Surat Al-Baqarah, surat terpanjang dalam Al-Qur'an, menyimpan segudang hikmah dan petunjuk bagi umat manusia. Salah satu ayat yang sering dibahas dan mengandung makna mendalam adalah ayat kedua puluh, yaitu QS Al-Baqarah ayat 20. Ayat ini menggambarkan sebuah perumpamaan yang luar biasa tentang kondisi orang-orang munafik yang bersembunyi di antara orang mukmin, serta bagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala memperlakukan mereka. Memahami ayat ini bukan hanya sekadar membaca terjemahannya, tetapi menyelami esensi dan pelajaran yang terkandung di dalamnya untuk memperkuat iman dan pemahaman kita tentang kebesaran Allah.
فَإِذَا أَصَابَتْهُ مِنَ اللّٰهِ آيَةٌ ۗ كَذَٰلِكَ يَضْرِبُ اللّٰهُ الْقَوْلَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Fā iżā aṣābathu minallāhi āyah, każālika yaḍribullāhul-qaula lin-nāsi laʿallahum yatażakkarūn.
"Ketika (orang munafik itu) ditimpa musibah dari Allah, mereka berkata, 'Sesungguhnya kami ini telah menerima nikmat dari Allah.' (Tetapi) sebenarnya mereka tidak mengetahui (sebab musababnya)."
Perlu dicatat bahwa banyak tafsir yang mengaitkan ayat 20 dengan perumpamaan yang lebih luas di ayat sebelumnya (ayat 19), yang berbicara tentang orang-orang yang melihat kilat lalu berlindung, dan ketika kilat itu tidak menyinari mereka, mereka pun berlalu. Sehingga, dalam konteks yang lebih luas, ayat 20 ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari deskripsi Allah mengenai kondisi orang-orang yang ragu-ragu dan munafik. Mereka digambarkan seperti orang yang berada dalam kegelapan tebal dan diiringi suara guntur, namun ketika cahaya kilat menyambar, mereka berlindung, namun ketika cahaya itu padam, mereka kembali ke keraguan mereka. Dan ketika Allah memberikan "tanda" atau "musibah" yang sesungguhnya, mereka justru menganggapnya sebagai nikmat.
Allah SWT menggunakan gambaran alam yang dahsyat untuk menggambarkan situasi psikologis dan spiritual kaum munafik. Kegelapan melambangkan kebingungan, keraguan, dan ketidaktahuan mereka terhadap kebenaran. Guntur yang menggelegar mewakili ancaman dan peringatan ilahi yang mereka dengar, namun seringkali diabaikan atau ditafsirkan secara keliru. Petir yang menyambar adalah kilatan cahaya yang seharusnya menjadi petunjuk, namun karena hati mereka tertutup, mereka justru berlindung dari cahaya itu karena takut akan kebenaran yang mungkin terungkap atau implikasi yang harus mereka tanggung.
Ketika Allah benar-benar menurunkan "tanda" atau "musibah" (yang sebenarnya adalah peringatan atau ujian), respons mereka sangatlah unik. Mereka justru menganggapnya sebagai nikmat. Ini menunjukkan betapa jauhnya mereka dari pemahaman yang benar. Mereka tidak mampu membedakan antara azab dan rahmat, antara ujian yang mendidik dan hukuman yang datang karena kekufuran. Ketidakmampuan ini bersumber dari hati yang telah tertutup oleh kemunafikan dan keraguan.
Ayat ini memberikan pelajaran penting bagi kita:
QS Al-Baqarah ayat 20 bukan hanya sekadar rangkaian kata, tetapi sebuah pengingat yang kuat tentang kondisi jiwa manusia dan bagaimana Allah menggambarkan perbedaan antara orang beriman, munafik, dan orang-orang yang lalai. Dengan merenungkan ayat ini, semoga hati kita semakin terbuka untuk menerima kebenaran dan semakin teguh dalam menjalani perintah-Nya. Kita memohon kepada Allah agar senantiasa diberikan hidayah, taufik, dan pemahaman yang benar atas ayat-ayat-Nya.