Surat Al-Baqarah, ayat 254, merupakan salah satu permata dalam Al-Qur'an yang sarat makna mendalam, khususnya mengenai hakikat keimanan, ketaatan, dan konsekuensi bagi orang-orang yang memilih jalan yang berbeda. Ayat ini sering disebut sebagai ayat pedang karena mengandung peringatan keras bagi mereka yang kufur dan mengingkari ayat-ayat Allah. Namun, substansinya jauh melampaui sekadar ancaman; ia adalah panduan fundamental tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya memposisikan dirinya di hadapan Sang Pencipta.
Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Hidup lagi terus menerus mengurus (makhluknya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Tidak dimiliki oleh-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at dengan di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan apa-apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Pengatur.
Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari (Kiamat) yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, persahabatan, dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
Ayat 254 dari Surat Al-Baqarah ini secara tegas memanggil orang-orang yang beriman untuk segera memanfaatkan rezeki yang telah dianugerahkan Allah. Seruan "infakkanlah" bukan sekadar anjuran untuk bersedekah, melainkan sebuah perintah yang memiliki urgensi tinggi. Kata "mimma razaqnakum" (dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu) menekankan bahwa seluruh harta yang kita miliki sejatinya adalah titipan dari Allah. Oleh karena itu, menginfakkannya adalah bentuk pengembalian dan ibadah kepada Sang Pemberi rezeki.
Pentingnya infak dalam ayat ini digarisbawahi dengan penyebutan tiga hal yang tidak akan berlaku pada Hari Kiamat: jual beli, persahabatan, dan syafa'at. Pada hari perhitungan itu, harta benda tidak akan bisa membeli keselamatan (tidak ada jual beli). Hubungan personal dan pertemanan yang erat di dunia pun tidak akan mampu menyelamatkan seseorang dari siksa jika amalnya tidak saleh (tidak ada khullah/persahabatan yang bermanfaat). Demikian pula, syafa'at dari siapapun, bahkan orang terdekat yang dianggap mulia di sisi Allah, tidak akan efektif tanpa izin-Nya, yang hanya diberikan kepada mereka yang diridhai Allah.
Di akhir ayat, Allah menegaskan bahwa orang-orang kafir adalah orang-orang yang zalim. Kezaliman di sini mencakup kezaliman terhadap diri sendiri dengan menolak kebenaran dan kenikmatan beribadah, serta kezaliman terhadap perintah Allah untuk berinfak dan berbuat baik. Penolakan terhadap ayat-ayat Allah dan peringatan-Nya adalah bentuk kekufuran yang paling mendasar. Mereka yang menolak kebenaran, enggan berinfak, dan tidak mempersiapkan diri untuk hari perhitungan, akan menghadapi kerugian yang tiada tara.
Kehidupan dunia seringkali membuat manusia terlena. Kekayaan bisa menjadi sumber kesombongan, dan persahabatan bisa mengarahkan pada kemaksiatan. Namun, ayat ini mengingatkan bahwa segala sesuatu di dunia ini fana. Kesiapan kita untuk mengorbankan sebagian harta di jalan Allah adalah ujian keimanan yang sesungguhnya. Ini menunjukkan sejauh mana cinta kita kepada Allah dan keyakinan kita akan adanya kehidupan akhirat.
QS Al-Baqarah 254 bukan hanya tentang perintah infak, tetapi juga merupakan cerminan dari hakikat keimanan yang sejati. Keimanan yang benar akan membuahkan ketaatan. Ketaatan ini terwujud dalam berbagai bentuk, termasuk kesediaan untuk berbagi rezeki demi kemaslahatan umat dan beribadah kepada Allah dengan ikhlas. Ayat ini mengajarkan kita untuk senantiasa waspada terhadap tipu daya dunia dan mempersiapkan bekal terbaik untuk akhirat.
Dengan memahami dan mengamalkan kandungan ayat ini, seorang mukmin diharapkan dapat meningkatkan kualitas keimanannya, memperkuat ketaatannya kepada Allah SWT, dan senantiasa bersiap menghadapi hari pertanggungjawaban dengan hati yang tenang dan amal yang diterima.