Pentingnya Bacaan Al-Qur'an yang Benar
Al-Qur'an merupakan kalamullah, firman suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui perantara Malaikat Jibril. Membaca Al-Qur'an adalah salah satu bentuk ibadah tertinggi dalam Islam. Namun, keagungan dan kedudukan teks ini menuntut pembacaan yang tidak sembarangan. Pembacaan yang benar, sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan, dikenal sebagai Tilawah atau pembacaan Al-Qur'an dengan menerapkan Ilmu Tajwid.
Ilmu Tajwid secara harfiah berarti 'memperbaiki' atau 'memperindah'. Dalam konteks syariat, Tajwid adalah ilmu yang mempelajari cara mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dari tempat keluarnya (makhraj) dengan memberikan hak dan mustahaknya. Hak huruf adalah sifat-sifat azali yang melekat padanya (seperti jahr, hams, syiddah), sementara mustahak huruf adalah sifat-sifat yang timbul karena adanya sebab tertentu, seperti hukum panjang pendek (mad) atau dengung (ghunnah).
Tujuan utama mempelajari tajwid adalah menjaga lisan dari kesalahan (lahn) ketika membaca Al-Qur'an. Kesalahan tersebut terbagi menjadi dua: **Lahn Jali** (kesalahan besar/nyata, yang mengubah arti) dan **Lahn Khafi** (kesalahan tersembunyi, yang mengurangi kesempurnaan bacaan).
Hukum mempelajari dan mempraktikkan Ilmu Tajwid ketika membaca Al-Qur'an adalah Fardhu Ain (wajib bagi setiap individu Muslim) bagi mereka yang sudah mampu, sementara mempelajari teori-teori Tajwid secara mendalam adalah Fardhu Kifayah (wajib bagi sebagian komunitas Muslim).
Dasar-Dasar Inti Ilmu Tajwid
Untuk mencapai kualitas bacaan Al-Qur'an yang sempurna, seorang pembaca harus menguasai empat pilar utama ilmu tajwid, yang meliputi makharijul huruf, sifatul huruf, hukum-hukum perubahan huruf (seperti Nun Sukun dan Mim Sukun), dan hukum panjang pendek (Mad).
1. Makharijul Huruf (Tempat Keluarnya Huruf)
Makharijul Huruf adalah titik-titik artikulasi tempat suara huruf hijaiyah terbentuk. Kesalahan dalam makhraj akan mengubah huruf, dan berpotensi mengubah makna ayat. Terdapat lima daerah utama makhraj:
Al-Jauf (Rongga Mulut dan Tenggorokan)
Ini adalah makhraj yang tidak tetap. Huruf-huruf yang keluar dari Al-Jauf adalah huruf-huruf Mad (Alif sukun sebelumnya Fathah, Wawu sukun sebelumnya Dhommah, dan Ya sukun sebelumnya Kasrah). Suara yang dihasilkan bersifat panjang dan mengalir.
Al-Halq (Tenggorokan)
Tenggorokan dibagi menjadi tiga bagian, dan masing-masing menjadi makhraj bagi dua huruf:
- **Aqshal Halq (Pangkal Tenggorokan):** Huruf Hamzah (ء) dan Ha (هـ).
- **Wasathul Halq (Tengah Tenggorokan):** Huruf Ain (ع) dan Ha (ح).
- **Adnal Halq (Ujung Tenggorokan, Dekat Mulut):** Huruf Ghain (غ) dan Kha (خ).
Al-Lisan (Lidah)
Lidah adalah makhraj yang paling kompleks karena memiliki sepuluh titik makhraj untuk delapan belas huruf. Pembagian utama meliputi:
- **Pangkal Lidah (Aqshal Lisan):** Untuk Qaf (ق) dan Kaf (ك).
- **Tengah Lidah (Wasathul Lisan):** Untuk Jim (ج), Syin (ش), dan Ya (ي) yang bukan Mad.
- **Tepi Lidah (Haafatul Lisan):** Untuk Dhad (ض). Ini adalah salah satu makhraj tersulit, membutuhkan tepi lidah kiri atau kanan menyentuh gigi geraham.
