Surah Al-Baqarah, sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur'an, memuat berbagai macam ajaran, kisah, hukum, dan tuntunan bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, rentang ayat 21 hingga 30 menawarkan sebuah rangkaian pesan yang padat makna. Ayat-ayat ini tidak hanya berfungsi sebagai pengingat akan kebesaran Sang Pencipta, tetapi juga sebagai panggilan untuk merenungkan eksistensi diri dan hubungan kita dengan alam semesta, serta konsekuensi dari tindakan kita. Mari kita bedah satu per satu makna yang terkandung di dalamnya.
Ayat 21 secara lugas menyerukan kepada seluruh umat manusia untuk menyembah Allah SWT. Seruan ini didasarkan pada bukti kebesaran-Nya sebagai Sang Pencipta, baik yang menciptakan diri kita sendiri maupun generasi sebelumnya. Tujuannya adalah agar kita senantiasa menjadi pribadi yang bertakwa, senantiasa menjaga diri dari perbuatan yang dilarang-Nya. Ayat ini menekankan fondasi utama ajaran Islam, yaitu tauhid, pengesaan Allah SWT.
Melanjutkan penegasan kebesaran-Nya, ayat 22 merinci berbagai nikmat yang Allah SWT anugerahkan. Bumi dijadikan sebagai tempat tinggal yang nyaman ("hamparan"), langit berfungsi sebagai pelindung ("atap"), dan air hujan menurunkan karunia rezeki berupa buah-buahan. Semua ini adalah bukti nyata kasih sayang dan kemurahan Allah SWT. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa syukur dan pengakuan atas keesaan-Nya, manusia dilarang keras untuk menyekutukan-Nya dengan apapun, apalagi ketika kita memiliki kesadaran akan hal tersebut. Menjadikan tandingan bagi Allah berarti mengingkari keesaan-Nya dan mengingkari semua nikmat yang telah diberikan.
Ayat 23 merupakan tantangan bagi siapapun yang meragukan kebenaran Al-Qur'an. Allah SWT menantang mereka untuk menciptakan satu surah saja yang setara dengan surah-surah dalam Al-Qur'an, bahkan jika mereka mengerahkan semua bantuan dan penolong yang mereka miliki selain Allah. Tantangan ini menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah mukjizat yang tidak mungkin ditandingi oleh makhluk siapapun, termasuk manusia. Keunikan dan keindahan susunan bahasanya, kedalaman maknanya, serta kebenaran informasinya adalah bukti otentik dari wahyu ilahi.
Ayat 24 kemudian menegaskan ketidakmampuan manusia untuk memenuhi tantangan tersebut, baik di masa lalu maupun di masa mendatang. Kegagalan dalam menciptakan satu surah semisal Al-Qur'an adalah bukti kekalahan mereka. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi dari penolakan dan keraguan terhadap kebenaran Al-Qur'an, manusia diperingatkan untuk menjauhi neraka yang bahan bakarnya sangat mengerikan, yaitu manusia dan batu. Neraka ini telah disiapkan secara khusus bagi orang-orang yang kafir, yaitu mereka yang menolak kebenaran Allah.
Setelah memberikan peringatan tentang neraka bagi orang-orang yang menolak kebenaran, Allah SWT kemudian memberikan kabar gembira (basyar) kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Imbalan bagi mereka adalah surga yang penuh kenikmatan, di mana mengalir sungai-sungai di bawahnya. Buah-buahan yang diberikan di surga memiliki keistimewaan. Ketika mereka memakannya, mereka akan mengenali keserupaannya dengan buah-buahan yang pernah mereka dapatkan di dunia, namun dengan kualitas yang jauh lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa kenikmatan di surga merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari nikmat yang pernah dirasakan di dunia. Selain itu, di surga mereka juga akan mendapatkan pasangan-pasangan yang disucikan, dan mereka akan kekal di dalamnya selamanya. Ini adalah janji yang sangat indah dan memotivasi bagi setiap hamba yang senantiasa beriman dan berbuat baik.
Ayat 26 mengemukakan tentang kehendak Allah untuk menggunakan perumpamaan sekecil apapun, bahkan seekor nyamuk atau yang lebih hina darinya, sebagai pelajaran. Hal ini menegaskan bahwa Allah Mahakuasa dan tidak terhalang oleh apapun dalam menyampaikan hikmah-Nya. Bagi orang yang beriman, perumpamaan-perumpamaan ini akan menjadi sumber ilmu dan keyakinan yang semakin kokoh terhadap kebenaran wahyu. Sebaliknya, orang yang kafir akan merasa heran dan mempertanyakan hikmah di balik perumpamaan tersebut, bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berarti. Mereka gagal memahami bahwa perumpamaan tersebut justru menjadi ujian. Bagi orang-orang fasik, yaitu mereka yang keluar dari ketaatan kepada Allah, perumpamaan tersebut akan justru semakin menjauhkan mereka dari kebenaran.
Ayat 27 memberikan ciri-ciri orang yang fasik tersebut. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa melanggar janji dan perjanjian mereka kepada Allah setelah mengucapkannya. Mereka juga memutuskan hubungan silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah untuk dijaga, serta menyebarkan kerusakan di muka bumi. Perbuatan-perbuatan ini adalah sumber kerugian yang nyata, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Ayat 28 kembali menegaskan kebingungan hati yang seharusnya tidak terjadi. Bagaimana mungkin manusia bisa mengingkari Allah, padahal mereka telah mengalami siklus kehidupan yang jelas dari Allah SWT? Dimulai dari ketiadaan (mati), kemudian dihidupkan, lalu dimatikan lagi, dan akhirnya dihidupkan kembali. Siklus yang pasti akan kembali kepada-Nya ini seharusnya menjadi bukti yang tak terbantahkan akan keesaan dan kekuasaan Allah. Proses penciptaan dan kebangkitan kembali adalah tanda-tanda kebesaran-Nya yang dapat disaksikan dan dirasakan.
Ayat 29 merupakan pengingat lain akan karunia Allah. Segala sesuatu yang ada di bumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia, sebagai sarana kehidupan dan sumber rezeki. Setelah itu, Allah SWT kemudian menciptakan tujuh lapis langit. Pengelolaan alam semesta yang begitu harmonis ini menunjukkan keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu, tanpa terkecuali. Hal ini semakin menguatkan keyakinan bahwa hanya Dia yang berhak disembah.
Terakhir, ayat 30 menceritakan kisah awal penciptaan manusia, yaitu Adam AS. Allah SWT mengumumkan kepada para malaikat bahwa Dia akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering. Hal ini menjadi awal dari sejarah peradaban manusia di muka bumi dan merupakan bukti lain dari kekuasaan Allah dalam menciptakan sesuatu dari ketiadaan, serta bagaimana Dia akan memberi amanah dan tanggung jawab kepada makhluk-Nya.
Secara keseluruhan, Surah Al-Baqarah ayat 21-30 menyajikan sebuah narasi yang komprehensif tentang esensi keimanan. Mulai dari panggilan untuk menyembah Tuhan Yang Esa, penegasan mukjizat Al-Qur'an, janji surga bagi orang beriman, peringatan neraka bagi yang ingkar, hingga penjelasan mengenai ciri-ciri orang yang merugi dan siklus kehidupan yang pasti kembali kepada Sang Pencipta. Ayat-ayat ini adalah sumber petunjuk yang tak ternilai harganya bagi setiap muslim dalam menjalani kehidupan.