Surah Al-Baqarah, surat terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat dengan pelajaran, hukum, dan kisah-kisah inspiratif. Bagian kedua dari surah ini, khususnya ayat 50 hingga 100, menyajikan narasi yang kaya tentang pengalaman umat Bani Israil dan pelajaran berharga bagi umat manusia sepanjang masa. Memahami ayat-ayat ini berarti menggali lebih dalam tentang kemurahan hati Allah, keteguhan para nabi, dan konsekuensi dari ketidaktaatan.
Ayat-ayat ini dimulai dengan pengingat tentang nikmat Allah yang luar biasa kepada Bani Israil. Setelah diselamatkan dari penindasan Fir'aun, mereka diperintahkan untuk memasuki tanah suci. Namun, reaksi mereka sering kali menunjukkan ketidakpercayaan dan keraguan. Allah menguji mereka dengan berbagai cara, salah satunya adalah perintah untuk menyembelih sapi betina.
فَإِذَا ٱعۡتَدَيۡتُمۡ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ ۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ جَعَلَ فِيكُمۡ أَنۢبِيَآءَ وَجَعَلَكُم مُّلُوكًا وَءَاتَىٰكُم مَّا لَمۡ يُؤۡتَ أَحَدًا مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ
(Ingatlah), ketika kamu membunuh seorang diri lalu kamu saling tuduh-menuduh mengenai hal itu, padahal Allah mengetahui apa yang kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu". Begitulah Allah menghidupkan orang-orang mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya agar kamu mengerti.
Mukjizat penghidupan kembali orang yang terbunuh setelah dipukul dengan bagian sapi betina tersebut merupakan bukti nyata kekuasaan Allah. Namun, alih-alih bersyukur dan taat sepenuhnya, Bani Israil justru terus menunjukkan sikap yang memberatkan diri sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan yang berulang-ulang mengenai sapi tersebut. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya ketulusan dalam beribadah dan menjalankan perintah Allah.
Selanjutnya, ayat-ayat ini menyoroti perbedaan antara orang yang beriman dan yang tidak. Ada di antara Bani Israil yang berserah diri kepada Allah, sementara yang lain tetap dalam kesesatan dan keraguan. Allah memberikan berbagai nikmat dan pertolongan, namun respons mereka sangat bervariasi. Ada yang memanfaatkan nikmat tersebut untuk kebaikan, ada pula yang menyia-nyiakannya.
وَإِذۡ قُلۡتُمۡ يَٰمُوسَىٰ لَن نُّؤۡمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى ٱللَّهَ جَهۡرَةً فَأَخَذَتۡكُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ وَأَنتُمۡ تَنظُرُونَ
Dan ingatlah, ketika kamu berkata, "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sampai kami melihat Allah dengan terang", lalu kamu disambar petir, dan kamu menyaksikannya.
Peristiwa ini adalah contoh ekstrem dari ketidaktaatan mereka. Permintaan untuk melihat Allah secara langsung adalah bentuk kesombongan dan ketidakpercayaan yang dibalas dengan azab yang menyakitkan. Pelajaran dari sini adalah bahwa keimanan tidak memerlukan pembuktian fisik yang kasat mata, melainkan keyakinan hati yang dibuktikan dengan ketaatan.
Ayat-ayat selanjutnya berbicara tentang perintah yang berkaitan dengan ibadah dan kehidupan sehari-hari, seperti shalat dan puasa. Allah memerintahkan Bani Israil untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat, serta berbuat baik kepada orang tua, kerabat, anak yatim, dan orang miskin. Ini adalah fondasi penting dalam membangun masyarakat yang berkeadilan dan penuh kasih.
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu' (takut).
Perintah untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong menunjukkan bahwa kekuatan sejati datang dari hubungan yang kokoh dengan Allah. Shalat bukan sekadar gerakan fisik, melainkan sarana untuk mendekatkan diri, memohon pertolongan, dan mendapatkan ketenangan hati. Namun, ayat ini juga mengakui bahwa khusyu' dalam shalat memerlukan latihan dan kesungguhan.
Bagian ini juga kembali mengingatkan pada kisah penciptaan Adam dan Hawa, yang merupakan nenek moyang seluruh umat manusia. Kisah ini memberikan pelajaran tentang asal usul manusia, godaan setan, dan pentingnya penyesalan serta taubat kepada Allah.
Kisah-kisah dalam Surah Al-Baqarah ayat 50-100 ini bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan cermin bagi kita. Mereka mengajarkan pentingnya keimanan yang teguh, ketaatan tanpa keraguan, kesabaran dalam menghadapi ujian, dan pentingnya ibadah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dengan merenungi ayat-ayat ini, kita dapat mengambil pelajaran berharga untuk memperbaiki diri dan memperkuat hubungan kita dengan Allah.