- **Ujung Lidah (Tharf Lisan):** Meliputi makhraj untuk Nun (ن), Lam (ل), Ra (ر), dan huruf-huruf siwak (Sin, Zai, Shad), serta huruf-huruf litsawiyyah (Tsa, Dzal, Dha).
Asy-Syafatain (Dua Bibir)
Bibirlah tempat keluarnya empat huruf, yang dibagi menjadi dua cara:
- **Bibit Bagian Atas dan Bawah:** Untuk Fa (ف).
- **Dua Bibir Merapat:** Untuk Mim (م), Ba (ب), dan Wawu (و) yang bukan Mad.
Al-Khaisyum (Rongga Hidung)
Ini adalah makhraj khusus untuk suara dengung (ghunnah). Ghunnah terjadi pada huruf Nun (ن) dan Mim (م) yang bertasydid, atau saat terjadi hukum Ikhfa, Idgham Bi Ghunnah, atau Iqlab.
2. Sifatul Huruf (Karakteristik Huruf)
Setelah makhraj, sifatul huruf menentukan bagaimana suara itu diucapkan. Sifat huruf terbagi menjadi sifat yang berlawanan dan sifat yang tidak berlawanan. Sifat-sifat yang berlawanan penting untuk membedakan huruf yang makhrajnya berdekatan.
Sifat yang Berlawanan (As-Sifaat al-Mutadhaaddah)
- **Al-Jahr (Jelas/Tahan Napas) vs Al-Hams (Berdesis/Mengalir Napas):** Jahr adalah ketika pita suara bergetar dan napas tertahan. Hams adalah ketika pita suara tidak bergetar sempurna sehingga napas mengalir.
- **Asy-Syiddah (Kuat/Tertahan Suara) vs Ar-Rakhawah (Lemah/Mengalir Suara) vs At-Tawassuth (Pertengahan):** Syiddah adalah penahanan suara sempurna. Rakhawah adalah aliran suara sempurna. Tawassuth adalah aliran suara yang sedang, tidak terlalu tertahan maupun mengalir (Hurufnya: ل, ن, ع, م, ر).
- **Al-Isti’la (Menaik/Tebal) vs Al-Istifal (Menurun/Tipis):** Isti’la terjadi ketika pangkal lidah terangkat ke langit-langit (membentuk huruf tebal: خ, ص, ض, غ, ط, ق, ظ). Istifal adalah kebalikan, lidah mendatar (huruf tipis).
- **Al-Ithbaq (Tertutup) vs Al-Infitah (Terbuka):** Ithbaq adalah ketika bagian tengah lidah menempel ke langit-langit (paling tebal: ص, ض, ط, ظ). Infitah adalah kebalikan, lidah terpisah dari langit-langit.
- **Al-Idzlaq (Cepat/Lancar) vs Al-Ishmat (Lambat/Sulit):** Idzlaq terjadi pada huruf yang mudah diucapkan karena makhrajnya dekat dengan bibir (ف, ر, م, ن, ل, ب). Sisanya Ishmat.
Sifat yang Tidak Berlawanan (As-Sifaat ghairu al-Mutadhaaddah)
- **As-Shafir (Siulan):** Suara berdesis tajam (ص, ز, س).
- **Al-Qalqalah (Getaran/Pantulan):** Suara memantul saat sukun (ق, ط, ب, ج, د).
- **Al-Lien (Lunak):** Kelembutan saat pengucapan wawu sukun atau ya sukun yang didahului fathah.
- **Al-Inhiraf (Menyimpang):** Suara sedikit menyimpang dari makhraj (ل, ر).
- **At-Takrir (Pengulangan):** Getaran ujung lidah (hanya pada huruf ر, harus dihindari pengulangan yang berlebihan).
- **At-Tafasysyi (Menyebar):** Penyebaran udara di dalam mulut (هanya pada huruf ش).
- **Al-Istitoolah (Memanjang):** Suara memanjang dari salah satu sisi lidah ke sisi lainnya (hanya pada huruf ض).
Hukum Nun Sukun dan Tanwin
Hukum yang paling sering ditemui dalam bacaan Al-Qur'an adalah hukum yang berkaitan dengan Nun Sukun (نْ) atau Tanwin ( ً , ٍ , ٌ ). Terdapat empat kemungkinan hukum yang terjadi ketika Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan salah satu dari 28 huruf hijaiyah.
