Simbol ketenangan dan tuntunan
Surah Al Baqarah, sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat akan ayat-ayat yang memberikan panduan komprehensif bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Di antara rangkaian ayat yang penuh hikmah, ayat 231 hingga 240 menawarkan pelajaran berharga, khususnya terkait dengan masalah perceraian, iddah, dan pengaturan rumah tangga yang adil. Memahami makna mendalam dari ayat-ayat ini tidak hanya penting bagi mereka yang tengah menghadapi situasi tersebut, tetapi juga sebagai bekal pengetahuan bagi setiap Muslim dalam menjalani kehidupan berkeluarga.
Ayat-ayat ini sebagian besar berkaitan dengan pengaturan hukum pasca perceraian, menjaga hak-hak kedua belah pihak, serta pentingnya berlaku adil dan ihsan. Mari kita selami beberapa poin utama yang terkandung di dalamnya:
2:231-232
"Dan apabila kamu mentalak wanita, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik (pula). Dan janganlah kamu rujuki mereka untuk menindas dan berlaku aniaya. Barangsiapa berbuat demikian, maka sesungguhnya dia berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri. Dan janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan. Dan ingatlah nikmat Allah atasmu, (mengingat) Dia memberi pelajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya (Al-Qur'an). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Ayat ini menekankan pentingnya berlaku baik dan adil saat proses rujuk atau melepaskan istri yang telah ditalak. Rujuk harus dilakukan dengan niat yang tulus untuk memperbaiki rumah tangga, bukan untuk menyakiti atau mempermainkan. Allah mengingatkan agar tidak menjadikan hukum-hukum-Nya sebagai main-main, dan senantiasa mengingat nikmat serta petunjuk yang diberikan-Nya.
2:233
"Dan para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan berkewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kesanggupannya. Janganlah seorang ibu disiksa karena anaknya dan jangan pula seorang ayah disiksa karena anaknya. Dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya (suami istri) ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran yang makruf. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Ayat ini secara spesifik mengatur kewajiban ayah untuk menafkahi ibu yang menyusui, serta kewajiban keduanya untuk memenuhi kebutuhan anak secara layak. Hak anak menjadi prioritas utama, dan tidak seorang pun boleh dirugikan karena tanggung jawab anak. Konsep musyawarah dan persetujuan bersama menjadi kunci dalam menentukan masa menyusui dan bahkan pilihan untuk menggunakan jasa pengasuh lain.
2:234-236
"Dan orang-orang yang akan mati di antaramu serta meninggalkan istri, hendaklah mereka mewariskan (pula) bagi istri-istrinya, (yaitu) pencarian (nafkah) selama setahun dengan tidak perlu mengeluarkan mereka (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka (istri-istri) keluar (dari rumahnya), maka tidak ada dosa bagimu (para wali) dalam apa yang mereka lakukan mereka lakukan (sendiri) menurut cara yang makruf. Dan bagi mereka (ibu-ibu) berlaku pula sebagaimana lazimnya (nafkah). Demikian itu adalah suatu ketentuan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan bagi wanita yang dicerai (tetapi belum digauli) atau yang belum ditetapkannya (maharnya), maka tidak ada dosa atasmu (para wali). Tetapi berilah mereka mut'ah (kesenangan), sebagian dari kekayaan. Yang demikian itu adalah hak bagi orang-orang yang berbuat baik. Dan jika kamu menceraikan mereka karena sebelum kamu mencampuri mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menetapkan (maharnya), maka (hendaklah) separuh dari mahar yang telah kamu tetapkan, kecuali jika mereka (istri-istri) memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan memaafkanmu (suami) itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan karunia di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu perbuat."
Ayat-ayat ini mencakup pengaturan mengenai hak istri yang ditinggal mati suami, yaitu hak nafkah selama setahun selama tidak meninggalkan rumah. Selain itu, diatur pula hak wanita yang dicerai sebelum digauli atau yang belum ditentukan maharnya. Mereka berhak mendapatkan mut'ah (pemberian kesenangan). Jika mahar sudah ditetapkan namun terjadi perceraian sebelum digauli, maka separuh mahar wajib diberikan, kecuali ada pemaafan. Semua pengaturan ini menekankan keadilan dan ihsan.
2:237
"Dan jika kamu menceraikan istri-istrimu lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka janganlah kamu menghalangi mereka untuk rujuk kembali kepada (suami) mereka, apabila mereka telah saling merelakan (diri) dengan cara yang makruf. Itulah yang diajarkan kepada orang-orang di antaramu, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar."
Ayat ini kembali menegaskan pentingnya membiarkan proses rujuk berjalan lancar jika memang kedua belah pihak menginginkannya dengan cara yang baik. Allah menjanjikan kemudahan bagi orang yang bertakwa, termasuk dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga.
2:238-240
"Peliharalah segala salat(mu) dan peliharalah salat yang pertengahan (ashar) dan berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk. Maka jika kamu merasa takut, maka salatlah sambil berdiri atau naik kendaraan. Apabila kamu sudah aman, maka zikirlah (ingatlah) Allah sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang sebelumnya tidak kamu ketahui. Dan orang-orang yang akan mati di antaramu serta meninggalkan istri, (hendaklah) memberikan pesuapan kepada istri-istrinya, yaitu nafkah untuk setahun lamanya dan tidak boleh membawa istri keluar (dari rumahnya) dan istri tidak boleh keluar (dari rumahnya). Jika mereka keluar (dari rumahnya) dengan sendirinya, maka tidak ada dosa bagi mereka dalam perbuatan yang makruf yang mereka lakukan terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Demikian pula) para wanita yang sudah ditalak pun berhak mendapat mut'ah (pemberian) menurut cara yang makruf, merupakan (kewajiban) atas orang-orang yang bertakwa."
Ayat 238-239 menggarisbawahi pentingnya menjaga salat, terutama salat ashar, sebagai bentuk ketaatan utama kepada Allah. Salat adalah tiang agama dan sumber ketenangan. Dalam keadaan terpaksa, salat tetap bisa dilaksanakan dengan cara yang disesuaikan. Ayat 240 mengulang kembali pentingnya pemberian mut'ah bagi wanita yang dicerai, sebagai bagian dari kewajiban orang bertakwa. Perlu dicatat bahwa terdapat pengulangan redaksi pada ayat-ayat ini untuk memberikan penegasan dan penguatan pesan.
Serangkaian ayat ini mengajarkan kita tentang:
Memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Surah Al Baqarah ayat 231-240 adalah langkah penting dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, dan masyarakat yang harmonis. Ayat-ayat ini adalah bukti nyata bahwa Islam memberikan panduan yang lengkap dan membumi untuk setiap persoalan kehidupan.