Ilustrasi visual yang menggambarkan kesungguhan dan fokus dalam melaksanakan ibadah shalat.
Dalam lautan Al-Qur'anul Karim, terdapat ayat-ayat yang menjadi kompas penuntun bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan. Salah satu ayat yang sarat makna dan memiliki kedudukan penting adalah Surat Al-Baqarah ayat 238. Ayat ini secara ringkas namun mendalam memerintahkan umat Islam untuk memelihara salat, khususnya salat pertengahan (wusta), dan senantiasa khusyuk dalam mengerjakannya.
Maka jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka zikirlah kepada Allah sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.
Ayat ini datang setelah pembahasan mengenai berbagai aturan keluarga dan rumah tangga, menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap perintah Allah, termasuk menjaga salat, harus menjadi prioritas utama dalam setiap keadaan, bahkan di tengah kesibukan atau kesulitan. Perintah untuk memelihara salat (حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ) bukan sekadar menjalankan rukun-rukunnya, melainkan menjaga kekhusyukan dan ketepatan waktu pelaksanaannya.
Frasa "salat pertengahan" (الصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ) merupakan titik fokus dari perintah ini. Mayoritas ulama menafsirkan salat pertengahan ini merujuk pada salat Ashar. Mengapa Ashar mendapatkan perhatian khusus? Terdapat berbagai pandangan, salah satunya karena salat Ashar adalah penutup hari bagi para malaikat siang. Menjaganya berarti memastikan amal ibadah di siang hari diterima dengan baik. Pandangan lain menyebutkan bahwa salat Ashar seringkali menjadi waktu di mana banyak orang disibukkan oleh urusan duniawi, sehingga perintah untuk menjaganya menjadi ujian kesungguhan iman.
Lebih lanjut, ayat ini menekankan pentingnya kekhusyukan (وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ). Khusyuk berarti hadirnya hati dan pikiran sepenuhnya dalam beribadah, merasa dekat dengan Allah, meresapi setiap bacaan dan gerakan, serta terbebas dari gangguan pikiran duniawi. Kekhusyukan inilah yang membedakan antara sekadar gerakan fisik dan ibadah yang diterima di sisi Allah.
Bagian kedua dari ayat ini, "Maka jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan," menunjukkan betapa agungnya ajaran Islam yang memberikan kemudahan dan keringanan (rukhshah) dalam menjalankan ibadah salat ketika kondisi tidak memungkinkan. Dalam keadaan genting, seperti perang, bencana alam, atau kondisi yang membahayakan jiwa, seorang muslim diperbolehkan untuk melakukan salat dalam keadaan apa pun yang bisa dilakukan, baik sambil berjalan (rijalan) atau di atas kendaraan (rukbana). Hal ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamin, tidak membebani umatnya di luar batas kemampuannya.
Namun, keleluasaan ini hanya berlaku dalam kondisi darurat. Begitu kondisi aman dan kondusif (فَإِذَا أَمِنتُمْ), umat Islam diperintahkan untuk kembali menegakkan salat sebagaimana mestinya, lengkap dengan kekhusyukan dan fokus kepada Allah. Allah mengingatkan, "Zikirlah kepada Allah sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui." Ini adalah pengingat bahwa semua ilmu dan tuntunan, termasuk cara beribadah yang benar, berasal dari Allah. Ketika kita kembali dalam keadaan aman, kita dianjurkan untuk memperbanyak zikir, yang mencakup segala bentuk ibadah dan ketaatan kepada-Nya, sebagai bentuk rasa syukur atas keselamatan yang diberikan.
Memahami dan mengamalkan QS Al-Baqarah ayat 238 adalah kunci untuk membangun pribadi Muslim yang kuat, disiplin, dan senantiasa terhubung dengan Sang Pencipta. Salat bukan sekadar ritual, melainkan fondasi spiritual yang kokoh, pengingat akan tujuan hidup, dan sarana untuk meraih ketenangan serta pertolongan dari Allah dalam setiap aspek kehidupan.