1. Izhar Halqi (Jelas di Tenggorokan)
Izhar artinya jelas atau terang. Halqi merujuk pada tenggorokan. Hukum ini terjadi ketika Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan enam huruf halqi (tenggorokan): Hamzah (ء), Ha (هـ), Ain (ع), Ha (ح), Ghain (غ), dan Kha (خ). Cara membacanya adalah dengan jelas, tanpa dengung (ghunnah), dan tanpa ditahan. Suara Nun Sukun/Tanwin diucapkan sempurna di makhrajnya.
Kekeliruan umum adalah menahan suara Nun sedikit, yang seharusnya langsung diucapkan dengan cepat dan tegas.
2. Idgham (Meleburkan)
Idgham berarti memasukkan atau meleburkan. Nun Sukun atau Tanwin dileburkan ke huruf setelahnya. Huruf Idgham terkumpul dalam singkatan يَرْمَلُوْنَ (Yarmalun).
a. Idgham Bi Ghunnah (Melebur dengan Dengung)
Terjadi jika Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan empat huruf: Ya (ي), Nun (ن), Mim (م), dan Wawu (و) (terkumpul dalam يَنْمُوْ - Yanmu). Pembacaan dilakukan dengan memasukkan suara Nun/Tanwin ke huruf berikutnya sambil menahan dan mendengungkan selama dua harakat (ketukan).
Pengecualian: Jika Nun Sukun bertemu huruf-huruf ini dalam satu kata (seperti بُنْيَانٌ, قِنْوَانٌ, صِنْوَانٌ, دُنْيَا), maka wajib dibaca Izhar Mutlaq (Izhar yang jelas, tanpa Idgham). Ini untuk menghindari perubahan struktur kata yang terlalu drastis.
b. Idgham Bila Ghunnah (Melebur Tanpa Dengung)
Terjadi jika Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan dua huruf: Lam (ل) dan Ra (ر). Suara Nun/Tanwin dileburkan sepenuhnya ke Lam atau Ra tanpa adanya dengung sedikit pun. Pembacaan ini harus cepat dan bersih.
3. Iqlab (Mengganti)
Iqlab berarti mengganti atau mengubah. Hukum ini hanya terjadi ketika Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan satu huruf, yaitu Ba (ب). Cara membacanya adalah dengan mengganti suara Nun Sukun atau Tanwin menjadi suara Mim (م) samar yang disertai dengung (ghunnah) selama dua harakat.
Saat mempraktikkan Iqlab, dua bibir disatukan dengan lembut, tidak ditekan kuat seperti saat mengucapkan Mim yang berharakat, untuk menciptakan bunyi Mim yang samar (ikhfa syafawi).
4. Ikhfa Haqiqi (Menyamarkan Sejati)
Ikhfa berarti menyamarkan atau menyembunyikan. Hukum ini terjadi jika Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan sisa 15 huruf hijaiyah selain huruf Izhar, Idgham, dan Iqlab. Huruf Ikhfa terkumpul dalam bait syair: صِفْ ذَا ثَنَا كَمْ جَادَ شَخْصٌ قَدْ سَمَا دُمْ طَيِّبًا زِدْ فِي تُقًى ضَعْ ظَالِمًا.
Cara membaca Ikhfa adalah dengan menyamarkan suara Nun Sukun/Tanwin, menahannya dengan dengung (ghunnah) selama dua harakat, dan mempersiapkan makhraj (posisi lidah) untuk huruf Ikhfa yang akan datang. Jika huruf Ikhfa adalah huruf tebal (seperti ص, ط, ق), maka dengungnya harus tebal. Jika hurufnya tipis (seperti ت, س, ك), dengungnya harus tipis.
Hukum Mim Sukun (مْ)
Sama pentingnya dengan hukum Nun Sukun, hukum Mim Sukun juga memiliki kaidah khusus yang mengatur pertemuan Mim Sukun dengan huruf-huruf lain. Ada tiga jenis hukum Mim Sukun.
