Dalam lautan ayat-ayat suci Al-Qur'an, terdapat ungkapan-ungkapan yang memiliki kedalaman makna tersendiri, mengundang perenungan mendalam bagi siapa saja yang membacanya. Salah satu ungkapan yang kerap memancing rasa ingin tahu dan pencarian makna adalah "lam yakunil surah". Frasa ini, meskipun mungkin terdengar sederhana, menyiratkan konsep yang kaya dan multifaset dalam kerangka teologis dan spiritual Islam.
Secara harfiah, "lam yakunil" berasal dari bahasa Arab yang berarti "tidak ada" atau "tidak akan menjadi", dan "surah" merujuk pada bab dalam Al-Qur'an. Namun, ketika digabungkan dan ditafsirkan dalam konteks yang lebih luas, "lam yakunil surah" sering kali dihubungkan dengan konsep keunikan, ketidakberhinggaan, dan kesempurnaan mutlak Allah SWT. Ini bukanlah sekadar penolakan terhadap keberadaan sesuatu yang setara, melainkan pernyataan ketuhanan yang menegaskan bahwa tidak ada apa pun yang dapat dibandingkan atau disejajarkan dengan Zat Yang Maha Esa.
Dalam tradisi tafsir Al-Qur'an, konsep ini sering kali dikaitkan dengan ayat-ayat yang menegaskan tauhid, yaitu keesaan Allah. Ayat-ayat seperti Surah Al-Ikhlas ("Qul Huwallahu Ahad. Allahu As-Samad. Lam yalid wa lam yulad. Wa lam yakun lahu kufuwan ahad.") secara eksplisit menyatakan bahwa Allah tidak diperanakkan dan tidak diperanakkan, serta tidak ada satupun yang setara dengan-Nya. Frasa "lam yakunil surah" dapat dilihat sebagai refleksi dari makna "wa lam yakun lahu kufuwan ahad," yang menekankan bahwa tidak ada ciptaan atau entitas lain yang memiliki kualitas atau kedudukan yang sama dengan Allah.
Makna spiritual dari "lam yakunil surah" mendorong umat Islam untuk secara mendalam meresapi kebesaran dan keagungan Allah. Ini mengajarkan bahwa segala sesuatu selain Allah adalah ciptaan-Nya, yang memiliki keterbatasan dan sifat fana. Sebaliknya, Allah bersifat abadi, tidak terbatas, dan Maha Sempurna. Pemahaman ini membantu membebaskan diri dari keterikatan pada hal-hal duniawi yang bersifat sementara dan mengarahkan hati serta pikiran untuk senantiasa menghadap kepada Sumber segala kebaikan dan kekuatan.
Dari sudut pandang filosofis, "lam yakunil surah" menyoroti argumen keberadaan Tuhan yang bersifat niscaya (necessary being), berbeda dengan segala sesuatu yang bersifat mungkin (contingent being). Allah adalah Dzat yang keberadaan-Nya tidak bergantung pada sesuatu yang lain, sementara semua ciptaan ada karena kehendak dan penciptaan-Nya. Argumen ini memperkuat fondasi keimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Secara teologis, frasa ini menegaskan prinsip tauhid yang merupakan inti ajaran Islam. Mengakui bahwa tidak ada yang setara dengan Allah berarti menolak segala bentuk syirik (menyekutukan Allah). Ini mengharuskan seorang mukmin untuk memurnikan ibadah, doa, dan segala bentuk penghambaan hanya kepada Allah semata. Hal ini juga mengajarkan kerendahan hati di hadapan keagungan Sang Pencipta, serta pengakuan atas keterbatasan akal manusia dalam memahami hakikat Dzat Allah yang Mahaluas.
Bagaimana kita dapat mengintegrasikan pemahaman "lam yakunil surah" dalam kehidupan sehari-hari? Pertama, dengan senantiasa bersyukur atas nikmat dan karunia yang diberikan Allah. Segala kebaikan yang kita terima berasal dari Sumber yang tak tertandingi. Kedua, dengan menghadapi ujian dan kesulitan dengan sabar dan tawakal. Ketika kita meyakini bahwa hanya Allah yang memiliki kekuatan sejati, kita akan lebih tenang dalam menghadapi cobaan, mengetahui bahwa Allah adalah sebaik-baik pelindung.
Lebih lanjut, pemahaman ini dapat mendorong kita untuk terus belajar dan merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an dan alam semesta ciptaan-Nya. Setiap ciptaan yang begitu indah dan rumit adalah bukti kebesaran Allah yang tak tertandingi. Dengan merenungkan keunikan dan kesempurnaan-Nya, kita diharapkan untuk semakin mencintai dan mendekatkan diri kepada-Nya, serta menjadikan ketaatan kepada-Nya sebagai prioritas utama dalam hidup.
Dalam esensinya, "lam yakunil surah" adalah pengingat konstan akan keilahian Allah yang absolut dan tak tertandingi. Ia bukan sekadar kalimat, melainkan sebuah konsep fundamental yang membentuk cara pandang seorang Muslim terhadap Tuhan, alam semesta, dan dirinya sendiri. Perenungan yang mendalam atas makna ini akan menuntun pada penguatan iman, ketenangan jiwa, dan pencarian ridha Ilahi.