Surah Al Baqarah, sebagai salah satu surah terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat akan pengajaran mendalam bagi umat Islam. Di antara ayat-ayatnya yang kaya makna, rentang ayat 40 hingga 50 menyoroti seruan ilahi kepada Bani Israil, mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan, serta konsekuensi dari pengingkaran dan penolakan terhadap kebenaran. Ayat-ayat ini tidak hanya relevan bagi sejarah kaum terdahulu, tetapi juga menjadi pelajaran universal yang relevan hingga kini.
Ayat-ayat awal dalam rentang ini, dimulai dari ayat 40, secara tegas memanggil Bani Israil untuk mengingat nikmat-nikmat Allah. Allah SWT mengingatkan mereka akan berbagai anugerah yang telah diberikan, termasuk penyelamatan dari Fir'aun, diturunkannya Taurat, dan pemberian karunia-karunia lain yang menjadikan mereka istimewa di antara umat-umat lain pada masa itu. Panggilan untuk mengingat ini adalah sebuah pengingat bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan bahwa manusia seringkali lalai dalam mensyukuri nikmat-Nya.
QS. Al Baqarah: 40
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janji-Ku niscaya Aku akan penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah hendaknya kamu merasa takut.
Seruan ini dilanjutkan dengan perintah untuk memenuhi janji yang telah mereka buat kepada Allah. Dalam konteks ini, janji tersebut mencakup ketaatan terhadap ajaran-ajaran-Nya dan keyakinan pada para nabi yang diutus kepada mereka. Allah menjanjikan balasan yang setimpal: jika mereka menepati janji, Allah akan menepati janji-Nya kepada mereka, yaitu memberikan keselamatan, kejayaan, dan rahmat-Nya. Namun, yang terpenting adalah penekanan untuk hanya takut kepada-Nya, bukan kepada makhluk lain atau kepada konsekuensi duniawi semata.
Memasuki ayat-ayat berikutnya, fokus beralih pada tanggung jawab mereka terhadap Al-Qur'an dan nabi terakhir, Muhammad SAW. Allah SWT memerintahkan Bani Israil untuk beriman kepada apa yang telah diturunkan-Nya (Al-Qur'an), yang membenarkan apa yang ada pada mereka (kitab-kitab suci sebelumnya seperti Taurat). Ini adalah sebuah ujian penting, karena Al-Qur'an adalah penyempurna dan penutup wahyu Allah.
QS. Al Baqarah: 41
وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ ۖ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan apa (kitab) yang ada padamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit (murah), dan hanya kepada Akulah hendaknya kamu bertakwa.
Ayat 41 memberikan peringatan keras agar mereka tidak menjadi orang pertama yang kufur (mengingkari) Al-Qur'an. Ini menunjukkan bahwa di kalangan Bani Israil sudah ada indikasi penolakan dan kesombongan. Mereka juga diperingatkan agar tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan keuntungan duniawi yang kecil. Banyak di antara mereka yang menyembunyikan kebenaran tentang datangnya Nabi Muhammad SAW demi menjaga kedudukan dan pengaruh mereka di kalangan masyarakat. Ketakwaan hanya kepada Allah menjadi penekanan lagi.
Menyadari bahwa tantangan hidup dan ujian keimanan itu berat, Allah mengajarkan sebuah metode ampuh untuk menghadapinya: memohon pertolongan melalui kesabaran dan shalat.
QS. Al Baqarah: 45
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.
Kesabaran (shabr) meliputi kemampuan menahan diri dari maksiat, menanggung musibah, dan beribadah kepada Allah. Shalat (shalat) adalah sarana komunikasi langsung dengan Sang Pencipta, tempat mencurahkan segala kerinduan dan memohon kekuatan. Kedua ibadah ini, jika dijalankan dengan penuh kekhusyukan (ketundukan dan kerendahan hati), akan menjadi penopang jiwa yang kokoh dalam menghadapi segala cobaan.
Ayat-ayat selanjutnya, seperti 46-50, kembali menegaskan bahwa orang-orang yang mengingkari nikmat dan janji Allah tidak akan memperoleh kebaikan di dunia maupun di akhirat. Mereka akan menghadapi murka-Nya dan azab yang pedih. Allah mengingatkan bahwa Dia Maha Melihat segala perbuatan hamba-Nya, tidak ada satupun yang luput dari pengetahuan-Nya.
QS. Al Baqarah: 48
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا تُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ
Dan takutlah kamu kepada suatu hari (kiamat), di waktu seseorang tidak dapat membela orang lain sedikit pun; dan tidak diterima daripadanya suatu tebusan, dan tidak bermanfaat pula syafaat (pertolongan) kepadanya, dan mereka (orang-orang kafir dan munafik) tidak akan ditolong.
Ayat ini secara gamblang menggambarkan ketidakberdayaan manusia di hari kiamat. Pada hari itu, tidak ada yang dapat membantu atau menyelamatkan seseorang dari azab Allah, kecuali dengan rahmat-Nya. Tidak ada penebusan, tidak ada syafaat yang diterima kecuali dari orang yang diizinkan Allah, dan tidak ada pertolongan sama sekali bagi mereka yang durhaka. Hal ini menjadi pengingat agar manusia senantiasa beramal saleh dan bertakwa selama hidup di dunia, selagi pintu taubat masih terbuka.
Renungan Surah Al Baqarah ayat 40-50 mengajarkan kita pentingnya mensyukuri nikmat Allah, menepati janji-Nya, serta beriman kepada wahyu-Nya. Ketaatan dan ketakwaan yang tulus adalah kunci kebahagiaan dunia dan akhirat. Ketika tantangan datang, mari kita jadikan kesabaran dan shalat sebagai benteng pertahanan, memohon kekuatan dari Allah SWT. Peringatan akan hari kiamat seharusnya memotivasi kita untuk selalu berbuat baik dan menjauhi larangan-Nya, karena hanya kepada Allahlah kita akan kembali.