1. Ikhfa Syafawi (Menyamarkan di Bibir)
Terjadi ketika Mim Sukun (مْ) bertemu dengan huruf Ba (ب). Pembacaan dilakukan dengan menyamarkan bunyi Mim Sukun, disertai dengung (ghunnah) selama dua harakat. Syafawi merujuk pada bibir, karena kedua huruf (Mim dan Ba) adalah huruf bibir.
2. Idgham Mitslain Syafawi (Idgham Dua Huruf Serupa di Bibir)
Hukum ini terjadi ketika Mim Sukun (مْ) bertemu dengan huruf Mim yang berharakat (م). Kedua Mim dileburkan menjadi satu Mim yang bertasydid, disertai dengan dengung (ghunnah) selama dua harakat. Hukum ini juga sering disebut Idgham Mimi.
3. Izhar Syafawi (Jelas di Bibir)
Izhar Syafawi terjadi ketika Mim Sukun (مْ) bertemu dengan semua huruf hijaiyah selain Mim (م) dan Ba (ب). Mim Sukun harus dibaca dengan jelas, tanpa dengung, dan tanpa ditahan. Walaupun wajib dibaca jelas, harus ada kehati-hatian ekstra ketika Mim Sukun bertemu dengan huruf Fa (ف) atau Wawu (و), karena makhrajnya berdekatan.
Hukum Mad (Panjang Pendek)
Mad secara bahasa berarti panjang. Dalam ilmu tajwid, Mad adalah memanjangkan suara pada huruf-huruf tertentu. Kesalahan dalam panjang pendek (Mad) adalah Lahn Khafi, yang sangat mengurangi kualitas bacaan. Mad dibagi menjadi dua kategori besar: Mad Thabi'i dan Mad Far'i.
1. Mad Thabi'i (Mad Asli)
Ini adalah Mad dasar. Panjangnya selalu dua harakat. Syarat Mad Thabi'i:
- Alif sukun (ا) setelah huruf berharakat fathah.
- Wawu sukun (و) setelah huruf berharakat dhommah.
- Ya sukun (ي) setelah huruf berharakat kasrah.
Semua jenis Mad Far'i (cabang) berasal dari Mad Thabi'i, yang kemudian diperpanjang karena adanya sebab tertentu, seperti Hamzah atau Sukun.
2. Mad Far'i (Mad Cabang)
Mad Far'i memiliki panjang lebih dari dua harakat (4, 5, atau 6 harakat), tergantung sebabnya. Mad Far'i terbagi berdasarkan sebab Hamzah dan sebab Sukun.
A. Mad Disebabkan Hamzah
- **Mad Wajib Muttasil (Wajib Bersambung):** Terjadi ketika Mad Thabi'i diikuti oleh Hamzah (ء) dalam satu kata. Panjangnya wajib 4 atau 5 harakat. Karena Hamzah dan huruf Mad berada dalam satu kesatuan kata, tidak diperbolehkan membaca kurang dari 4 harakat.
- **Mad Jaiz Munfasil (Boleh Terpisah):** Terjadi ketika Mad Thabi'i diikuti oleh Hamzah (ء) pada kata yang berbeda. Huruf Mad berada di akhir kata pertama, dan Hamzah berada di awal kata kedua. Panjangnya boleh 2, 4, atau 5 harakat (umumnya dibaca 4 harakat).
- **Mad Badal (Pengganti):** Terjadi ketika Hamzah mendahului huruf Mad dalam satu kata (misalnya آمنوا yang aslinya أأمنوا). Dinamakan Badal karena huruf Mad berfungsi menggantikan Hamzah kedua yang disukun. Panjangnya 2 harakat.
- **Mad Shilah Qashirah (Pendek):** Terjadi pada Ha' Dhamir (kata ganti orang ketiga tunggal) yang berada di antara dua huruf hidup (berharakat) dan tidak bertemu Hamzah. Panjangnya 2 harakat.
- **Mad Shilah Thawilah (Panjang):** Sama seperti Mad Shilah Qashirah, namun Ha' Dhamir tersebut bertemu dengan Hamzah di kata berikutnya. Panjangnya 4 atau 5 harakat.
