Dalam lautan ayat-ayat suci Al-Qur'an, terdapat permata-permata hikmah yang memanggil umat manusia untuk merenung dan bertafakur. Salah satunya adalah Surah Al-Baqarah ayat 28. Ayat ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah undangan mendalam untuk mengamati kebesaran Sang Pencipta melalui ciptaan-Nya yang luar biasa. Ayat ini memaparkan sebuah dialog retoris yang menguji akal dan hati manusia, membawa kita pada kesadaran akan keagungan Allah SWT.
Bagaimana kamu (berani) ingkar kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia akan mematikan kamu, lalu Dia akan menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.
Ayat 28 dari Surah Al-Baqarah dimulai dengan sebuah pertanyaan yang sarat makna: "Bagaimana kamu (berani) ingkar kepada Allah?". Pertanyaan ini bukan sekadar sebuah pertanyaan biasa, melainkan sebuah sindiran tajam bagi mereka yang memiliki hati namun enggan menerima kebenaran, atau akal namun tidak mau menggunakannya untuk memahami kebesaran Allah. Pertanyaan ini menyoroti betapa janggal dan tidak logisnya tindakan mengingkari Pencipta yang jelas-jelas telah memberikan bukti eksistensi-Nya melalui berbagai aspek kehidupan.
Selanjutnya, ayat ini menyajikan rangkaian peristiwa fundamental dalam siklus kehidupan manusia: kematian, kehidupan, kematian lagi, lalu kehidupan kembali. Dimulai dengan frasa "padahal kamu tadinya mati, lalu Dia menghidupkan kamu". Pernyataan ini merujuk pada keadaan awal penciptaan manusia, saat ia belum berbentuk sebagai individu yang bernyawa, lalu Allah SWT meniupkan ruh sehingga menjadi makhluk hidup. Kehidupan pertama ini adalah anugerah besar yang seringkali dilupakan. Dari ketiadaan menjadi keberadaan yang berkesadaran, sungguh sebuah keajaiban.
Kemudian, ayat tersebut melanjutkan dengan "kemudian Dia akan mematikan kamu, lalu Dia akan menghidupkan kamu kembali". Ini adalah siklus kehidupan duniawi yang kita jalani. Kematian adalah keniscayaan yang akan dialami setiap makhluk hidup. Namun, yang membuat ayat ini semakin menguatkan pesan ketauhidan adalah penegasan tentang kehidupan kedua setelah kematian, yaitu pada Hari Kebangkitan. Allah SWT berkuasa untuk mematikan, dan berkuasa pula untuk menghidupkan kembali. Ini adalah bukti empiris yang akan terjadi, sebuah kepastian yang harus diterima oleh setiap insan.
Siklus mati-hidup-mati-hidup kembali ini merupakan salah satu argumen terkuat yang diajukan oleh Al-Qur'an untuk meyakinkan manusia tentang keberadaan Allah dan kebenaran Hari Akhir. Mengingkari Allah berarti mengingkari Sang Pengatur segala siklus alam semesta, termasuk siklus kehidupan manusia. Jika Allah mampu menciptakan kita dari ketiadaan menjadi ada, lalu mematikan dan membangkitkan kembali, bukankah ini bukti paling nyata dari kekuasaan-Nya yang tak terbatas?
Setiap tetes hujan yang turun, setiap biji yang tumbuh, setiap fajar yang menyingsing, adalah pengingat akan kebesaran Allah. Namun, ayat 28 Al-Baqarah secara spesifik menyoroti siklus eksistensial diri kita sendiri. Kehidupan yang kita jalani, kesadaran yang kita miliki, bahkan proses penuaan dan kematian yang pasti akan datang, semuanya berada dalam genggaman dan ketetapan-Nya.
Puncak dari ayat ini adalah frasa "kemudian kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan". Ini menegaskan bahwa seluruh perjalanan hidup kita, dari awal penciptaan hingga akhir kehidupan duniawi dan kebangkitan kelak, akan bermuara pada satu titik: pengadilan di hadapan Allah SWT. Pertanggungjawaban atas segala amal perbuatan akan dilaksanakan. Oleh karena itu, bagaimana mungkin seseorang dapat mengingkari Tuhan yang akan menjadi tujuan akhir kembali mereka?
Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan nikmat kehidupan yang telah diberikan, sekaligus mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi yang akan datang.
Pertama, pengakuan akan Keesaan Allah (Tauhid). Ayat ini adalah pondasi kuat untuk meyakini bahwa hanya Allah yang patut disembah, karena Dia adalah Pencipta, Pemberi kehidupan, Pengatur kematian, dan Pemilik Hari Kebangkitan.
Kedua, pentingnya beriman kepada Hari Akhir. Siklus kehidupan yang dijelaskan dalam ayat ini memberikan keyakinan bahwa kematian bukanlah akhir segalanya, melainkan hanya sebuah transisi menuju kehidupan abadi yang akan dimintai pertanggungjawaban.
Ketiga, rasa syukur atas nikmat kehidupan. Setiap tarikan napas adalah anugerah yang patut disyukuri. Dengan memahami bahwa hidup adalah pemberian dari Allah, kita akan lebih menghargai dan menggunakannya di jalan-Nya.
Keempat, integritas logika dan hati. Ayat ini menantang logika kita untuk melihat bukti kebesaran Allah, dan hati kita untuk menerima kebenaran-Nya. Ingkar kepada Allah adalah tindakan yang tidak rasional dan melukai diri sendiri.
Dengan merenungkan Surah Al-Baqarah ayat 28 secara mendalam, diharapkan setiap individu dapat memperkuat keyakinan akidahnya, meningkatkan kualitas ibadahnya, dan memperbaiki akhlaknya, demi meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Wallahu a'lam bish-shawab.