Surah Al-Baqarah, ayat 215, merupakan salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang memiliki makna mendalam mengenai hakikat kebaikan, pemberian, dan bagaimana seharusnya seorang Muslim menginfakkan hartanya. Ayat ini menjadi panduan fundamental bagi umat Islam dalam berinteraksi dengan harta benda dan sesama, menekankan pentingnya niat yang ikhlas, pilihan yang bijak, serta penerima yang tepat dalam setiap tindakan kebaikan. Memahami kandungan ayat ini secara komprehensif dapat membantu kita mengarahkan rezeki yang Allah berikan ke jalan yang benar dan mendapatkan keberkahan yang berlimpah.
"Yas'alūnakamādhā yunfiqūna, qul mā anfaqtum min khairin fali-lwālidayni wal-aqrabīni wal-yatāmā wal-masākīni wabni-s-sabīl, wa mā taf'alū min khairin fa-inna Allāha bihī 'alīm."
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”
Ayat ini diawali dengan pertanyaan dari para sahabat Nabi Muhammad SAW mengenai apa yang sebaiknya mereka infakkan. Pertanyaan ini lahir dari keinginan untuk mengoptimalkan harta yang dimiliki di jalan Allah. Allah SWT melalui Rasul-Nya memberikan jawaban yang sangat komprehensif, menggarisbawahi beberapa golongan prioritas yang berhak menerima infak.
Pertama, disebutkan **kedua orang tua**. Ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan orang tua dalam Islam. Berbakti kepada orang tua tidak hanya dalam bentuk perkataan yang baik, tetapi juga dalam bentuk materi, terutama jika mereka membutuhkan. Memberikan infak kepada orang tua adalah bentuk penghormatan dan balas budi atas segala pengorbanan yang telah mereka berikan sejak kita kecil.
Kedua, **karib kerabat**. Setelah orang tua, prioritas diberikan kepada sanak saudara yang memiliki hubungan darah. Hal ini juga menekankan pentingnya menjaga silaturahmi dan membantu anggota keluarga yang mungkin sedang mengalami kesulitan finansial. Memberi kepada kerabat yang membutuhkan dapat mempererat hubungan kekeluargaan dan memberikan manfaat ganda, baik bagi penerima maupun pemberi.
Ketiga, **anak-anak yatim**. Yatim adalah anak yang kehilangan ayah sebelum mencapai usia dewasa. Mereka adalah kelompok yang rentan dan membutuhkan perlindungan serta kasih sayang. Infak kepada anak yatim adalah bentuk kepedulian sosial yang sangat dianjurkan dalam Islam, menciptakan rasa aman dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk tumbuh kembang dengan baik.
Keempat, **orang-orang miskin**. Kelompok ini adalah mereka yang tidak memiliki harta sama sekali atau memiliki harta tetapi tidak mencukupi kebutuhan pokoknya. Membantu mereka dengan infak adalah wujud empati dan solidaritas sosial, meringankan beban hidup mereka, dan membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.
Kelima, **ibnu sabil**. Ibnu sabil adalah musafir atau pejalan yang kehabisan bekal di perjalanan. Mereka mungkin berasal dari kalangan berada di tempat asalnya, namun terputus dari hartanya di tengah jalan. Memberikan bantuan kepada ibnu sabil adalah perbuatan mulia yang membantu mereka untuk melanjutkan perjalanan atau kembali ke tempat asalnya.
Setelah menyebutkan golongan-golongan penerima yang prioritas, Allah SWT menutup ayat ini dengan firman-Nya, "Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." Kalimat ini memiliki dua implikasi penting. Pertama, ia menegaskan bahwa selain golongan yang disebutkan, setiap kebaikan yang dilakukan, sekecil apapun, akan dicatat oleh Allah. Ini berarti bahwa setiap usaha untuk berbuat baik, entah itu dalam bentuk materi, tenaga, atau perkataan, akan mendapatkan balasan.
Kedua, penegasan bahwa Allah Maha Mengetahui adalah sebuah pengingat dan motivasi. Allah mengetahui segala sesuatu, termasuk niat di balik setiap perbuatan kita. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya senantiasa berbuat baik dengan niat yang tulus karena Allah semata, bukan karena ingin dilihat atau dipuji manusia. Pengetahuan Allah yang Maha Luas menjamin bahwa setiap kebaikan yang kita lakukan, meskipun tidak terlihat oleh orang lain, tidak akan luput dari perhitungan-Nya.
Lebih lanjut, frasa "ma anfaqtum min khairin" (harta apa saja yang kamu infakkan) dan "mā taf'alū min khairin" (kebaikan apa saja yang kamu kerjakan) menunjukkan bahwa cakupan infak dan kebaikan itu sangat luas. Tidak hanya terbatas pada uang, tetapi juga mencakup harta benda lain, ilmu yang bermanfaat, tenaga, waktu, bahkan sekadar senyuman yang tulus. Islam mendorong umatnya untuk senantiasa berbuat baik dalam segala aspek kehidupan, karena setiap kebaikan adalah investasi berharga di dunia dan akhirat.
QS Al Baqarah ayat 215 mengajarkan kita untuk memiliki kepekaan sosial dan kepedulian terhadap sesama. Ayat ini memberikan kerangka prioritas yang jelas dalam menyalurkan rezeki, namun juga membuka pintu seluas-luasnya bagi setiap bentuk kebaikan. Dalam praktiknya, seorang Muslim hendaknya melakukan hal-hal berikut:
Dengan memahami dan mengamalkan kandungan QS Al Baqarah ayat 215, seorang Muslim tidak hanya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, tetapi juga berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang saling peduli, sejahtera, dan penuh berkah. Ayat ini adalah pengingat abadi bahwa harta yang kita miliki sejatinya adalah titipan Allah yang harus disalurkan ke jalan yang diridhai-Nya, membawa manfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan umat manusia.