B. Mad Disebabkan Sukun
- **Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal (Mad Lazim Berat dalam Kata):** Terjadi ketika Mad Thabi'i diikuti oleh huruf bertasydid dalam satu kata. Panjangnya wajib 6 harakat. Ini adalah Mad paling kuat dan paling panjang. Contohnya, pada kata الضآلِّين.
- **Mad Lazim Kilmi Mukhaffaf (Mad Lazim Ringan dalam Kata):** Terjadi ketika Mad Thabi'i diikuti oleh huruf sukun asli (bukan sukun karena waqaf) dalam satu kata. Jenis ini sangat jarang dan hanya ditemukan di dua tempat dalam Al-Qur'an (Surah Yunus, pada lafadz آلْآنَ). Panjangnya wajib 6 harakat.
- **Mad Lazim Harfi Mutsaqqal (Mad Lazim Berat dalam Huruf):** Terjadi pada huruf-huruf pembuka surah (Fawatih As-Suwar) yang dieja tiga huruf dan huruf tengahnya adalah huruf Mad yang diikuti Idgham (tasydid). Contoh pada huruf ل dalam Alif Lam Mim (dibaca: Lam, yang terdiri dari L-a-m, dan Mim bertemu Mim). Panjangnya wajib 6 harakat.
- **Mad Lazim Harfi Mukhaffaf (Mad Lazim Ringan dalam Huruf):** Terjadi pada huruf-huruf pembuka surah yang dieja tiga huruf, huruf tengahnya adalah huruf Mad, tetapi tidak diikuti Idgham (tanpa tasydid). Contoh pada huruf ق dalam Qaf. Panjangnya wajib 6 harakat.
- **Mad Aridh Lissukun (Mad Karena Sukun Mendadak):** Terjadi ketika Mad Thabi'i diikuti oleh satu huruf hidup, dan kita menghentikan (waqaf) bacaan pada huruf tersebut, sehingga huruf terakhir menjadi sukun. Panjangnya boleh 2, 4, atau 6 harakat.
- **Mad Liin (Mad Lunak):** Terjadi ketika Wawu sukun atau Ya sukun didahului oleh fathah, dan diikuti oleh huruf yang diwaqafkan (disukunkan). Panjangnya boleh 2, 4, atau 6 harakat (sering ditemukan pada akhir ayat seperti خَوْفٍ atau بَيْتٍ).
C. Mad Khusus Lainnya
- **Mad Tamkin:** Mad yang terjadi pada dua huruf Ya (ي) yang berdekatan. Yang pertama Ya berharakat kasrah diikuti Ya sukun (يِي), seperti pada kata النَّبِيِّينَ. Dibaca 2 harakat, untuk mencegah Idgham yang tidak disengaja.
- **Mad Farq (Pembeda):** Mad yang berfungsi membedakan antara pertanyaan (Istifham) dan pernyataan (Ikhbar). Terjadi pada lafadz آللَّهُ (yang asalnya أَأَللَّهُ) ketika Hamzah istifham bertemu Alif washal. Wajib 6 harakat.
Hukum Ra dan Lam Jalalah
Dua huruf ini memiliki hukum khusus mengenai penebalan (Tafkhim) dan penipisan (Tarqiq) yang tidak bergantung pada sifatul huruf standar, tetapi pada harakat di sekitarnya.
Hukum Huruf Ra (ر)
Huruf Ra bisa dibaca tebal (Tafkhim), tipis (Tarqiq), atau terkadang boleh kedua-duanya (Jaizul Wajhain).
a. Ra Tafkhim (Tebal)
Ra dibaca tebal dalam keadaan-keadaan berikut:
- Ra berharakat fathah atau dhommah.
- Ra sukun yang didahului huruf berharakat fathah atau dhommah.
- Ra sukun yang didahului kasrah ‘aridhah (kasrah yang tidak asli, misalnya pada kata ٱرْجِعِي).
- Ra sukun yang didahului kasrah asli, tetapi diikuti oleh huruf Isti'la (tebal) yang tidak dikasrahkan dalam satu kata (seperti فِرْقَةٍ).
b. Ra Tarqiq (Tipis)
Ra dibaca tipis dalam keadaan-keadaan berikut:
- Ra berharakat kasrah.
