Inti Keimanan dan Ibadah: Memahami Surat Al Bayyinah Ayat 5

Dalam samudra ajaran Islam yang luas, terdapat ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi poros kebenaran dan panduan hidup umat manusia. Salah satu ayat yang sarat makna dan begitu fundamental adalah Surat Al Bayyinah ayat ke-5. Ayat ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan fondasi kokoh yang menjelaskan esensi dari sebuah keimanan dan ibadah yang diterima di sisi Allah SWT. Di dalam surat al bayyinah ayat ke 5 dijelaskan bahwa manusia diciptakan untuk tujuan yang sangat mulia, yaitu beribadah hanya kepada Allah dengan tulus.

Ayat kelima dari Surat Al Bayyinah (QS. 98:5) berbunyi:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

"Padahal mereka tidak diperintahkan, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar mereka melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan itulah agama yang lurus (yang benar)."

Dari terjemahan yang ringkas namun mendalam ini, kita dapat menggali beberapa poin kunci yang menegaskan pentingnya keikhlasan dalam beragama. Pertama, ayat ini secara tegas menyatakan bahwa tujuan utama penciptaan manusia dan seluruh perintah Allah kepada mereka adalah untuk beribadah. Namun, ibadah yang dimaksud bukanlah sekadar ritual lahiriah semata, melainkan ibadah yang diwarnai dengan mengikhlaskan ketaatan kepada Allah semata-mata. Ini berarti bahwa seluruh bentuk penghambaan, ketundukan, dan pengabdian harus ditujukan hanya kepada Sang Pencipta, tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun, baik itu hawa nafsu, keinginan duniawi, pujian manusia, atau selainnya.

Keikhlasan Shalat & Zakat

Ilustrasi: Kesatuan Ibadah yang Tulus

Konsep "mengikhlaskan" (mukhlishin) adalah jantung dari ayat ini. Keikhlasan membedakan antara ibadah yang bernilai di hadapan Allah dan ibadah yang sia-sia. Seseorang bisa saja mendirikan salat berjamaah setiap waktu, mengeluarkan zakat hartanya, bahkan melakukan berbagai amalan kebaikan lainnya. Namun, jika semua itu dilakukan untuk mencari perhatian manusia, pamer kekayaan, atau sekadar memenuhi kebiasaan tanpa landasan ketundukan yang tulus kepada Allah, maka amalan tersebut tidak akan mendapatkan ganjaran yang sempurna. Keikhlasan adalah ruh yang menghidupkan setiap amalan, menjadikannya bermakna dan diterima.

Selanjutnya, ayat ini juga menegaskan pentingnya "menjalankan agama dengan lurus" (hunafaa'). Kata "hunafaa'" berasal dari akar kata "hanif" yang berarti condong atau berpaling dari kesesatan menuju kebenaran. Ini menunjukkan bahwa seorang mukmin haruslah teguh pada ajaran tauhid, tidak bercampur baur dengan syirik atau bid'ah. Mereka haruslah memiliki keyakinan yang murni, hati yang bersih, dan pendirian yang teguh dalam mengikuti ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Selain aspek keikhlasan dan kelurusan akidah, ayat Al Bayyinah ayat 5 juga secara eksplisit menyebutkan dua pilar utama ibadah ritual dalam Islam: salat dan zakat. Salat adalah tiang agama, sebuah sarana komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya. Pelaksanaan salat yang benar, khusyuk, dan terjaga akan membentuk karakter seorang mukmin menjadi pribadi yang senantiasa ingat kepada Allah, menjauhkannya dari perbuatan keji dan mungkar. Zakat, di sisi lain, adalah ibadah maliyah (kebendaan) yang membersihkan harta, menumbuhkan rasa empati terhadap sesama, dan menciptakan keseimbangan sosial.

Penyebutan salat dan zakat secara bersamaan dalam ayat ini menunjukkan bahwa keimanan yang sempurna tidak hanya tercermin dalam hubungan vertikal (hamba dengan Allah), tetapi juga dalam hubungan horizontal (sesama manusia). Ibadah ritual yang dilakukan semata-mata karena Allah harus disertai dengan kepedulian sosial yang nyata. Keduanya adalah bagian tak terpisahkan dari agama yang lurus.

Puncak dari ayat ini adalah penegasan bahwa semua perintah tersebut merupakan "agama yang lurus" (dinul qayyimah). Ini adalah sebuah pernyataan bahwa Islam, dengan segala ajaran dan tuntunannya, adalah sistem kehidupan yang paling benar, paling sempurna, dan paling sesuai dengan fitrah manusia. Ia adalah jalan yang menghantarkan kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat.

Memahami Surat Al Bayyinah ayat 5 memberikan kita sebuah peta jalan yang jelas mengenai apa yang sebenarnya dituntut dari seorang Muslim. Bukan sekadar klaim keimanan, melainkan pembuktian melalui amalan yang dilandasi keikhlasan, akidah yang lurus, serta pelaksanaan ibadah ritual dan sosial yang konsisten. Ayat ini mengajak kita untuk senantiasa merefleksikan niat dalam setiap ibadah yang kita lakukan, memperbaiki cara kita berkomunikasi dengan Allah melalui salat, dan memperluas kepedulian kita terhadap sesama melalui zakat.

Dengan memahami dan mengamalkan isi Surat Al Bayyinah ayat 5, kita berupaya untuk menjadi hamba Allah yang sejati, yang ibadahnya diterima, hidupnya bermakna, dan senantiasa berada di jalan kebenaran yang diridhai-Nya.
🏠 Homepage