Surah Al-Bayyinah merupakan salah satu surah dalam Al-Qur'an yang memiliki makna mendalam, terutama dalam menjelaskan hakikat orang-orang yang beriman dan konsekuensi dari ketidakpercayaan. Salah satu kata kunci yang muncul dan sering menjadi bahan kajian adalah "al-hunafaa'". Memahami arti dari kata ini menjadi krusial untuk menangkap pesan utama surah tersebut.
Surah Al-Bayyinah, yang terdiri dari delapan ayat, diawali dengan penegasan bahwa Allah tidak akan memisahkan orang-orang kafir dari ahli Kitab dan orang-orang musyrik sebelum datangnya bukti nyata. Bukti nyata ini adalah seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran suci yang telah diluruskan. Kemudian, surah ini secara gamblang membedakan antara dua golongan manusia: mereka yang mendapatkan kebaikan dan mereka yang celaka.
"Orang-orang yang kafir di antara ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata.
(Yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan (isyaratkan) Al Quran yang suci.
Di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus.
Dan tidak berpecah belah orang-orang yang diberi Al Kitab kecuali sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."
Kata "al-hunafaa'" (الحنفاء) adalah bentuk jamak dari "hanif" (حنيف). Dalam bahasa Arab, akar kata "hanif" sering diartikan sebagai seseorang yang condong atau berpaling dari kesesatan kepada kebenaran, dari kebatilan kepada hak. Secara etimologis, ia berarti condong, miring, atau berpaling.
Dalam konteks keagamaan Islam, "hanif" merujuk pada orang yang memiliki keyakinan murni dan lurus, yang hanya menyembah Allah semata, menolak segala bentuk kemusyrikan dan penyimpangan. Konsep ini bukan hal baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, melainkan merupakan ajaran asli para nabi dan rasul terdahulu. Ibrahim Al-Masih, misalnya, dikenal sebagai seorang hanif yang teguh memegang tauhid, jauh sebelum datangnya agama yang dibawa oleh para nabi setelahnya.
Dalam surah Al-Bayyinah, Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas dengan (kehidupan) itu. Yang demikian itu adalah untuk orang yang takut kepada Tuhannya."
Ayat-ayat berikutnya menjelaskan lebih lanjut tentang karakteristik orang-orang yang beriman dan berbahagia. Meskipun kata "al-hunafaa'" secara eksplisit tidak disebutkan dalam ayat-ayat yang menjelaskan balasan surga, esensi dari "hanif" sangat kental terkandung di dalamnya. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh yang mendapatkan balasan surga itu adalah mereka yang telah mengikuti ajaran lurus yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yang merupakan penegasan kembali ajaran tauhid yang murni.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa "al-hunafaa'" dalam konteks ini adalah mereka yang lurus dalam agama Allah, yang menyembah-Nya dengan ikhlas, menjauhi berhala dan segala bentuk kemusyrikan. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsu dan tidak terpengaruh oleh ajaran-ajaran sesat.
Lebih lanjut, konsep "hanif" juga sering dikaitkan dengan keadaan fitrah manusia, yaitu kecenderungan bawaan untuk mengakui keesaan Allah. Namun, fitrah ini bisa ternodai oleh pengaruh lingkungan dan pendidikan. Orang yang hanif adalah mereka yang mampu mengembalikan dirinya kepada fitrah aslinya.
Memahami arti "al-hunafaa'" dalam Surah Al-Bayyinah mengajarkan kita pentingnya konsistensi dan kemurnian dalam beragama. Ini bukan hanya soal keyakinan, tetapi juga implementasi dalam amal perbuatan. Menjadi seorang "hanif" berarti berupaya untuk terus menerus meluruskan niat, tindakan, dan keyakinan agar selalu sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Dalam kehidupan sehari-hari, ini bermakna menjaga hati dari penyakit syirik, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Ini juga berarti berjuang melawan godaan hawa nafsu dan segala bentuk penyimpangan moral yang menjauhkan kita dari jalan kebenaran. Surah Al-Bayyinah melalui konsep "al-hunafaa'" mengajak kita untuk menjadi individu yang kokoh dalam keimanan, murni dalam ibadah, dan lurus dalam menjalani kehidupan.
Dengan demikian, arti "hunafa" dalam Surah Al-Bayyinah merujuk pada kaum mukmin yang memiliki keyakinan murni dan lurus, yang hanya menyembah Allah semata dengan ikhlas, menjauhi segala bentuk kemusyrikan dan kesesatan, serta beramal saleh sebagai bukti keimanannya. Mereka adalah sebaik-baik makhluk yang dijanjikan balasan surga abadi.