- Ra sukun yang didahului kasrah asli, dan setelahnya bukan huruf Isti'la (tebal).
- Ra yang waqaf (di akhir ayat atau kata) didahului oleh Ya sukun (يْ).
c. Jaizul Wajhain (Boleh Tebal atau Tipis)
Hanya terjadi pada beberapa lafadz tertentu ketika Ra sukun didahului kasrah asli dan diikuti huruf Isti'la yang dikasrahkan (seperti pada فِرْقٍ). Pilihan ini bergantung pada riwayat Qira'at yang diikuti.
Hukum Lam pada Lafadz Jalalah (الله)
Lam (ل) pada nama Allah (Lafadz Jalalah) dibaca Tafkhim (tebal) atau Tarqiq (tipis) berdasarkan harakat huruf sebelumnya:
- **Tafkhim:** Jika huruf sebelum Lam Jalalah berharakat Fathah (فَتَحَ ٱللَّهُ) atau Dhommah (هُوَ ٱللَّهُ).
- **Tarqiq:** Jika huruf sebelum Lam Jalalah berharakat Kasrah (بِسْمِ ٱللَّهِ).
Waqaf dan Ibtida (Berhenti dan Memulai)
Kualitas bacaan Al-Qur'an tidak hanya diukur dari pengucapan huruf, tetapi juga dari cara mengatur napas dan jeda. Ilmu Waqaf (berhenti) dan Ibtida (memulai kembali) sangat penting agar arti ayat tidak rusak atau berubah.
Jenis-Jenis Waqaf (Tempat Berhenti)
- **Waqaf Taamm (Sempurna):** Berhenti pada lafadz yang telah sempurna maknanya dan tidak berhubungan lagi dengan kata atau makna setelahnya. Ini adalah waqaf terbaik, sering ditandai dengan tanda (قلى).
- **Waqaf Kafi (Memadai):** Berhenti pada lafadz yang maknanya sudah sempurna, tetapi masih ada hubungan makna dengan kalimat setelahnya, walau tidak berhubungan secara lafadz (gramatika). Ditandai dengan tanda (ج).
- **Waqaf Hasan (Baik):** Berhenti pada lafadz yang maknanya sempurna, tetapi masih memiliki hubungan makna dan lafadz dengan kalimat setelahnya. Jika berhenti di sini, lebih baik memulai kembali dari kata sebelum titik berhenti tersebut.
- **Waqaf Qabih (Buruk):** Berhenti pada lafadz yang dapat merusak makna, seperti berhenti di tengah-tengah kalimat atau frasa yang maknanya belum sempurna. Harus dihindari, dan jika terjadi, wajib mengulang dari kalimat yang memiliki makna sempurna.
Tanda-tanda Waqaf lainnya yang sering ditemui:
- **(م)** Waqaf Lazim (Wajib berhenti).
- **(لا)** Laa Waqaf (Jangan berhenti).
- **(∴)** Mu'anaqah (Boleh berhenti di salah satu dari dua titik tersebut, tetapi tidak di keduanya).
Ibtida (Memulai Kembali)
Ibtida yang baik adalah memulai dari kalimat yang maknanya utuh dan tidak rancu. Jika seseorang kehabisan napas dan harus waqaf qabih, ia harus mundur ke kalimat sebelumnya agar bacaan yang dilanjutkan memiliki arti yang benar secara tata bahasa maupun syariat.
Adab dan Etika Tilawah Al-Qur'an
Membaca Al-Qur'an bukan sekadar praktik lisan, tetapi juga ibadah hati. Adab dan etika yang menyertai pembacaan adalah bagian integral dari kesempurnaan tilawah.
1. Persiapan Fisik dan Spiritual
Pembaca Al-Qur'an disunnahkan dalam keadaan suci dari hadas besar dan kecil (berwudhu). Kebersihan fisik dan tempat membaca sangat ditekankan. Disarankan juga menghadap kiblat, dan duduk dengan tenang dan sopan, menunjukkan penghormatan terhadap Kalamullah.
