Visualisasi Ayat Al-Baqarah 113
Ayat 113 dari Surah Al-Baqarah merupakan salah satu ayat yang sarat makna dan memiliki relevansi mendalam bagi umat manusia, terlepas dari latar belakang agama atau kepercayaan. Ayat ini berbicara tentang klaim kebenaran mutlak yang dipegang oleh berbagai kelompok agama, yang pada akhirnya menciptakan perselisihan dan ketidakpahaman. Mari kita bedah lebih dalam esensi dari ayat ini dan bagaimana ia membimbing kita menuju pemahaman yang lebih baik tentang kerukunan dan kebenaran.
"Dan orang-orang Yahudi berkata: 'Orang-orang Nasrani tidak punya pegangan apa-apa,' dan orang-orang Nasrani berkata: 'Orang-orang Yahudi tidak punya pegangan apa-apa,' padahal mereka membaca Kitab. Begitulah perkataan orang-orang yang tidak mengetahui seperti perkataan mereka itu. Allah akan menghakimi mereka pada hari Kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan."
Inti dari ayat ini adalah bagaimana dua kelompok besar agama, yaitu Yahudi dan Nasrani, pada masa itu saling menuding dan mengklaim bahwa kelompok lain tidak berada di atas kebenaran. Perkataan ini diucapkan bahkan ketika mereka sama-sama memiliki kitab suci yang seharusnya menjadi sumber petunjuk. Hal ini menunjukkan sebuah ironi: di satu sisi mereka berpegang pada wahyu ilahi, namun di sisi lain mereka terjebak dalam kesombongan intelektual dan ego kelompok.
Dalam konteks historis, klaim ini seringkali berakar pada penolakan terhadap nabi atau ajaran yang datang setelah mereka, atau interpretasi yang berbeda terhadap kitab suci mereka sendiri. Namun, pesan ayat ini melampaui sekadar perseteruan antaragama. Ia juga menyoroti kecenderungan manusia secara umum untuk merasa paling benar, paling tahu, dan paling berhak atas suatu kebenaran.
Ayat ini kemudian melanjutkan dengan menyebutkan, "Begitulah perkataan orang-orang yang tidak mengetahui seperti perkataan mereka itu." Ini mengindikasikan bahwa sikap saling menuding dan menganggap sesat kelompok lain, bahkan ketika semua pihak sama-sama memiliki dasar keilmuan atau keyakinan, adalah ciri dari ketidaktahuan yang sesungguhnya. Ketidaktahuan di sini bukan hanya berarti kurangnya pengetahuan, tetapi lebih kepada ketidakmampuan untuk melihat kebenaran dari sudut pandang yang lebih luas, ketidakmauan untuk berdialog, dan keteguhan pada prasangka.
Dalam kehidupan modern, sikap ini dapat kita lihat dalam berbagai bentuk: perbedaan pendapat yang berujung pada permusuhan, stereotip negatif terhadap kelompok lain, atau penolakan terhadap ilmu pengetahuan yang dianggap menantang keyakinan yang sudah ada. Ayat ini mengajarkan kita bahwa klaim kebenaran yang disertai dengan penolakan dan penghinaan terhadap pihak lain adalah tindakan yang jauh dari kebijaksanaan dan pemahaman yang hakiki.
Bagian terakhir dari ayat ini memberikan penegasan yang sangat kuat: "Allah akan menghakimi mereka pada hari Kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan." Ini adalah pengingat bahwa segala klaim, perselisihan, dan prasangka manusia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Bukan pada manusia untuk memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah secara definitif, melainkan pada Allah SWT yang Maha Mengetahui segala isi hati dan kebenaran mutlak.
Pesan ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk lebih intropektif, rendah hati, dan berorientasi pada kebenaran hakiki, bukan sekadar kemenangan argumen atau klaim kelompok. Kita didorong untuk mencari kebenaran, bukan untuk membenarkan diri sendiri atau kelompok kita di atas yang lain. Fokus seharusnya adalah pada bagaimana kita mengaplikasikan ajaran kebaikan, keadilan, dan kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari, terlepas dari sebutan atau label yang disematkan oleh orang lain.
Al-Baqarah ayat 113 mengajarkan kita beberapa pelajaran fundamental:
Memahami Al-Baqarah ayat 113 berarti memahami bahwa kebenaran sejati adalah milik Allah. Tugas kita adalah berusaha mencari dan mengamalkan kebenaran itu dengan hati yang lapang, tanpa prasangka, dan dengan semangat persaudaraan antar sesama manusia.