِمَا فَتَحَ ٱللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَآجُّوكُم بِهِۦ عِندَ رَبِّكُمْ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Wa idhā laqū-lladhīna āmanū qālū āmannā. Wa idhā khalā baʿḍuhum ilā baʿḍin qālū a-tuḥadditsūnahum bimā fataḥa-llāhu ʿalaikum li-yuḥājjūkum bihi ʿinda rabbikum. A fa-lā taʿqilūn.
Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami telah beriman." Tetapi apabila sebagian mereka berduaan dengan sebagian yang lain, mereka berkata, "Apakah kamu akan menceritakan kepada mereka (orang Islam) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, agar mereka dapat membantah kamu di hadapan Tuhanmu? Tidakkah kamu mengerti?"
أَوَلَا يَعْلَمُونَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
A wa lā yaʿlamūna anna-llāha yaʿlamu mā yusirrūna wa mā yuʿlinūn.
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan?
وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ ٱلْكِتَٰبَ إِلَّآ أَمَانِىَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
Wa minhum ummiyyūna lā yaʿlamūna-l-kitāba illā amāniyya wa in hum illā yaẓunnūn.
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Kitab (Taurat) kecuali hanya berangan-angan dan mereka tidak lain hanyalah menduga-duga.
فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ ٱلْكِتَٰبَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنْ عِندِ ٱللَّهِ لِيَشْتَرُوا۟ بِهِۦ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا يَكْسِبُونَ
Fa-waylun lil-ladhīna yaktubūna-l-kitāba bi-aydīhim tsumma yaqūlūna hādhā min ʿindi-llāhi li-yashtarū bihī tsamanan qalīlā. Fa-waylun lahum mimmā katabat aydīhim wa waylun lahum mimmā yaksibūn.
Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu berkata, "Ini dari Allah," supaya dengan demikian mereka dapat menjualnya dengan harga yang murah. Maka celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena usaha mereka.
وَقَالُوا۟ لَن تَمَسَّنَا ٱلنَّارُ إِلَّآ أَيَّامًا مَّعْدُودَةً ۚ قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِندَ ٱللَّهِ عَهْدًا فَلَن يُخْلِفَ ٱللَّهُ عَهْدَهُۥٓ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Wa qālū lan tamassana-n-nāru illā ayyāman maʿdūdah. Qul attakhadhtum ʿinda-llāhi ʿahdā fa-lan yukhlifa-llāhu ʿahdahu am taqūlūna ʿalā-llāhi mā lā taʿlamūn.
Dan mereka (Yahudi) berkata, "Neraka tidak akan menyentuh kami, kecuali hanya beberapa hari saja." Katakanlah, "Apakah kamu menerima janji dari Allah, sehingga Allah akan menepati janji-Nya, atau kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?"
Ayat-ayat ini secara gamblang menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh para nabi dalam menyampaikan risalah Allah. Ujian kesabaran dan keteguhan iman sangat terasa. Kisah sapi betina dalam ayat 71-74 menjadi contoh klasik tentang penolakan Bani Israil untuk mematuhi perintah Allah yang jelas, bahkan setelah menyaksikan mukjizat. Keengganan mereka untuk benar-benar tunduk dan hati mereka yang mengeras adalah tema berulang yang ditekankan dalam ayat-ayat berikutnya. Ayat-ayat ini menjadi pengingat bagi kita untuk selalu merenungkan ketulusan hati dalam beribadah dan pentingnya kejujuran dalam setiap perkataan dan perbuatan, karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi maupun yang terlihat.