2. Ta'awwudz dan Basmalah
Sebelum memulai bacaan, wajib membaca Ta'awwudz (أعوذ بالله من الشيطان الرجيم) untuk memohon perlindungan dari godaan setan. Kemudian dilanjutkan dengan Basmalah (بسم الله الرحمن الرحيم), kecuali saat memulai bacaan dari tengah surah (selain Surah At-Taubah).
Jika memulai dari Surah At-Taubah, hanya membaca Ta'awwudz, karena Surah At-Taubah turun tanpa Basmalah, yang ditafsirkan oleh ulama sebagai pemisah dari surah sebelumnya.
3. Tartil
Perintah utama dalam membaca Al-Qur'an adalah dengan Tartil, sebagaimana firman Allah: "Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil." Tartil berarti membaca dengan perlahan, tenang, dan mematuhi semua kaidah tajwid, termasuk memberikan hak setiap huruf dan hukum Mad secara tepat. Tartil bukan berarti membaca sangat lambat, melainkan membaca dengan penuh pemahaman dan kekhusyukan.
4. Tadabbur (Perenungan)
Tadabbur adalah merenungkan dan memahami makna ayat-ayat yang dibaca. Ini adalah puncak dari tilawah yang sempurna. Memahami makna ayat-ayat rahmat, azab, atau perintah akan meningkatkan kekhusyukan dan mendorong pembaca untuk bertindak sesuai tuntunan Al-Qur'an.
5. Tiga Tingkat Kecepatan Bacaan
Para ulama Tajwid membagi kecepatan bacaan menjadi tiga tingkatan, di mana semua tingkatan ini tetap harus memenuhi kaidah tajwid:
- **Tahqiq:** Tingkat paling lambat, biasanya digunakan untuk tujuan pengajaran atau pelatihan, memastikan setiap makhraj dan sifat terpenuhi.
- **Hadr:** Tingkat kecepatan tinggi, namun tetap menjaga seluruh aturan tajwid (Mad, Ghunnah, dll.) secara akurat.
- **Tadwir:** Tingkat pertengahan antara Tahqiq dan Hadr, yang paling umum digunakan dalam pembacaan sehari-hari.
Dilarang keras membaca dengan kecepatan yang dinamakan **Tartil (bukan Tartil sesungguhnya)**, yaitu bacaan sangat cepat yang mengabaikan hukum-hukum tajwid dan Ghunnah, sehingga merusak struktur huruf.
Tips dan Metodologi Memperbaiki Bacaan
Mempelajari bacaan Al-Qur'an yang benar adalah perjalanan yang memerlukan kesabaran, konsistensi, dan bimbingan yang tepat. Keterampilan ini tidak bisa didapatkan hanya melalui membaca buku teori, tetapi harus melalui praktik lisan.
1. Metode Talaqqi dan Musyafahah
Ini adalah metode terbaik dan wajib dalam mempelajari Al-Qur'an. Talaqqi berarti menerima (bacaan) langsung dari guru, dan Musyafahah berarti wajah ke wajah. Dalam metode ini, murid membaca, dan guru mendengarkan serta mengoreksi kesalahan makhraj, sifat, dan hukum tajwid secara langsung. Transmisi lisan ini penting untuk memastikan rantai bacaan (sanad) tetap terjaga keasliannya hingga Rasulullah ﷺ.
2. Muraja'ah (Pengulangan)
Muraja'ah adalah praktik mengulang-ulang bacaan yang telah dipelajari atau dihafal. Pengulangan, terutama mengulang hukum-hukum tajwid yang kompleks seperti Idgham atau Ikhfa, akan melatih lisan dan ingatan otot mulut sehingga pembacaan yang benar menjadi otomatis.
3. Mendengarkan Qira'at Mu'tabarah
Mendengarkan rekaman Qari (pembaca) yang memiliki sanad dan diakui keilmuannya (misalnya Syaikh Al-Hushari, Syaikh Abdul Basit Abdus Samad) adalah alat bantu yang efektif. Dengan mendengarkan, pembaca dapat meniru irama, intonasi, dan terutama penerapan praktis dari setiap hukum tajwid dan makharijul huruf.
4. Konsistensi Waktu Bacaan
Mengkhususkan waktu harian yang konsisten untuk membaca Al-Qur'an, meskipun hanya satu lembar, jauh lebih efektif daripada membaca dalam jumlah besar tetapi jarang. Konsistensi membantu menjaga keterhubungan dan keakraban dengan teks suci.
5. Mempraktikkan Tafkhim dan Tarqiq pada Ghunnah
Salah satu kesalahan tersembunyi (Lahn Khafi) yang paling umum adalah kegagalan dalam menyesuaikan dengung (ghunnah) pada hukum Ikhfa. Jika Nun Sukun bertemu huruf Ikhfa yang tebal (seperti ق atau ط), ghunnah harus ikut ditebalkan, mempersiapkan posisi lidah untuk huruf tebal tersebut. Latihan ini memerlukan fokus yang tinggi pada posisi pangkal lidah selama Ghunnah terjadi.
Sekilas Tentang Sanad dan Ragam Qira'at
Untuk memahami kedalaman Ilmu Bacaan Al-Qur'an, penting untuk mengenal konsep Sanad dan Qira'at.
Sanad (Rantai Transmisi)
Sanad adalah rantai guru yang sah dan terpercaya, yang menghubungkan pembaca Al-Qur'an saat ini hingga Rasulullah ﷺ. Sanad menjamin keaslian dan keotentikan bacaan. Seseorang yang telah menguasai seluruh hukum tajwid dan menghafal Al-Qur'an dapat menerima Ijazah Sanad dari gurunya, yang mengukuhkan bahwa bacaannya sama persis dengan yang diterima gurunya, dan seterusnya.
Qira'at (Ragam Bacaan)
Qira'at adalah variasi resmi dan otentik dalam cara pengucapan dan penekanan pada Al-Qur'an. Meskipun Al-Qur'an itu satu, Allah memberikan kelonggaran untuk membacanya dalam tujuh riwayat utama (Qira'at Sab’ah) yang berasal dari tujuh Imam Qari terkenal, dan sepuluh riwayat (Qira'at ‘Asyrah) yang paling banyak diterima.
Riwayat yang paling dominan digunakan di seluruh dunia saat ini, termasuk Indonesia, adalah Riwayat Hafs dari jalur Imam Ashim. Meskipun ada perbedaan kecil dalam hukum Mad, Imalah (kemiringan), dan pengucapan tertentu antara riwayat-riwayat tersebut, semua Qira'at bersumber dari Rasulullah ﷺ dan sah untuk digunakan.
Meskipun kita membaca hanya dengan satu Riwayat (Hafs 'An Ashim), mendalami tajwid secara menyeluruh adalah kunci untuk menghormati riwayat tersebut dan menjamin bahwa pembacaan kita sejalan dengan tradisi lisan yang telah berlangsung selama empat belas abad.
Keutamaan Bacaan Al-Qur'an yang Sempurna
Menguasai bacaan Al-Qur'an dengan ilmu tajwid adalah pekerjaan mulia yang mendatangkan pahala berlimpah. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang mahir dalam membaca Al-Qur'an, maka ia akan bersama para Malaikat yang mulia dan taat. Dan barangsiapa yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan terbata-bata dan sulit baginya, maka ia mendapatkan dua pahala.”
Pahala ganda ini menunjukkan bahwa kesulitan dalam belajar tajwid dihargai, tetapi tujuan akhir seorang Muslim adalah mencapai kemahiran dan kesempurnaan dalam bacaannya. Karena setiap usaha untuk memperbaiki makhraj, menghitung panjang Mad, dan menjaga kualitas Ghunnah adalah manifestasi dari kecintaan dan penghormatan terhadap Kalamullah. Dengan demikian, bacaan qur'an tidak hanya menjadi lantunan indah, tetapi juga jembatan spiritual yang kuat antara hamba dan Penciptanya.
Kesempurnaan Tilawah, yang didukung oleh pemahaman mendalam terhadap Ilmu Tajwid, adalah bekal utama bagi setiap Muslim untuk meraih keberkahan di dunia dan akhirat. Mari terus memperbaiki dan menyempurnakan bacaan kita, langkah demi langkah, kaidah demi kaidah, dengan niat ikhlas mencari ridha Allah SWT.